Terorisme Anak Kandung Barat
Berikut cuplikan wawancara Kompas dengan Zaki.
Apa yang Anda temukan setelah mengkaji genealogis terorisme ini?
Pertama, sejarah terorisme klasik sejatinya merupakan anak kandung dari dan dibesarkan oleh peradaban Barat. Kedua, ada kecenderungan kuat di Barat dalam memandang Islam Timur Tengah sebagai salah satu kawasan surga bagi kekerasan politik dan terorisme. Padahal, kekerasan kontemporer itu bersumber dari Barat sendiri.
Bagaimana Anda menjelaskan tentang Barat sebagai sumber terorisme ini?
Sebagaimana Sosialisme lahir sebagai reaksi atas Kapitalisme atau Oksidentalisme atas Orientalisme, terorisme juga merupakan anak kandung Barat. Terorisme berawal dari kekuasaan kolonial dan imperial Barat. Ketika pedagang Eropa mengeksplorasi pasar-pasar baru untuk memasarkan kelebihan produksi sebagai hasil revolusi industri, mereka datang ke Timur sembari belanja bahan mentah. Ini agar mereka dapat mengurangi eksploitasi sumber daya mereka sendiri.
Pasukan Barat lalu menginvasi dan menduduki dunia Islam. Kolonialisme dan imperialisme Barat bukan hasil dari nilai-nilai demokrasi yang bertujuan menyebarkan kebebasan, kemerdekaan, dan keadilan. Keduanya justru melahirkan kekerasan dan pembunuhan demi kejayaan imperium Barat. Ini pangkalnya.
Persoalan terorisme melukiskan suatu gambaran yang lebih kompleks dan membingungkan dibandingkan dengan kekerasan biasa. Sejak 1789, masalah ini telah membuka tantangan bagi para teoritisi sosial dan sejarawan untuk membuat penjelasan berimbang antara pendekatan terlibat dan pendekatan berjarak. Perdebatan ilmiah dan diskusi umumnya mengenai alasan, fungsi, dan dampak teror secara luas telah diperkaya dan dipercanggih dengan pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan oleh para pengkaji tentang kekacauan dalam Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia.
Tadi saya katakan bahwa sumber terorisme sesungguhnya dari, di, dan oleh Barat. Nah, Revolusi Perancis dan revolusi Rusia menunjukkan bahwa terorisme lalu dapat muncul di Barat dan di Timur.
Apa yang mendasari Anda mengkaji Jejak genealogis terorisme ini?
Selama ini, kajian-kajian tentang terorisme dan radikalisme sangat tendensius. Sering kali kajian itu dibuat lalu kesimpulannya digiring untuk kepentingan tertentu. Ada semacam profiling yang berbasis pada identitas agama, ras, dan etnik. Kajian-kajian dengan kencenderungan profiling terhadap pelaku teror atau radikalisme pasti akan menjurus kepada ketiga hal itu. Kalau tidak menjurus kepada etnik tertentu, pasti menjurus pada ras tertentu atau agama tertentu. Ini menurut saya kajian seperti itu tidak adil. Karena teori ini akan cenderung membawa kita pada kesimpulan bahwa teori itu identik dengan identitas tertentu.
Selain itu, kebanyakan studi tentang terorisme dan radikalisme berasal dari sumber sekunder, seperti informasi dari surat kabar dan sumber terbuka lainnya.
Dalam hal ini, siapa yang paling dirugikan?
Yang paling dirugikan dalam skala nasional ataupun internasional itu Muslim. Umat Islam cenderung menjadi tertuduh atau tersangka karena kajian yang bersifat profiling atau tendensius tadi.
Saya pernah membaca bagaimana seorang peneliti melakukan profiling. Membaca perilaku atau asal-usul dari perilaku seseorang yang melakukan suatu tindakan, tetapi lalu ujungnya disangkutkan dengan paham wahabi. Ini, kan, profiling, meskipun tidak langsung menuduh agama Islam. Yang saya maksudkan dengan agama itu bisa jadi bagian dari agama itu sendiri. Bisa aliran atau mazhab yang berkembang di dalam Islam. Profiling ini selalu menyimpulkan bahwa pelaku itu Muslim dan pahamnya wahabi. Ini tendensius.
