Harmoni Dawai Sasando Jadi Inspirator Birokrat NTT
Bangunan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur menjadi pusat destinasi wisata baru bagi warga. Bentuk bangunan bagian depan, tepatnya pendopo masuk kantor, menyerupai dawai alat musik sasando.
Alat musik instrumen tradisional asal suku Rote ini memiliki bunyi harmonis jika dimainkan maestro sasando. Keharmonisan nada-nada ini diharapkan menjadi inspirator aparatur sipil negara yang mendiami kantor itu dalam melayani masyarakat.
Keindahan bunyi alat musik sasando sudah mendunia. Sasando memiliki 24-84 dawai, yang mengelilingi satu ruas bambu atau pipa. Untuk membuat getaran bunyi sasando semakin nyaring didengar dipasang daun lontar kering di bagian belakang berbentuk setengah bujur.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTT Andre Koreh di Kupang, Sabtu (13/1), mengatakan, desain gambar kantor gubernur merupakan hasil sayembara terbuka yang berlangsung pada 3 Oktober-13 November 2014. Sebanyak 10 peserta sayembara, 8 orang dari NTT dan 2 orang dari luar NTT.
Namun, hanya 4 peserta yang mengusulkan desain gambar kantor. Tiga dari empat orang yang bersedia mempresentasikan gambar. Tim juri akhirnya memutuskan desain gambar dari Yoseph Liem sebagai pemenang, dan gambar itu dipakai untuk mendesain Kantor Gubernur NTT saat ini.
”Yoseph Liem memilih budaya lontar dengan sasando sebagai ikonnya. Sasando merupakan alat musik tradisional asal NTT, yang sudah mendunia. Harmonisasi bunyi dawai sasando melahirkan nada-nada harmonis. Keharmonisan nada-nada instrumen itu diharapkan menjadi spirit atau roh bagi penghuni kantor itu,” kata Koreh.
Sejarah sasando
Wempi Pah (54), warga Rote, salah satu ahli waris alat musik sasando, mengatakan, asal-usul sasando memiliki cerita khusus. Konon di Pulau Ndana, Kabupaten Rote Ndao, sekitar abad ke-7 Masehi hidup seorang raja yang sangat menggemari musik dari berbagai belahan dunia. Datanglah seorang pemuda buangan ke pulau itu bernama Sangguana. Ia memiliki jiwa seni yang luar biasa.
Ia pun diundang sang raja ke istana. Sang raja meminta ia menciptakan sebuah alat musik yang belum pernah didengar dan dimainkan orang lain untuk menghibur putrinya di istana itu. Jika alat musik itu menghasilkan bunyi yang bagus, akan dipersembahkan kepada putri raja itu.
Sangguana pun berpikir siang dan malam untuk menciptakan alat musik terbaik bagi putri raja. Suatu malam ia bermimpi seorang pria memperlihatkan sebuah alat musik dengan bahan-bahan yang diambil dari lontar dan bambu yang ada di pulau itu. Alat musik itu kemudian menghasilkan bunyi yang sangat indah.
Begitu bangun dari tidur, Sangguana langsung mencari bahan-bahan yang dimimpikan itu. Ia lalu membuat alat musik sesuai yang dilihat dalam mimpi. Ternyata hasil karyanya itu menghasilkan bunyi musik yang sangat indah. Alat musik ciptaanya itu diberi nama ”sandu”. Kemudian Sangguana memainkan alat musik itu di depan putri raja dengan membawakan sebuah lagu berjudul ”Sari Sandu”.
Putri raja sangat terkesima melihat dan mendengar bunyi musik itu. Alat musik itu pun dipersembahkan kepada putri raja. Putri raja kemudian memberi nama alat musik itu ”depo hitu”, artinya dalam sekali petikan, tujuh dawai (senar) bergetar sekaligus. Namun, nama depo hitu tidak begitu populer di kalangan masyarakat Rote. Nama sari sandu terus dipertahankan oleh seniman Rote sampai hari ini.
Dalam perkembangannya, nama sari sandu berubah nama menjadi sasando sampai hari ini. Sasando memiliki 24-84 dawai (senar). Karena itu, sasando hanya bisa dimainkan oleh orang yang benar-benar memiliki darah seni.
Menjadi inspirator
Bangunan kantor gubernur itu kini menjadi pusat destinasi baru bagi warga NTT dan luar NTT. Setiap orang yang datang ke Kupang selalu menyempatkan diri mengambil gambar atau berfoto di depan pendopo kantor itu.
Kantor itu mulai ditempati Desember 2016. Rencana peresmian kantor oleh presiden dijadwalkan tiga kali, yakni akhir Desember 2016, Maret 2017, dan 20 Desember 2017, tetapi baru terealisasi pada 9 Januari 2018 oleh Presiden Joko Widodo. Kantor itu menampung sekitar 2.000 karyawan dari total 9.000 karyawan Setda Provinsi NTT.
Harmonisasi musik sasando diharapkan menjadi inspirator bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di kantor yang dibangun dengan nilai Rp 165 miliar itu. Membangun sikap disiplin dan meningkatkan kinerja aparatur sipil negara (ASN) butuh waktu. Latar belakang suku, agama, dan asal-usul berbeda-beda.
Perbedaan itu harus disesuaikan dengan aturan kepegawaian yang ada sehingga benar-benar berjalan seirama dan harmoni sesuai harapan. Tahap pertama adalah sosialisasi tentang disiplin, kerja keras, tanggung jawab, dan kejujuran.
Kinerja karyawan di kantor gubernur menjadi lokomotif bagi kinerja setiap PNS yang bekerja di bawah koordinasi kantor gubernur. Pelayanan prima di kantor gubernur menjadi contoh pelayanan publik yang cepat, jujur, adil, dan transparan kepada seluruh lapisan masyarakat NTT.
Sekretaris Daerah NTT Benediktus Polomaing mengatakan, pihaknya sedang membenahi birokrasi secara internal. Aparatur sipil negara (ASN) dituntut bekerja maksimal di kantor baru, dengan mengedepankan pelayanan dan disiplin.
ASN tidak boleh lagi masuk kantor lebih dari pukul 08.00 Wita. Mereka wajib mengikuti apel bendera pagi hari setiap pukul 07.30 Wita sehingga pada pukul 08.00 Wita mereka mulai bekerja di kantor itu.
”Kami juga sedang membenahi arsip-arsip daerah yang ada di 48 satuan kerja perangkat daerah. Kantor Badan Kearsipan Daerah NTT ditunjuk menjadi mentor dalam mengelola semua arsip di setiap satuan kerja perangkat daerah atau SKPD provinsi,” katanya.
Dengan demikian, semua arsip atau dokumen di setiap SKPD bisa dikelola. Tahap pertama penataan arsip di kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) provinsi. Dengan ini, setiap ASN yang mengurus proses kenaikan pangkat, kepindahan, cuti, dan seterusnya bisa diproses dengan mudah. Keberhasilan suatu birokrasi butuh dukungan dan kerja sama semua bidang dan unit kerja di lembaga itu.