Pohon Akar Langit, Dulu Misterius Sekarang Jadi Obyek Wisata
Batangnya bagaikan rambut raksasa yang dipilin dan dikepang. Dahan dan akarnya juga menjalar dan membentang ke berbagai penjuru arah mata angin.
Masyarakat sekitar menyebutnya pohon trinil atau akar langit. Bentuknya menyerupai pohon dedalu raksasa dalam film yang diadaptasi dari kisah rekaan JK Rowling, Harry Potter.
Keunikan pohon trinil di Dusun Widhe, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, itu menjadi tempat menarik untuk berswafoto hingga foto pranikah.
Akar dan batangnya meliuk-liuk, membentuk jalinan jejaring seperti tali-temali saling melilit yang terbentuk secara alami.
Banyak pengunjung merasa sedang berada di kawasan hutan misterius. Desy Triyana (21), asal Surabaya, penasaran dengan pohon yang viral di media sosial itu. Setelah datang, ia menganggap pohon trinil memang unik dan asyik buat swafoto. ”Rasanya seperti di film Harry Potter,” katanya.
Lokasi pohon trinil ada di kawasan hutan milik Perhutani, tepatnya Petak 35 C1 Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Lembor. Kawasan seluas 6,3 hektar itu berada di perbukitan. Kini, lokasi itu telah dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata.
Sesuai kesepakatan Perhutani dan pemerintahan desa setempat, sejak 13 September lalu, obyek wisata itu dinamai ”Wisata Rumah Pohon Lestari”.
Wisatanya dikelola Desa Sendangharjo melalui Karang Taruna Layar Terkembang. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Hijau Lestari dari Desa Lembor dan LMDH Wono Lestari dari Desa Sendangharjo juga dilibatkan.
Rasanya seperti di film Harry Potter.
Pengunjung berkisar 500 hingga 1.000 orang per hari. Pada akhir pekan, jumlahnya bisa mencapai 2.000 orang.
Pada momen liburan sekolah, seperti Natal dan Tahun Baru, pengunjung ditargetkan bisa 3.000 sampai 5.000 orang per hari.
Media sosial
Pohon trinil di Widhe menjadi populer setelah diunggah ke media sosial. Awalnya, pemuda setempat, Ali Rahman (19), melintasi lokasi itu saat berburu burung. Ia mengambil gambar pohon itu dan mengunggahnya di media sosial. Fotonya menjadi viral. Banyak orang yang penasaran pun berdatangan.
Sebelumya, pohon trinil tumbuh liar tidak terawat dan tidak dilirik. Karena lentur, trinil biasanya digunakan untuk tali pengikat kayu bakar atau rumput dan tumbuhan pakan ternak. Akarnya kadang dipakai untuk dekorasi pernikahan.
Warga sekitar, Mat Ambari (52), menyebut usia pohon trinil yang kini menjadi tempat foto terfavorit itu sekitar 25 tahun. Menurut dia, pada 1989 kawasan itu ditanami pohon mahoni. Pohon trinil tumbuh liar. Akar dan batangnya melilit-lilit, termasuk membelit mahoni.
Sedikitnya ada lima titik pohon trinil yang menarik untuk berfoto. Titik pohon trinil yang paling favorit adalah yang batang dan akarnya membentang ke segala arah sehingga bagus untuk foto pranikah.
Pohon trinil yang merambat vertikal bisa untuk foto gaya Tarzan. Ada pula yang melengkung, bisa untuk foto gaya duduk atau tidur-tiduran. Pohon-pohon itu kini mendatangkan banyak pengunjung.
Melihat banyak yang datang, Muskarlina dan Kholis, warga sekitar, mulai berjualan sejak 28 Agustus lalu. Dagangan mereka pun laku keras.
Keberadaan pohon trinil mendatangkan berkah bagi warga desa. Bermunculan pula pedagang makanan dan minuman serta jasa parkir dadakan. Kini ada 35 pedagang di lokasi tersebut.
Muskarlina (24) menyebutkan, saat pedagang hanya berjumlah 10 orang, omzetnya berkisar Rp 600.000 hingga Rp 800.000 per hari. Bahkan, pada Sabtu dan Minggu, omzetnya mencapai Rp 1,2 juta.
