Antonio Jatsaun, bocah berumur 1 tahun, terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tubuh mungilnya dilanda demam 38 derajat celsius. Sang perawat yang menjaganya, tanpa henti menempelken kain basah warna putih di kening si bocah.
Antonio salah satu anak penderita campak dan dirawat di Rumah Sakit Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Jumat (12/1). Kabupaten itu tengah dilanda kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk. Ada 11 anak lain yang dirawat di RS Agats bersama dengan Antonio.
Napas Antonio naik-turun dan sesekali batuk kering. Tubuhnya penuh bintik berwarna hitam saat diperiksa dr Carol Jaqueline, di ruang High Care Unit (HCU) RS Agats.
Tampak sebuah monitor dengan layar selebar 10 inci terus memantau kondisi kesehatan Antonio. Cairan infus dan satu tabung oksigen menjadi penopang hidupnya. Pada hari pertama dirawat, temperatur badan Antonio bahkan mencapai 40 derajat celsius.
Di samping Antonio, kedua orangtuanya, Gerson Jaun dan Funita Bakpat, terus mendampingi. Pasangan dari Kampung Nakai, Distrik Pulau Tiga, itu berharap anaknya segera pulih.
Gerson pernah membawa anaknya ke Puskesmas Nakai di pusat Distrik Pulau Tiga pada Desember 2017. Namun, tiada tenaga kesehatan di tempat itu.
”Saya bersama istri kembali membawa Antonio untuk tinggal dalam hutan hingga akhirnya tim medis dari Agats membawa anak kami ke rumah sakit,” ujar pria berusia 30 tahun ini.
Di ruang HCU juga terdapat dua pasien anak balita yang menderita gizi buruk. Keduanya kakak beradik, Barnabas Berpit (3) dan Mario Berpit (2). Keduanya tampak kurus kering dan dibantu cairan infus. Berat badan Barnabas hanya 7 kilogram dan Mario 6 kg.
Sang ibu, Yuliana Dorang (25), tanpa lelah menemani kedua buah hatinya selama lima hari terakhir. Tubuh sang ibu juga kurus. ”Selama ini keduanya jarang minum susu dan makan seadanya saja. Sebab, saya bersama suami setiap hari harus berkebun,” kata Yuliana.
Perjuangan anak
RS Agats yang didirikan sejak 2009 itu, menjadi saksi perjuangan hidup anak-anak Asmat untuk selamat dari campak dan gizi buruk, lima hari terakhir. Antonio termasuk yang beruntung setelah diselamatkan tim medis dan dievakuasi ke RS Agats pada Selasa lalu.
Selain itu, empat anak lain ditemukan dalam kondisi kritis oleh tim medis Pemkab Asmat, dari hasil pemeriksaan rumah ke rumah di sejumlah pedalaman, termasuk Distrik Pulau Tiga, harus ditempuh empat jam dengan kapal cepat dari Agats. ”Jika tim medis gagal menemukan empat anak ini, mungkin kondisi mereka memburuk dan bisa meninggal,” kata Carol.
Sejauh ini, tercatat 23 anak di Distrik Pulau Tiga, yakni di Kampung Kapi, As, dan Atat harus meregang nyawa akibat penyakit itu. Mereka terlambat ditanangani tim medis.
Pada Minggu lalu, terdapat seorang anak balita yang dirawat di sana. Namun, anak malang itu tak dapat diselamatkan karena kondisinya kritis akibat gizi buruk.
Carol mengungkapkan, kebanyakan para orangtua membawa anaknya yang terserang campak ke RS Agats setelah kondisinya kritis. Ia pun berharap bantuan dari berbagai pihak untuk menyediakan sejumlah makanan tambahan bagi para anak dengan gizi buruk, seperti susu skim dan bubuk mineral mix.
”Rata-rata berat badan mereka sangat jauh dari berat badan ideal. Misalnya, Tomi Tindis yang berusia 2 tahun beratnya hanya 7 kg, seharusnya 10 kg di usia tersebut,” ujarnya. (Fabio Maria Lopes Costa)