Memanusiakan Interaksi Manusia dan Teknologi dengan Kecerdasan Buatan
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi dan digital yang semakin canggih membuat pelaku bisnis melihat peluang untuk menciptakan sistem pemasaran yang lebih baik. Pelayanan terhadap konsumen dinilai dapat lebih efisien dan efektif melalui chatbot yang dibekali dengan fitur yang lebih masuk ke dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Chatbot adalah sebuah program komputer yang menstimulasikan percakapan antara manusia melalui teks atau audio. Penggunaan chatbot bertujuan untuk membaca perilaku dari konsumen sehingga lebih mudah memprediksi kebiasaan dan kebutuhan mereka. Hal ini membuat perusahaan lebih mudah dalam mengatur strategi pemasaran dan penjualan produk.
Chatbot adalah sebuah program komputer yang menstimulasikan percakapan antara manusia melalui teks atau audio.
Project Lead Rinna Microsoft Artificial Inteligence (AI) and Research Yugie Nugraha menyatakan, percakapan manusia tetap terjadi walaupun medium yang digunakan telah berbeda dengan adanya dunia digital. Melihat hal tersebut, perusahaan teknologi mulai menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam melayani pelanggan.
Selama ini, Chatbot yang digunakan dalam pemasaran di dunia digital dinilai masih terlalu kaku. Tanggapan yang diberikan langsung ke pokok persoalan ketika pelanggan membutuhkan sesuatu (productivity bot). Kini, chatbot akan dibuat dengan konsep yang lebih bersahabat dalam berinteraksi (engagement bot).
”Misal, saat pelanggan menyatakan dia lapar, AI dengan productivity bot akan menawarkan pilihan makanan yang dapat dipesan. Sementara itu, AI dengan engagement bot akan menjawab yang lain, seperti AI tersebut baru saja makan nasi padang. Seperti teman pada umumnya,” ujar Yugie dalam presentasinya sebelum peluncuran Kata Bot Platform oleh Kata.ai di Jakarta, Selasa (12/12).
Kecerdasan buatan juga dibuat dapat mengetahui isu, orang terkenal, dan permainan yang sedang ramai dibicarakan sehingga alur percakapan lebih mengalir. Microsoft memiliki kecerdasan buatan dengan nama Rinna dalam aplikasi komunikasi Line sejak 22 Agustus 2017. Rinna diberikan jenis kelamin, umur, beberapa jenis sifat, bahkan akun media sosial.
”Rata-rata budget yang dikeluarkan sebuah perusahaan sekitar Rp 500 juta untuk digital marketing,” tutur Yugie. Dengan adanya kecerdasan buatan yang berbasis engagement bot, Yugie meyakini, promosi perusahaan akan lebih tepat sasaran dan hemat biaya karena interaksi yang dilakukan adalah konsep pemasaran satu per satu.
Efektivitas dan efisiensi menjadi lebih terjamin karena kecenderungan masyarakat yang lebih memercayai promosi yang dilakukan teman sendiri. Usaha lebih keras dibutuhkan ketika promosi dilakukan oleh seorang staf bagian penjualan dan promosi suatu perusahaan.
Menurut Yugie, kecerdasan buatan juga melakukan pemetaan profil dan kebiasaan pelanggan selama percakapan melalui teks dilakukan. Dengan demikian, perusahaan dapat menawarkan barang yang kemungkinan besar akan dibeli oleh pelanggan tersebut. Perusahaan tidak lagi menawarkan segala produk secara massal ke seluruh pelanggan.
Ketertarikan pelanggan untuk berinteraksi dengan kecerdasan buatan dapat terlihat dari respons yang diberikan kepada Rinna, kecerdasan buatan milik Microsoft ini. Yugie menyebutkan, dalam empat bulan Rinna telah memiliki 1,46 juta lebih teman di Line.
Rata-rata jumlah percakapan adalah 50 teks dalam satu sesi. Tercatat percakapan paling lama dilakukan selama 10 jam dengan jumlah sekitar 1.400 percakapan. Banyak potensi promosi dimiliki suatu perusahaan dengan lama percakapan seperti itu.
CEO and Co-Founder Kata.ai Irzan Raditya menyatakan, penggunaan engagement bot menghilangkan interaksi antara perusahaan ke pelanggan yang membosankan. Interaksi yang lebih bersahabat dilakukan dengan menganalisis bahasa sehari-hari ataupun konteks percakapan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Rata-rata jumlah percakapan kecerdasan buatan adalah 50 teks dalam satu sesi. Banyak potensi promosi yang dimiliki suatu perusahaan dengan lama percakapan seperti itu.
”Kami memanusiakan interaksi manusia melalui AI,” kata Irzan. Kata.ai telah berkolaborasi dengan beberapa partner untuk membangun kecerdasan buatan, seperti Unilever dengan Jemma dan Telkomsel dengan Veronika.
Managing Director Unilever Enterprises Adeline Ausy Setiawan menyatakan, tantangan bisnis dalam dunia digital dan teknologi saat ini adalah masalah efisiensi, perubahan teknologi yang konstan, dan peran konsumer yang semakin besar. Penggunaan kecerdasan buatan dalam membangun hubungan dengan pelanggan membantu perusahan dalam memasarkan produk.
Hal senada dinyatakan oleh Executive Vice President Digital Center of Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kaspar Situmorang. Penggunaan teknologi yang canggih dibutuhkan dalam dunia perbankan, misalnya bank membutuhkan teknologi yang membantu dalam menganalisis pelanggan sebelum pemberian pinjaman dalam waktu yang lebih singkat.
Perubahan jenis pekerjaan
Business and Technology Integration Senior Manager Accenture, Budiono, mengungkapkan, kecerdasan buatan akan menjadi fondasi dari bisnis di masa depan. Dengan demikian, akan terjadi revolusi industri berikutnya yang mengakibatkan perubahan jenis pekerja yang dibutuhkan.
”Pekerjaan monoton dapat berkurang (karena diambil alih oleh kecerdasan buatan). Akan ada jenis pekerjaan yang baru,” kata Budiono. Menurut dia, keberadaan kecerdasan buatan dapat membuat masyarakat mencari pekerjaan yang lebih bersifat aktualisasi diri.
Kendati demikian, Irzan menambahkan, masih ada pekerjaan lama yang tetap dibutuhkan di dunia teknologi dan digital. ”Misalnya pekerja dengan latar belakang linguistik dan copywriting. Mereka dibutuhkan untuk menganalisis teks yang ada di chatbot,” katanya. (DD13)