Namun, saat pedagang bertambah banyak, omzetnya turun menjadi Rp 300.000-Rp 400.000 pada hari biasa, sementara pada akhir pekan Rp 600.000-Rp 900.000 per hari.
”Namun, ini tetap berkah sekali bagi kami. Tadinya hanya mengurus rumah, kini ada penghasilan tambahan,” ucap ibu dua anak itu.
Para pemuda pun tidak ketinggalan membuka jasa parkir. Pada hari biasa bisa terhimpun sekitar Rp 800.000 per hari, pada akhir pekan bisa mencapai Rp 1,5 juta dari parkir. Karcis tanda masuk mulai diberlakukan sejak 15 Oktober lalu.
Pengunjung dikenai biaya parkir Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Hasil pengelolaan tiket masuk sementara ini diarahkan untuk pengembangan fasilitas wisata.
Kini ada penghasilan tambahan bagi warga.
Hasil parkir 70 persen untuk pengelola dan 30 persen untuk sarana prasarana. Pemasukan dari tiket berkisar Rp 800.000 hingga Rp 1 juta.
”Awal tiket masuk diberlakukan, pemasukan tembus Rp 4 juta karena pas hari Minggu,” ujar Kepala Desa Sendangharjo Ahmad Kirom.
Agar semakin menarik pengunjung, pemuda desa memajang kalimat unik dan menggelitik di beberapa tempat.
Tulisan jenaka itu antara lain berbunyi, ”Pacar orang sebenarnya adalah pacar kita juga, karena kita juga orang”, atau ”Mantan kok dikenang? Emang mantan lu pahlawan?”.
Jaga ekosistem
Ahmad Kirom menuturkan, selain dijadikan destinasi wisata alam, di kawasan itu enurut rencana juga akan dikembangkan wahana outbound dan bumi perkemahan. ”Bahkan, ada pula yang survei mau dijadikan lokasi paralayang,” ujarnya.
Kini, kawasan wisata itu dilengkapi wahana ”Perahu di Atas Awan” di puncak bukit. Pengunjung bisa berfoto di atas perahu buatan dari bambu itu dengan latar belakang tanaman dan hamparan lahan di bawah bukit. Tarifnya Rp 5.000. Jumlah pengunjung yang masuk ke perahu itu hanya dibatasi maksimal empat orang.
Pemerintah desa dan Perhutani telah mengatur kerja sama agar pengembangan wisata di Widhe tidak merusak ekosistem alam.
Itu juga yang membuat obyek wisata diberi nama ”Wisata Rumah Pohon Lestari” karena mengandung spirit menjaga kelestarian alam.
Kepala RPH Lembor Andik Setiyono meminta pengembangan potensi wisata tidak mengganggu peninggalan sejarah dan tidak merusak hutan.
Kawasan itu menjadi tumpuan warga sekitar, terutama untuk dondon (mencari pakan ternak kambing dan sapi). Hutan itu juga menjadi paru-paru desa, sumber udara segar.
Di kawasan itu juga terdapat 16 goa tempat persembunyian tentara Jepang, antara lain Goa Bollet. Di atas goa terdapat batu-batu besar yang bisa menjadi obyek untuk berfoto. Dari atas batu itu terlihat hamparan hijau di dataran rendah.
Ketua Karang Taruna Layar Terkembang Desa Sendangharjo Abdul Aziz Rohman menyebutkan, pemerintahan desa, karang taruna, dan Perhutani berupaya menghidupkan destinasi wisata baru.
Anak-anak muda mengumpulkan batu kali untuk membuat trap (undakan) akses jalan naik dan turun bagi pengunjung.
Disebut Wisata Rumah Pohon Lestari karena mengandung spirit menjaga kelestarian alam.
Tali disiapkan di kiri kanan akses jalan ke puncak bukit agar pengunjung tidak terjatuh.
Namun, pengelola perlu pula memikirkan fasilitas toilet karena pengunjung juga berasal dari Surabaya hingga Jakarta.