Digital Adalah Masa Depan
Industri digital memengaruhi korporasi mapan. Bagi yang tak siap, perkembangan industri digital dirasakan akan menggerus pasar. Namun, bagi yang siap dan bersedia berubah, industri digital memberikan janji pertumbuhan korporasi di masa depan.
Bagi DBS Group, kelompok usaha jasa keuangan di Asia yang berkantor pusat di Singapura, digital memberi pengalaman baru bagi bank dan konsumennya. Bahkan, Chief Executive Officer DBS Group Piyush Gupta menyebutkan, perbankan digital adalah masa depan perbankan. Untuk itu, digital menjadi strategi DBS untuk memenangi persaingan di industri perbankan.
Beberapa waktu lalu, Kompas berbincang dengan Piyush Gupta di Jakarta. Ia tiba di lokasi janji temu dengan mengenakan setelah jas, menyeret koper kecil, dan menyandang tas ransel di bahunya. “Ini gaya anak muda,” katanya berseloroh, saat ditanya tentang gayanya itu. Berikut petikan wawancaranya.
Apa rencana DBS di kawasan regional, terutama di Indonesia?
Pertama, membangun bisnis perbankan korporasi, dengan membidik China; Indonesia dan Singapura; serta India. Kami berharap bisa masuk ke intermediasi perdagangan dan modal di tiga kawasan besar ini, sehingga bisa menjadi perbankan korporasi, menyediakan pinjaman, manajemen dana, lindung nilai, dan pasar modal. Kedua, membangun pengelolaan kekayaan. Sebagai perbankan privat dan perbankan prioritas yang melintasi batas negara di regional, kami tumbuh cepat. Kami juga membangun bisnis usaha kecil menengah (UKM) di seluruh wilayah yang kami ada.
Pertama, membangun bisnis perbankan korporasi, dengan membidik China; Indonesia dan Singapura; serta India. Kami berharap bisa masuk ke intermediasi perdagangan dan modal di tiga kawasan besar ini.
Di masa lalu, strategi kami tidak menyertakan perbankan ritel di luar Singapura. Satu hal yang berubah setelah (rencana mengakuisisi) Danamon (pada 2012, namun batal), kami melakukan pendekatan digital. Dengan digital, kami bisa menyasar ritel melalui pendekatan lain, dengan biaya yang terjaga. Ini arah baru untuk layanan perbankan ritel. Digital juga membantu kami memikirkan kembali apa yang mesti kami lakukan dengan UKM. Jadi, hari ini, wilayah sasaran kami di Asia. Akan tetapi, kami menyasar dalam wilayah bisnis yang berbeda. Tak hanya besar sebagai perbankan privat, kami juga masuk ke ritel dan UKM dengan menggunakan digital. Platform digital kami gunakan di pasar-pasar penting itu.
DBS Indonesia bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif untuk mendorong UKM?
Kami berpikir pasar UKM di Indonesia sama baiknya dengan pasar ritel dan konsumer. Kami melakukan pendekatan yang sama seperti pada perbankan digital.
Apa target anda dalam lima tahun ke depan terkait UKM di Indonesia?
Kami berharap dalam 5 tahun ke depan bisnis UKM di Indonesia menjadi bagian penting dalam bisnis kami. Kami mendorong bisnis UKM di sini untuk menjadi lebih besar, misalnya 1.000 nasabah UKM dalam 5 tahun mendatang. Adapun untuk nasabah mikro, kami berharap bisa 10.000 nasabah, bahkan 20.000-30.000 nasabah di 5 tahun ke depan.
Kami berharap dalam 5 tahun ke depan bisnis UKM di Indonesia menjadi bagian penting dalam bisnis kami.
UKM adalah bisnis dan pasar yang menarik, sehingga kompetisinya akan ketat. Siapkah DBS mengahdapi kompetisi ini?
UKM memang menarik, banyak bank yang ingin terlibat dalam bisnis UKM. Namun, ketersediaan kredit untuk UKM masih sulit karena bank ingin kepastian keamanannya, sehingga persetujuan bank untuk kredit UKM bisa menjadi sangat lama. Bagi nasabah, ini pengalaman yang tidak bagus. Namun, dengan penggunaan digital, kami bisa merekonstruksikan penyelesaian masalah ini. Kalau kita ambil contoh Alibaba di China, Alibaba menjual sesuatu, bukan hanya dari sisi penjualan, namun juga algoritma atau rekaman data. Jadi, penjualan diselesasikan dengan cara yang berbeda. Penggunaan digital membuat pendekatan menjadi berbeda. Kita bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi UKM dalam perbankan dengan pendekatan yang berbeda, menjadi lebih singkat, dan memberikan pengalaman yang berbeda bagi UKM.
Anda banyak berbicara tentang digital. Apakah perbankan digital adalah masa depan?
