LHOKSEUMAWE, KOMPAS — Pasokan gas industri di Sumatera Utara kembali normal, Sabtu (30/12), setelah krisis selama 26 hari akibat perbaikan dan pemeliharaan mesin produksi gas di Aceh. Tata kelola gas di Sumut dan Aceh harus diperbaiki agar krisis gas tidak berulang. Di Aceh, PT Pupuk Iskandar Muda sudah dua bulan tidak berproduksi karena tidak ada gas.
”Harus ada perbaikan tata kelola gas industri di Sumatera Utara dan Aceh agar krisis gas jangan berulang lagi,” kata Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah RI Parlindungan Purba saat kunjungan kerja ke PT Perta Arun Gas (PAG), di Kota Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (30/12).
Turut hadir anggota DPD RI asal Aceh Sudirman, Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya, Direktur Teknik dan Operasi PAG Budiyana, General Manager PT Pertamina Hulu Energi (PHE) North Sumatera Offshore dan North Sumatera B Adi Harianto, dan Direktur SDMU PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Usni Syafrizal.
Kepala Penjualan Area Medan PT PGN Saiful Hadi mengatakan, pasokan gas yang mereka terima dari Aceh berangsur naik sejak Jumat (29/12) malam. Pada Sabtu, mereka memperoleh sekitar 11 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau mendekati kebutuhan, yakni 12,5-13 MMSCFD. Pasokan itu meningkat dibandingkan dengan selama krisis yang hanya sekitar 6 MMSCFD.
Saiful mengatakan, selama krisis, gas tak bisa digunakan untuk produksi karena tekanannya tidak memadai. Gas di Sumut dipasok dari lapangan produksi PHE NSO dan NSB yang diturunkan kadar sulfurnya oleh PAG.
Kekurangan MDEA
Adi mengatakan, saat ini pasokan gas siap pakai dari PHE NSO dan NSB hanya sekitar 10 MMSCFD. Pasokan itu jauh di bawah kapasitas produksi sekitar 60 MMSCFD. Menurut Adi, mereka tidak dapat memasok gas dalam jumlah banyak karena PAG kekurangan bahan kimia methyl diethanolamine (MDEA) yang berguna untuk menurunkan kadar sulfur gas.
Budiyana menyatakan, PAG saat ini memang kekurangan MDEA, tetapi tidak mengganggu pasokan gas ke Sumut. Menurut dia, krisis gas yang terjadi di Sumut karena pemeliharaan dan perbaikan mesin secara bersama oleh PAG, PHE NSO dan NSB, serta PIM. Perbaikan PAG telah selesai 19 Desember. Budiyana menyatakan, mereka kekurangan MDEA karena ada regulasi baru di India, negara pengekspor MDEA. Akhir Januari 2018, pasokan MDEA diperkirakan tiba di Aceh.
Sementara itu, Usni Syafrizal menyatakan, pabrik PT PIM sudah dua bulan tidak berproduksi akibat ketiadaan gas. Hal itu membuat mereka harus membeli pupuk dari pabrik lain untuk memenuhi penugasan penyediaan pupuk bersubsidi.
Usni mengatakan, kebutuhan gas untuk mengoperasikan pabrik minimal 48 MMSCFD. Namun, pasokan gas masih jauh di bawah kebutuhan tersebut. Jika dipaksakan berproduksi, mereka hanya bisa menghasilkan amonia, padahal seharusnya sudah dalam bentuk urea. Akibat krisis gas, biaya produksi PT PIM juga membengkak. Untuk memanaskan mesin yang mati akibat pasokan gas yang putus, tambahan biaya bahan bakar gas mencapai Rp 5 miliar. (NSA)