Dengan begitu, apa yang ingin Anda koreksi lewat kajian genealogis terorisme ini?
Kajian-kajian mengenai radikalisme selalu bersifat post factum. Orang lebih suka mengkaji setelah peristiwa itu, tetapi orang kurang mengkaji mengapa muncul kecenderungan berperilaku keras dan berujung pada terorisme. Meskipun tidak semua radikalisme itu berujung kepada terorisme.
Analisis tentang karakteristik pelaku yang teradikalisasi, peristiwa-peristiwa pascaterorisme tidak akurat mengungkapkan motivator-motivator atau prakondisi yang membuat mereka masuk dalam proses radikalisasi. Selain itu, tidak akurat dalam menggali kapan proses radikalisasi itu bermula. Ragam motivator, titik pangkal, dan perilaku dapat berkombinasi dalam menjelaskan tentang proses gradual terjadinya radikalisasi dan lintasan menuju terorisme.
Jarang ada yang menelusuri motif berkombinasi alasan mengapa dia melakukan itu. Makanya, bisa kita melihat mestinya mendekati ini dari tiga sisi. Pertama, dilihat dari dinamika individu si pelaku itu. Kedua, seorang individu pasti dibentuk oleh lingkungan, maka dinamika sosial dari pelaku juga harus dibaca.
Maka, harus ada studi interdisipliner. Tidak bisa diselesaikan dengan kajian yang hanya sosiologis atau psikologis. Harus ada kontribusi beragam ilmu pengetahuan untuk melihat dinamika psikologis dan sosial dan bagaimana dia berinteraksi.
Terorisme tidak juga person to person meskipun ada yang demikian. Namun, terorisme di era kontemporer ini kekuatan yang terorganisasi. Boleh jadi didukung kekuatan finansial dan jejaring.
Belakangan juga muncul teror yang mengatasnamakan agama. Ini kemudian menjadi pembenaran orang untuk mengatakan bahwa agama turut andil. Dalam konteks ini, sikap kita harus bagaimana?
Saya melihat kepentingan agama tidak di depan. Tidak sebagai kepentingan utama bagi seseorang melakukan tindak terorisme, tetapi sebagai faktor berikutnya. Agama digunakan oleh pelaku untuk memperbesar daya gedor sehingga, kalau mengatakan dengan identitas Islam, akan lebih punya resonansi.
Sebetulnya saya melihat bahwa ada faktor pada level state dan global. Ini level makronya. Seorang melakukan tindakan perlawanan, pemberontakan, dan sebagainya itu karena ada kebijakan negara yang memarjinalkan kelompok tertentu. Ketika mereka tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menaklukkan kekuatan negara, jalan yang paling efektif adalah teror. Ada kemungkinan karena saluran aspirasi mampat.
Israel-Palestina kembali memanas setelah AS mengambil sikap soal Jerusalem. Bagaimana masalah ini jika ditilik dari hasil telusur jejak genealogis terorisme tadi?
Kita dapat mengatakan bahwa persoalan utama terorisme dan kekerasan yang terjadi di dunia Islam adalah reaksi atas kekerasan dan ketidakadilan Barat. Ini khususnya keberpihakan Barat dalam konflik Israel-Palestina.
Kebijakan Trump secara unilateral yang mengklaim Jerusalem sebagai ibu kota Israel semakin meneguhkan Barat, dalam hal ini Amerika Serikat, sebagai sumber perlawanan dengan kekerasan dan bahkan teror. Dalam situasi ketidakadilan yang kasatmata itu dan, pada saat yang sama, berbalut dengan kelemahan sumber daya serta diplomasi, sering kali jalan teror menjadi pilihan terburuk, tetapi niscaya.