Komitmen Hakim Menjadi Penentu
Jika sidang perdana perkara KTP-el dengan terdakwa Novanto tetap digelar Rabu pekan depan, permohonan praperadilan yang diajukan Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terancam gugur. Pasalnya, putusan sidang praperadilan itu akan dibacakan pada Kamis atau Jumat pekan depan.
Terkait hal itu, hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Kusno, yang memimpin sidang praperadilan, Jumat (8/12), menuturkan, penetapan jadwal sidang pada 13 Desember di Pengadilan Tipikor itu perlu dipertimbangkan.
”Kalau melihat jadwal itu bukan perintah, melainkan saran, karena hakim tidak mungkin mengambil sikap tanpa pendapat dari pemohon dan termohon. Apa ada guna (sidang) kalau dilanjutkan? Kalau tidak apa ada jalan keluar?” katanya.
Kusno mengatakan, penghentian persidangan bisa dilakukan melalui inisiatif dari pemohon untuk mencabut permohonan dan disetujui oleh termohon.
Namun, kuasa hukum Novanto, yaitu Ketut Arsa Mulyana, menyatakan tidak akan mencabut permohonan dan melanjutkan proses praperadilan.
Secara terpisah, kemarin, advokat Otto Hasibuan mengundurkan diri sebagai kuasa hukum Novanto. Surat pengunduran diri itu telah diserahkan kepada penyidik KPK.
Menurut Otto, ia memutuskan mengundurkan diri karena tidak ada kesepakatan yang jelas dalam tata cara penanganan perkara saat sidang nanti. Ia mengaku sudah bertemu dengan Novanto pada Kamis (7/12) dan mengungkapkan rencana pengunduran dirinya. Namun, Novanto memintanya untuk memikirkan kembali. ”Keputusan saya sudah bulat. Jika tidak ada kejelasan, ini bisa merugikan dia dan juga saya,” ujarnya.
Advokat Fredrich Yunadi juga menyatakan mundur sebagai penasihat hukum Novanto.
Meski demikian, kini masih ada Maqdir Ismail sebagai penasihat hukum Novanto. ”Saya rasa penanganan perkara tidak akan terganggu (adanya pengunduran diri). Saat ini saya masih mempelajari dakwaan untuk membahas langkah selanjutnya,” kata Maqdir.
Seandainya kelak tidak ada pengacara yang mendampingi Novanto, menurut pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, sidang tetap dapat berjalan. ”Untuk masalah kuasa hukum, sidang tetap bisa berjalan walau tak ada penasihat hukum. Jika terdakwa tidak mampu, negara akan menyiapkan,” kata Fickar.
Hal yang mutlak dibutuhkan dalam sidang perdana perkara Novanto pada Rabu pekan depan adalah keberadaan majelis hakim.
Majelis hakim dalam perkara Novanto terdiri dari Yanto, Ketua PN Jakarta Pusat yang juga bertindak sebagai ketua majelis,
serta empat hakim anggota, yakni Franky Tambuwun, Emilia Djajasubagia, Anwar, dan Anshori Syaifudin.
Jika ada anggota majelis hakim yang absen, bisa diganti sementara oleh yang lain. ”Hakim tidak ada alasan untuk tidak hadir. Kalau berhalangan bisa diganti. Mustahil tidak ada hakim pengganti,” kata Fickar.
Pengajar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menuturkan, pada praktiknya sidang dapat berjalan minimal dengan empat hakim. ”Kalau hanya tiga orang sangat jarang terjadi, walaupun pernah,” katanya.
Mundur
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) Sarifuddin Sudding menuturkan, MKD akan memberhentikan Novanto dari jabatannya sebagai Ketua DPR saat status hukumnya menjadi terdakwa.
Sudding menuturkan, Pasal 87 Ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Pasal 35 Ayat 1 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib menegaskan, pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya jika dinyatakan sebagai terdakwa dalam tindak pidana yang diancam pidana lima tahun penjara atau lebih. ”Norma itu harus dipatuhi,” ujarnya.
Namun, sebelum MKD mengambil keputusan itu, menurut dia, Novanto akan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan akan segera diikuti dengan pergantian ketua DPR. ”InsyaAllah, Senin (11/12). Senin sudah ada penggantian Ketua DPR. DPR akan memiliki ketua baru,” ujarnya.
Saat ditanya apakah sudah ada surat pengunduran diri dari Novanto, Sudding menjawab, ”Sebagai Ketua Umum Golkar, dia akan menyampaikan surat itu kepada Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR dan sudah ada penyampaian ke MKD. Senin, dibacakan.”
Namun, Sekretaris Fraksi Golkar di DPR Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku belum mengetahuinya. Dia menegaskan, keputusan penggantian pimpinan DPR tidak bisa dengan penunjukan langsung oleh Novanto meski dia Ketua Umum Golkar. Keputusan untuk pengisian jabatan strategis, seperti pimpinan DPR, harus diambil dalam rapat pleno DPP.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar Ace Hasan Syadzily dan Ketua DPP Golkar Zainudin Amali juga mengaku belum tahu soal rencana mundur Novanto dan penggantinya di posisi Ketua DPR. (APA/DD12/IAN)