Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian Wahyu Utomo, pada seminar nasional bertajuk ”Inovasi dan Kreasi Memajukan Jawa Tengah”, di Kota Semarang, Kamis (14/12), mengatakan, kedua ruas tol tersebut bagian dari enam proyek prioritas di Jawa Tengah (Jateng) dengan total investasi senilai Rp 141,69 triliun.
”Proyek infrastruktur jalan tol ini bagian dari proyek prioritas dan strategis nasional. Direncanakan beroperasi tahun 2020,” ungkapnya.
Tol Bawen-Yogyakarta memiliki panjang 71,56 kilometer (km), sedangkan Tol Yogyakarta-Solo sepanjang 40,5 km. Terkait Tol Bawen-Yogyakarta, Wahyu mengatakan, pembiayaan proyek melalui Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha senilai Rp 12,14 triliun. Tol ini diprediksi bakal dilalui rata-rata 16.322 mobil per hari. Ujung selatan jalur tol ini nantinya akan terhubung dengan jalur lingkar utara Yogyakarta.
Sejak Juni lalu, Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Prioritas telah memfasilitasi penyusunan prastudi kelayakan dan studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek tol tersebut. Menurut Wahyu, pemerintah juga telah menggelar rangkaian konsultasi publik dengan pemerintah kabupaten/
kota yang dilalui proyek tol.
Pada penyusunan awal trase, Tol Bawen-Yogyakarta bakal melintasi 8 kecamatan dan 44 desa di Jateng. Tol melewati Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung (Jateng), dan Kabupaten Sleman di DI Yogyakarta.
Terdapat dua opsi trase jalur Tol Bawen-Yogyakarta. Opsi pertama mengambil jalur Bawen utara-Ambarawa timur ke Magelang. Adapun opsi kedua adalah Bawen utara-Rawa Pening barat ke Magelang.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan, proyek jalan tol bertujuan mengintegrasikan pariwisata antara satu obyek dan obyek lain di sekitarnya. Tujuannya mendorong pertumbuhan ekonomi dan membangkitkan industri kreatif masyarakat. Hal tersebut secara bertahap diyakini menurunkan angka kemiskinan di Jateng yang saat ini masih sekitar 4 juta orang.
Aspek lingkungan
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sri Puryono mengatakan, aspek lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat perlu diperhatikan dalam pembangunan Tol Bawen-Yogyakarta. Kendala terbesar adalah sebagian besar daerah yang dilalui
berupa perbukitan dan permukiman.
”Jangan sampai keberadaan tol menimbulkan kesan masyarakat yang dirugikan. Harus diberi pemahaman bahwa tol akan memberi akses dan pertumbuhan ekonomi daerah yang luar biasa,” kata Puryono.
Tol tersebut juga bakal mempermudah wisatawan menjangkau sejumlah tempat wisata, seperti Candi Borobudur dan sentra-sentra agroindustri di Kabupaten Semarang, Magelang, dan Temanggung.
Sebelumnya, di sela-sela kunjungan di Semarang, Rabu kemarin, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menargetkan, pada 2018, desain jalur sudah rampung dan dapat disampaikan saat tahap sosialisasi dan pembebasan lahan. ”Mungkin akan ada terowongan dan lainnya. Saya tak ingin seperti Tol Semarang-Solo yang banyak mengepras bukit sehingga merusak lingkungan. Memang lebih mahal. Untuk panjang yang sama, perbedaan biayanya 1,5 hingga 2 kali lipat, tetapi hasilnya akan lebih baik,” ujarnya.
Terlebih, menurut Basuki, sejumlah daerah yang akan dilewati merupakan tempat-tempat wisata sehingga disayangkan jika bukit-bukit harus dikepras. ”Amenitas tidak bisa dinilai dengan uang,” ujarnya.
Panduan digital
Sementara itu, di Magelang, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko meluncurkan aplikasi pemandu digital bagi wisatawan Candi Borobudur. Dengan memanfaatkan teknologi pemancar dari 29 mikrocip yang ditempel di bangunan candi, aplikasi berbasis Android dan IOS bernama Chattra Borobudur E-Guide ini bisa memberi beragam informasi tentang Candi Borobudur dan kawasan di sekitarnya.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono mengatakan, dengan mikrocip, segala informasi dalam aplikasi tersebut bisa diakses cukup dengan memanfaatkan konektivitas bluetooth. Untuk lingkup yang sempit atau obyek berukuran kecil, informasi dapat diakses dalam radius 2-5 meter.
Untuk sementara, aplikasi dapat diakses dalam tiga bahasa, yaitu Inggris, Indonesia, dan Jepang. Semua informasi juga sudah terverifikasi berdasarkan riset dan data Balai Konservasi Borobudur. (EGI/DIT/WHO)