Sebagaimana industri lain di dunia ini, begitu juga dengan industri perbankan. Penjualan musik bergeser ke digital, kiriman pesan bergeser ke digital juga. Semua industri bergser ke digital. Saya pikir telepon seluler adalah pengubah permainan. Tidak hanya membuat kendali menjadi di tangan kita, tapi juga membuat lokasi dan kontak menjadi penting. Dulu orang pikir, perbankan adalah aktivitas yang berbeda, sehingga orang membuat rencana untuk pergi ke bank dan menyelesaikan bisnis. Di masa depan, Anda tidak harus pergi ke bank. Tapi, bank yang pergi bersama Anda. Caranya, dengan ponsel. Saya percaya untuk membuat bank tidak terlihat dengan menyembunyikan bank di dalam aktivitas yang ingin kita lakukan. Jadi, bank tidak sendiri. Kalau kita ingin kredit pemilikan rumah (KPR), itu bukan karena kita ingin pinjaman, tapi kita ingin rumah. Kalau kita ingin kredit mobil , bukan karena kita ingin kredit, tapi karena ingin mobil.
Maka, kita bisa menyembunyikan KPR di dalam pembelian itu, menyembunyikan pinjaman mobil di dalam pembelian mobil. Dengan demikian, bank menjadi tidak terlihat. Yang kami ingin lakukan adalah bank menjadi bagian dari hal lain. Oleh karena itu, kita harus mengubah sifat alamiah bank di masa depan. Namun, satu hal yang tidak berubah dari perbankan adalah sentuhan personal. Kita ingin berhubungan dengan orang lain. Kita tidak bisa menyelesaikan segalanya melalui robot. Meskipun, secara umum akan ada banyak hal yang berubah dari perbankan.
Kita bisa menyembunyikan KPR di dalam pembelian itu, menyembunyikan pinjaman mobil di dalam pembelian mobil. Dengan demikian, bank menjadi tidak terlihat.
Apakah kecerdasan buatan sudah digunakan di DBS?
Kami sudah menerapkan itu di India. Untuk digibank di Indonesia, sudah kami terapkan juga. Misalnya, kamu ingin berbicara dalam Bahasa Indonesia, itu bisa dilakukan. Misalnya, ingin tahu berapa kali di bulan lalu kamu ke kedai kopi tertentu, bisa dilakukan. Sekitar 90 persen dari kebutuhan nasabah bisa diselesaikan menggunakan mesin. Tidak lagi membutuhkan penyelesaian manusia. Itu lah kekuatan kecerdasan buatan.
Berapa total investasi untuk berbagai kebutuhan perbankan digital?
Kami investasi cukup banyak, terutama untuk transformasi teknologi. Di saat yang sama , kami juga berinvestasi banyak untuk menyiapkan transformasi orang. Bukan hanya dengan pelatihan, tetapi juga memberi kesempatan bagi orang untuk belajar sambil mengerjakan. Kami percaya, saat ingin belajar tentang digital, bukan hanya dari kelas atau papan tulis. Namun, dengan mencoba, pengalaman, dan bereksperimen. Tahun lalu kami menyediakan banyak kesempatan untuk bereksperimen. Setiap orang akan punya pengalaman yang berbeda dan meraih hal yang berbeda.
Dalam mentransformasukan orang-orang, kami fokus pada transformasi budaya. Kami seperti bertransformasi dari perusahaan besar multinasional ke perusahaan rintisan. Dengan menjadi perusahaan rintisan, kami melakukan banyak hal yang berbeda. Kami beri kesempatan untuk mempelajari dengan melakukan percobaan, melakukan banyak hal baru. Hal lain yang kami lakukan adalah mengubah ruang kerja. Kalau kita lihat di ruang kerja rintisan seperti Tokopedia dan lain-lain, akan banyak hal yang berbeda. Maka kami lakukan perubahan pada ruang kerja kami. Kami tak lagi menggunakan kubikel, kami tak lagi menempatkan orang-orang di kotak.
Terutama, jika Anda memiliki banyak karyawan generasi Y?
Tentu saja. Kami punya lebih dari 60 persen karyawan Generasi Y (lahir tahun 1980-1999, atau generasi Milenial). Kami ingin punya banyak anak muda yang bisa berpikir secara berbeda, misalnya dalam memberikan pengalaman bagi nasabah. Di masa lalu, orang yang bergabung dengan bank memiliki latar belakang pendidikan tertentu, seperti ekonomi. Akan tetapi, sekarang tidak lagi. Ada orang (dengan pendidikan) desain, psikologi, dan sebagainya.
Bagaimana dengan ekosistemnya?
Kami mempekerjakan macam-macam anak muda, termasuk anak-anak muda yang mengembangkan kecerdasan buatan bagi nasabah.
Bicara tentang teknologi, bagaimana persaingan dengan peer to peer lending?
Kenyataannya, 95 persen pembiayaan di Amerika Serikat masih datang dari industri keuangan, yaitu bank dan institusi keuangan lain. Peer to peer lending (pinjaman antarpihak) memiliki model dan platform yang berbeda, tapi bisa dimodelkan kembali untuk bank. Bagi bank, hal ini menarik untuk mengubah cara atau platform yang tepat untuk meminjamkan uang. Namuin, harus diketahui, pinjaman uang tetap datang dari institusi keuangan.
DBS pernah akan mengakuisisi saham Bank Danamon, sekitar 5 tahun lalu. Masih ada rencana mengakuisisi bank?
Kami mengubah strategi. Strategi kami di masa depan adalah digital. Strategi dengan mengakuisisi bank lain menjadi hal yang sulit. Pertama-tama, karena aturan untuk akuisisi sulit. Kalaupun bisa dilakukan, saya pikir dalam 3-5 tahun mendatang merupakan masa-masa penting untuk melakukan transformasi digital.