Ditjen Pajak Optimistis Target Pajak 2018 Bakal Tercapai
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi penerimaan pajak selama 2017 mencapai Rp 1.151,5 triliun, atau 89,74 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 yang senilai Rp 1.283,6 triliun.
Meskipun penerimaan pajak 2017 tidak maksimal, Direktorat Jenderal Pajak tetap mematok target penerimaan pajak yang ambisius pada 2018, yakni Rp 1.424 triliun.
Penerimaan pajak 2017 didominasi dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas sebesar Rp 596,89 triliun serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp 480,73 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, realisasi penerimaan pajak 2017 tumbuh 4,08 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Robert, pertumbuhan pajak tahun 2017 akan lebih tinggi apabila penerimaan pajak tahun 2016 yang bersifat tidak berulang, seperti pengampunan pajak atau tax amnesty dan revaluasi aset yang mencapai Rp 122,7 triliun tidak dihitung.
”Apabila penerimaan tidak berulang dikeluarkan dari perhitungan, pertumbuhan penerimaan pajak 2017 mencapai 15,8 persen,” ucap Robert, saat konferensi pers kinerja pajak di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, Jumat (5/1).
Robert juga mengatakan, selama 2017 terjadi peningkatan kepatuhan membayar pajak yang cukup signifikan.
Pada 2017, ada 12,05 juta wajib pajak (WP) yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari 16 juta WP yang terdaftar.
Kepatuhan pun terlihat pada kenaikan nilai PPh Pasal 25 orang pribadi. Pada 2016 pertumbuhan PPH orang pribadi tumbuh negatif 35,66 persen, tetapi 2017 pertumbuhan melonjak sampai 47,32 persen. ”Itu semua karena efek positif pengampunan pajak,” kata Robert.
Target meningkat
Melihat kondisi tersebut, Ditjen Pajak optimistis target pajak 2018 sebesar Rp 1.424 triliun akan tercapai. Ditjen Pajak akan fokus meningkatkan PPh nonmigas yang ditargetkan mencapai Rp 817 triliun dan PPN yang ditargetkan sebesar Rp 541,1 triliun.
Untuk itu, Ditjen Pajak akan melanjutkan reformasi perpajakan dengan membangun kepatuhan jangka panjang yang berkelanjutan.
Robert menyebutkan, pihaknya akan tetap menggunakan extra-effort untuk menarik pajak lebih banyak. Extra-effort adalah usaha ekstra yang dilakukan untuk pengawasan kepatuhan pajak. Salah satu caranya adalah proaktif mengejar pihak-pihak yang tidak membayar pajak.
Pada 2017, extra-effort mampu memberi sumbangan 15 persen dari total penerimaan pajak. Sementara 85 persen lainnya berasal dari kesadaran wajib pajak sendiri dalam membayar pajak.
”Kami akan teruskan 2018. Extra-effort juga penting untuk menjaga jumlah yang 85 persen tetap patuh. Jangan sampai mereka berpikir, kalau enggak bayar enggak apa-apa,” kata Robert.
Target penerimaan pajak 2018 telah memperhitungkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,4 persen tahun 2018.
Sulit dicapai
Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mendorong penerimaan pajak. ”PPN itu mewakili PDB. Kalau PDB Rp 12.000 triliun, PPN kan 10 persen, berarti penerimaan pajak bisa Rp 1.200 triliun,” kata Lana.
Namun, menurut Lana, target penerimaan pajak 2018 sebesar Rp 1.424 triliun akan sulit dicapai. Ia memperkirakan, penerimaan pajak tahun 2018 hanya akan tumbuh 10 persen dibandingkan realisasi tahun 2017.
Artinya, apabila penerimaan pajak tahun 2017 sebesar Rp 1.151,5 triliun, kemungkinan besar penerimaan 2018 hanya sebesar Rp 1.300 triliun. Ini berarti Ditjen Pajak memiliki tugas berat untuk mencapai target.
Menurut Lana, cara terbaik yang bisa dilakukan Ditjen Pajak adalah dengan mempercepat reformasi perpajakan. ”Kita masih punya ruang yang cukup besar untuk penerimaan pajak dari PPN,” katanya.
Saat ini, kata Lana, belum ada sistem menyeluruh yang mengotomatisasi penarikan PPN.
”Kalau sekarang kita membeli di toko kan tidak otomatis ke kas negara. Belum tentu dibayar oleh toko. Ini yang perlu dikejar,” ucapnya.
Lana mengatakan, Ditjen Pajak bisa mencontoh sistem yang dilakukan pada restoran cepat saji McDonald’s. PPN dari restoran itu langsung masuk ke kas daerah.
Dengan mengoptimalkan PPN, target penerimaan pajak berpotensi tercapai.
Peraturan e-dagang
Untuk menambah penerimaan pajak, Ditjen Pajak juga sedang mempersiapkan aturan untuk penerapan pajak perdagangan elektronik atau e-dagang. Menurut Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo, tarif PPN yang dikenakan tetap sama, yaitu 10 persen.
”Kami sedang duduk bareng pengambil keputusan lain, sedang mencari cara untuk model pemungutannya dan cara-cara menangani pajak e-dagang,” kata Suryo.
Suryo menambahkan, permasalahan e-dagang memang cukup kompleks. Salah satunya karena banyak pelaku usaha yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Ia pun memastikan akan menindaklanjuti pajak e-dagang setelah ada pengumuman resmi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani.
”Tunggu saja regulasi e-dagang. Ini bukan peraturan baru, hanya menyesuaikan saja,” ucap Suryo. (DD06)