Nah, itu baru sebagian dari nilai-nilai baik keluarga yang diturunkan dari generasi ke generasi. Di keluarga lain pasti ada nilai-nilai baik yang mereka pertahankan dan pelihara sampai sekarang, misalnya berhemat dan tidak membuang makanan atau menghamburkan uang. Tentu saja banyak keluarga yang menekankan pentingnya menjunjung tinggi kejujuran, melarang merendahkan apalagi melecehkan orang lain.
Meski sedikit berbeda, pada intinya sangat penting untuk terus menjaga nilai-nilai baik dalam keluarga. Nilai-nilai ini diperlukan untuk menghadapi kerasnya kehidupan, membantu mengatasi masalah, dan sebagai bekal hidup bermasyarakat nanti.
”Di keluarga kami, semua anak harus selalu menghormati yang lebih tua, terutama ayah-ibu. Kami pun harus mendengar dan mematuhi perintah serta larangan orangtua,” kata Wilhelmina Ohoitimur, mahasiswa Jurusan Usaha Perjalanan Wisata Sekolah Tinggi Pariwisata Jakarta, Selasa (19/12), di Jakarta.
Saat ini, Wilhelmina tinggal sendiri di Jakarta untuk urusan kuliah. Dia meninggalkan keluarganya di Pulau Kei, Maluku. Meski berjauhan dengan orangtuanya, dia masih ingat pesan-pesan serta nasihat mereka.
”Mereka meminta saya fokus belajar agar kuliah tak terbengkalai. Sejak awal, niat saya datang ke Jakarta untuk kuliah, bukan untuk main-main. Saya juga harus menjaga pergaulan dan menghormati norma yang berlaku. Tidak boleh asal bicara,” ujar Wilhelmina.
Dia mengakui, ketika pertama kali datang ke Jakarta, sangat kaget. Alasannya, Jakarta sangat jauh berbeda dengan lingkungan sekitar rumahnya di Pulau Kei. Dia pun menabahkan hati agar kuat bertahan tinggal di Jakarta.
Melanggar
Ghinari Oryza Sativa Putri, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, juga tinggal berjauhan dengan orangtuanya yang berdomisili di Jakarta. Setiap kali pulang dan hendak kembali ke Semarang, ayah-ibunya pasti selalu berpesan untuk mendirikan shalat lima waktu dan melaksanakan salat sunah.
”Shalat sunah tidak bisa selalu saya penuhi. Salat dhuha, misalnya, pasti saya sedang kuliah di kelas. Tahajud juga begitu, tidak selalu bisa karena banyak mengerjakan tugas kuliah saat malam hari sampai tidak sempat tidur,” tutur Ghinari.
Dia juga mendapat nasihat agar tidak sampai pacaran saat berusaha merampungkan studi. ”Tentu saja saya pernah naksir cowok. Sampai semester V ini saya belum punya pacar. Namun, saya memiliki teman dekat laki-laki. Kami sangat dekat, tetapi tidak berpacaran,” ucap Ghinari tegas.
Perkara melanggar aturan, Wilhelmina pun mengalami. Orangtuanya mengharapkan dia tidak bergaul dengan teman yang kurang baik. ”Saya punya teman seperti itu, pernah pula ke tempatnya karena ingin tahu. Hanya sekadar ingin tahu, bukan untuk dijadikan teman dekat,” kata Wilhelmina.
Selain bersikap sopan dan menghormati yang lebih tua, Silmi Lestari, mahasiswa Jurusan Tata Rias Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta diajarkan untuk tahu membawa diri dan bersikap yang pantas dengan lingkungannya.
”Ayah mengajarkan bagaimana bertanggung jawab, selalu sopan, dan berani bertindak tegas,” ucap Silmi.
Contoh orangtua
Psikolog keluarga Dessy Ilsanti menilai, keluarga memiliki peran sangat penting dalam membangun karakter individu. Pesan kearifan keluarga memainkan perannya sebagai norma pembimbing diri untuk selalu berada di jalur yang benar.
”Bagaimana individu berperilaku menghadapi problem di kehidupan ditentukan bagaimana keluarga membentuk karakternya,” ujarnya.
Dessy menekankan, orangtua adalah teladan dan model terdekat dalam memberi contoh bagi anak-anaknya. Cara terbaik meneruskan pesan kearifan di dalam keluarga adalah dengan melakukannya sepenuh hati.
”Orangtua mencontohkan dengan bertutur kata lembut, baik kepada anak-anak, nenek dan kakek, saudara dan kerabat, bahkan kepada mereka yang bekerja membantu di rumah. Hal ini menunjukkan rasa hormat, sopan santun, selalu menghargai orang lain, dan tidak mudah berucap kasar kepada orang-orang di sekitar kita,” imbuh Dessy.
Musisi sekaligus ayah dua anak, Agustinus Gusti Nugroho alias Nugie, terlibat dalam kampanye ”95 Pesan untuk Masa Depan”. Dia pun mencari pesan kearifan keluarga di berbagai daerah di Indonesia. Dia berkunjung ke delapan provinsi untuk bertemu keluarga-keluarga di sana, bersilaturahim dan mempelajari pesan kearifan yang diturunkan dari generasi ke generasi.
”Perjalanan ke sejumlah daerah di Indonesia itu bak oase yang menyegarkan. Saya terkesima mendengar bagaimana nilai-nilai kehidupan yang begitu mulia yang disampaikan orangtua kita masih tertanam kuat dan diteruskan oleh keluarga generasi berikutnya. Betapa nilai-nilai ini telah menjadikan kita sebagai bangsa yang besar dan berdaulat,” ungkapnya.
Dia sendiri banyak mengajarkan nasionalisme ke anak-anaknya, mulai dari lagu-lagu sampai aneka permainan tradisional. ”Saya tidak biarkan anak-anak sibuk dengan gawai, tetapi bermain dengan teman-temannya,” kata Nugie. (TIA)