Lagi, Dua Anak Balita Meninggal di Asmat
Secara keseluruhan, sampai Sabtu (13), sebanyak 26 anak balita meninggal dunia akibat terserang campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat.
AGATS, KOMPAS Kedua korban terakhir berusia 9 bulan dan 12 bulan. Mereka meninggal pada hari Kamis dan Jumat akibat terserang campak dan terlambat tertangani medis. Puluhan anak lainnya, yang juga menderita campak, belum mendapatkan penanganan medis yang optimal.
”Sejauh ini, para penderita kurang gizi dan campak yang ada sudah diberikan obat antibiotik. Semoga langkah ini bisa menyelamatkan jiwa mereka,” kata Refra seraya menyebutkan Tim Penanggulangan KLB telah turun ke sejumlah lokasi sejak Selasa untuk mendata dan memberikan pertolongan kepada para penderita kurang gizi dan campak.
Kemarin, Kompas mendatangi Kampung Atat menggunakan perahu motor cepat (speedboat) berisi enam penumpang dari Agats dengan lama perjalanan sekitar tiga jam, dikenai biaya Rp 6 juta. Perahu atau kapal menjadi satu-satunya transportasi yang menghubungkan kota Agats dengan semua daerah di kabupaten tersebut. Sebab, di daerah itu belum terbangun jalan raya.
Sewa perahu dalam jarak dengan waktu tempuh 15 menit, misalnya, sebesar Rp 100.000 per orang. Untuk yang lama perjalanan satu jam dikenai ongkos Rp 3 juta per perahu. Mahalnya biaya transportasi menjadi salah satu penghambat orangtua mengantarkan anaknya untuk diimunisasi atau pengobatan ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Sebab, dari rumah warga ke puskesmas harus menggunakan perahu dengan biaya yang tidak sedikit.
”Kami di Kampung As dan Atat hanya memiliki satu unit perahu motor. Sering kali perahu itu dipakai untuk kegiatan tertentu. Masyarakat jarang menggunakan perahu itu karena tidak memiliki uang untuk membeli bensin,” kata Kepala Kampung Atat Markus Titur.
Tuti Handayani, bidan pada puskesmas di Distrik Sawaerma, mengatakan, pihaknya menangani 80 kasus campak sejak Desember 2017 hingga Januari 2018. Salah satu anak balita yang terserang campak di Kampung Sawa bernama Fela Tumbas meninggal pada Desember 2017. ”Sebanyak 10 anak balita harus menjalani rawat inap, sedangkan 69 anak lainnya hanya mendapat rawat jalan karena telah menerima pengobatan,” ujar Tuti.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Papua, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, sebanyak 171 anak balita menjalani rawat inap dan 393 anak lainnya menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Agats karena terserang campak.
Ratusan anak
Berdasarkan pemantauan Kompas di Kampung Atat dan Kampung As, kemarin sekitar pukul 11.00 WIT, Tim Penanggulangan KLB Campak dan Gizi Buruk Distrik Pulau Tiga mulai melaksanakan pemberian antibiotik dan vaksin campak. Sekitar 200 anak mengikuti pengobatan tersebut di dua balai kampung.
Anak balita yang datang berobat tampak sangat kurus, bahkan tidak sedikit pula yang tinggal tulang terbalut kulit dengan perut yang membuncit. Bintik-bintik hitam mulai timbul di sekujur tubuh anak-anak tersebut.
Salah seorang anak bernama Maria Cerimeng, misalnya. Ia sudah berusia lima tahun, tetapi berat badannya hanya 7 kilogram. Kondisi serupa diderita hampir semua anak yang datang berobat.
”Dengan pemberian vaksin (campak) ini kepada ratusan anak dari usia 9 bulan hingga 12 tahun, diharapkan dapat mencegah kembali terjadinya KLB campak dan kurang gizi di Pulau Tiga,” kata Ketua Tim Penanggulangan KLB Campak dan Gizi Buruk Distrik Pulau Tiga Rulan Yembise. Sekitar 400 anak pada lima kampung di Distrik Pulau Tiga telah mendapatkan vaksin campak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2017, Kabupaten Asmat hanya memiliki satu rumah sakit dan 13 puskesmas. Kabupaten ini memiliki penduduk 14.688 jiwa dengan pendapatan asli daerah sebesar Rp 54,11 miliar (bukan Rp 54,11 juta seperti diberitakan Kompas, Sabtu (13/1).
Daerah harus bergerak
Kepala Bidang Pencegahan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Aaron Rumainum menyebutkan, pihaknya akan mengirim makanan tambahan sebanyak 3 ton ke Asmat dengan menggunakan pesawat pada Selasa nanti.
”Direncanakan, pihak Keuskupan Agats yang berperan untuk membagikan bantuan makanan tambahan berupa biskuit dengan kandungan gizi tinggi bagi anak yang terserang gizi buruk,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek mengatakan telah menurunkan tim untuk meninjau bencana kesehatan di Asmat. Namun, dia mengaku belum mendapat laporan dari hasil peninjauan tim tersebut. ”Tim dari pusat dan provinsi sudah turun. Namun, saya belum dapat laporannya sehingga tidak dapat menyimpulkan,” ujar Nila saat berkunjung ke PT Bio Farma (Persero), perusahaan produsen vaksin, di Kota Bandung.
Nila mengatakan, anak-anak yang kekurangan gizi membuat daya tahan tubuhnya turun sehingga mudah terserang penyakit. Pemerintah pusat telah berupaya membantu layanan kesehatan di Papua, di antaranya melalui program wajib kerja dokter spesialis (WKDS) dan Nusantara Sehat.
WKDS merupakan upaya pemerintah dalam pemerataan dokter spesialis terutama di daerah terpencil perbatasan dan kepulauan. Sementara program Nusantara Sehat bertujuan menguatkan pelayanan di daerah terpencil dengan pemerataan tenaga medis.
”Ini era otonomi daerah. Pemerintah daerah juga harus bergerak. Tidak mungkin semuanya mengandalkan pemerintah pusat,” ujar Nila.
Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, kasus gizi buruk tidak hanya menyangkut pelayanan kesehatan. Sektor terkait, seperti infrastruktur jalan, juga sangat mendukung kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. ”Jika jalan menuju puskesmas tidak mendukung, tentu juga menjadi masalah. Ini juga terkait kebijakan pemerintah daerah dalam menyediakan pangan bergizi bagi masyarakatnya. Jadi, bukan sekadar masalah di bidang kesehatan,” ujarnya.
Pemerintah Kota Surabaya, semalam, mengirimkan bantuan untuk korban campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat. Bantuan yang diberikan, antara lain, berupa obat-obatan untuk campak dan makanan tambahan. Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, di Surabaya, pihaknya merasa tergerak untuk membantu warga Asmat yang sedang mengalami musibah campak dan gizi buruk.
Bantuan itu, antara lain, berupa makanan tambahan berupa kacang hijau, susu, dan suplemen. ”Saya sudah berkoordinasi dengan Bupati Asmat untuk pengiriman bantuan,” kata Risma tanpa ingin menyebutkan besarnya bantuan yang dikirimkan.
Gabriel Mascot, anggota Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Papua Surabaya, berterima kasih kepada Ibu Risma karena amat peduli dengan warga yang mengalami musibah meski bukan warga Surabaya. Menurut dia, sikap yang ditunjukkan Ibu Risma patut diapresiasi.