Salah satu temuan yang dilaporkan Bias, Bullshit, and Lies: Audience Perspectives on Low Trust in the Media yang dituliskan Nic Newman dan Richard Fletcher, adalah masyarakat membaca berita di media sosial dengan keraguan yang tinggi. Hasil Digital News Project 2017 yang diprakarsai Reuters Institute dan Universitas Oxford, Inggris, itu dipublikasikan pada akhir November lalu.
Laporan dua ahli jurnalisme digital itu didasarkan pada survei terbuka di Denmark, Jerman, Irlandia, Inggris, Perancis, Spanyol, Yunani, Australia, dan Amerika Serikat. Laporan itu senada dengan hasil survei Nielsen Consumer and Media View 2017 di 11 kota di Indonesia yang dipublikasikan pada Rabu (6/12). Hasil survei yang dilakukan pada triwulan IV-2016 hingga triwulan III-2017 itu menunjukkan, 83 persen responden mempercayai koran.
Dalam survei di Indonesia itu, 56 persen responden menilai, berita di koran paling bisa dipercaya. Hasil ini berbeda dengan temuan Digital News Project 2017 yang menempatkan berita di televisi sebagai yang paling dipercayai, lebih tinggi dibandingkan surat kabar, karena koran di negara-negara itu cenderung berafiliasi dengan partai politik. Televisi sulit dimanipulasi.
Hanya sekitar 24 persen responden yang mempercayai kabar di media sosial. ”Membangun kepercayaan perlu proses yang panjang. Perlu komitmen dari penerbit, media, dan masyarakat selama bertahun-tahun,” tulis Ricardo Bilton dari The Nieman Jurnalism Lab, AS. Kepercayaan adalah kata kunci bagi media.
Menurut Direktur Eksekutif Media The Nielsen Company Hellen Katherina, minat baca orang Indonesia tidak turun dan hanya berganti platform. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 6 juta pembaca versi digital dari media cetak dengan penetrasi 11 persen. Sebaliknya, media cetak dibaca sekitar 4,5 juta orang dengan penetrasi 8 persen, Kompas, Kamis.
Media cetak, termasuk koran, mengembangkan versi digital sebagai upaya mempertahankan diri dan berkembang dengan tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas beritanya. Hal ini diyakini sebagai langkah yang tepat, dengan berkaca dari keberhasilan The New York Times.
Hingga tengah tahun, salah satu media terbesar di AS itu membukukan penghasilan iklan di versi digital sebesar 55 juta dollar AS, tumbuh 23 persen dibandingkan periode Januari- Juni 2016. Sebaliknya, penghasilan iklan di versi cetak turun 11 persen, menjadi 77 juta dollar AS. Selama periode Januari-Juni 2017, pelanggan versi digital The New York Times bertambah sekitar 93.000 orang sehingga pelanggan e-paper mencapai lebih dari 2,3 juta orang. Mereka membayar untuk versi digital.
Kondisi yang sama juga terjadi pada koran tertua di Swedia yang hingga kini tetap terbit versi cetaknya, AftonBladet. Surat kabar yang terbit pertama kali pada 1830 itu kini diakses oleh sekitar 3,5 juta pembaca setiap hari. Pembaca versi cetak koran kota itu sekitar 600.000 orang dengan tiras sekitar 150.000 eksemplar per hari. Sebagian besar pembaca berasal dari versi digital yang mencapai lebih dari 2,9 juta orang. Mereka mengakses koran itu melalui laptop, desktop, televisi, dan paling banyak adalah melalui gawai, yakni sekitar 2,5 juta pembaca. Penghasilan terbesar AftonBladet pun kini dari versi digital.
Kelompok media ternama di Jerman, Axel Springer, dengan korannya Die Welt, sejak 2000 mengembangkan versi digital dan berbayar. Pada 2016, grup media ini meraih laba sekitar 595 juta euro. Sekitar 67 persen keuntungan itu disumbangkan oleh pendapatan dari produk digital.
Karena masih ada peluang itu, sejumlah pimpinan kelompok usaha digital pun masuk ke dunia cetak. Pemimpin Amazon, Jeff Bezos, pada 2013 membeli saham The Washington Post senilai 250 juta dollar AS. Pendiri Alibaba, Jack Ma, pada 2016 membeli saham South China Morning Post (Hong Kong). Pada 2017 ini Laurene Powell Jobs, istri pendiri Apple, Steve Jobs, membeli majalah The Atlantik. Pendiri Airbnb Brian Chesky menggandeng Hearst, menerbitkan majalah Airbnb, Mei lalu.
”Di dunia yang dipenuhi digitalisasi dan transaksional seperti saat ini, membuat sesuatu yang bisa dipegang dan berbagi dengan orang lain adalah sesuatu yang spesial,” kata Brian Chesky saat meluncurkan majalahnya, Mei lalu. Bisa berbagi, adalah sesuatu yang dipercaya. Berita yang bisa dipercaya dan berkualitas tetap menjanjikan bagi masa depan media. Tepercaya harus terus dikampanyekan. (TRI AGUNG KRISTANTO)