Membuat video blog atau vlog sudah tidak asing buat generasi milenial. Apa pun mereka tuangkan dalam vlog, mulai tutorial hingga kisah hidup sehari-hari. Isi vlog memang boleh apa saja, tetapi lebih bijak memilih konten positif agar vlog kamu juga bisa memotivasi anak muda lainnya.
Pesan itulah yang terungkap dalam acara ngobrol soal vlog di Kantor Redaksi Kompas, Jakarta, Senin (18/12). Ngobrol soal vlog jadi bagian rangkaian acara penyerahan hadiah bagi pemenang Kompetisi Vlog dan Esai #100TahunIndonesia yang digelar harian Kompas.
Ngobrol soal vlog diisi oleh pewarta foto harian Kompas Arbain Rambey dan dua personel Cameo Project: Martin Anugrah dan Bobby Tarigan atau Ibob.
Acara berlangsung seru. Ternyata banyak hadirin yang sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi dan siswa SMA ingin tahu lebih banyak tentang pembuatan vlog, terutama soal bagaimana memilih konten dan memulai bikin vlog.
”Bagaimana memulai? Ya, mulailah membuat dengan kamera di telepon seluler atau kamera apa saja,” jawab Ibob bercanda.
Ibob dan Martin dari Cameo Project sudah membuat vlog yang mereka unggah ke YouTube sejak 2012. Keduanya memberi tips singkat, tentukan isi atau pesan apa yang akan disampaikan lewat vlog. Buatlah skrip untuk memudahkan saat shooting. ”Kalau belum terbiasa tampil di depan kamera, berlatih aja dulu supaya penampilan enggak kaku,” kata Martin.
Dua anggota Cameo Project tersebut menyarankan agar membuat vlog berisi pesan positif untuk menangkal berita hoaks yang berseliweran di dunia maya. Pesan positif itu berdampak baik bagi kehidupan si pembuat vlog. Kalau bikin yang negatif, reaksinya bisa macam-macam. Itu semua abadi lho. ”Jangan sampai nanti anak-cucu kita kaget lihat isi vlog kita. Oh, orangtua kita (dulu), kok, begitu he-he,” tutur Ibob.
Riset
Membuat karya apa pun, termasuk vlog dan tulisan, perlu riset. Jangan dipikir riset itu mesti ribet. Ada juga riset
kecil-kecilan yang enggak terlalu ribet, seperti mengamati lingkungan atau perilaku orang.
Michelle Marrietta Secoa, alumnus Universitas Indonesia, mengatakan, sebelum menulis esai, dia selalu meriset bahan-bahan tulisan yang diperlukan. Hasilnya, tulisan esai Michelle berjudul, ”Seandainya Saya Orang Indonesia: Gambaran Industri Kreatif Nasional di Tahun 2045” berhasil menjadi juara satu Kompetisi Vlog dan Esai #100TahunIndonesia. Selamat, ya, Michelle!
Michelle yang menyukai Korea Pop langsung terpikir menulis mengenai seandainya Indonesia mempunyai industri kreatif yang keren seperti Korea. Dia melakukan riset sederhana untuk memperkuat tulisannya. Dan, dia menemukan bahwa tantangan terbesar di Indonesia saat ini adalah bagaimana kemampuan generasi muda dalam menggerakkan dan mengikat kebinekaan ditingkatkan. Beragam produk kreatif yang dihasilkan semestinya juga diikat dalam satu label, yakni Indonesia.
”Lumayan juga, sebelum menulis sudah bikin riset kecil-kecilan. Persiapan menulisnya satu bulan,” ujar Michelle yang suka juga menulis puisi.
Juara Kedua Kompetisi Esai diraih Wawan Kurniawan asal Makassar yang menulis esai berjudul ”Indonesia Melawan Korupsi dengan Sastra”. Juara Ketiga, Tyas Hayuwati, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan esai ”E-Commerce Meluas, Pasar Nyata Mulai Pasang Strategi Baru”.
Wawan yang alumnus Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, selain menjadi juara kedua, juga menjadi juara favorit. Karena dapat dua gelar, dia sampai kerepotan memegang hadiah dan aneka bingkisan.
Untuk Kompetisi Vlog, juara pertama diraih Yudhistira Udd Sondakh dengan karya berjudul ”#100TahunIndonesia Koruptor Hypebeast”. Sayangnya, Yudhistira tidak bisa datang untuk menerima hadiah. Ia diwakili oleh ibunya. ”Mungkin Yudhistira lagi sibuk bikin vlog untuk kompetisi lainnya,” kata pembawa acara dengan bercanda.
Juara Kedua direbut Zakki Marhan dengan karya ”#100TahunIndonesia Sama Pasar, Sama Besar”. Juara Ketiga, Ibnu Anwardani dengan karya ”#100TahunIndonesia Millenials dan Harta Karun Indonesia”. Vlog mereka bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=cegVB-SFbJA. (SIE/TRI)