AH-64E Guardian Perkuat TNI
Pada awal 2018 ini, heli serang Apache AH-64E Guardian tiba di Indonesia. Pembelian heli itu sudah jadi wacana sejak 2012, antara lain di Pameran Kedirgantaraan Singapura, yang lalu berujung penandatanganan kontrak pembelian.
AH-64 dirancang pada 1972-1973 untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Darat AS (US Army) akan heli serang mutakhir (advanced attack helicopter/AAH). Perusahaan Hughes yang mengalahkan pesaingnya, Bell, mempertahankan susunan pilot yang duduk di atas serta di belakang kopilot dan juru meriam (gunner) (Directory of Modern Military Weapon).
Desain AH-64 yang ramping membuat heli serang ini amat lincah bermanuver. Di tangan pilot-pilot berpengalaman, penonton pameran kedirgantaraan bisa melihatnya terbang meliuk-liuk dengan gesit, kadang diam di udara (hovering), kadang bahkan terbang mundur.
AH-64 masuk dinas Angkatan darat (AD) AS pada 1984. AD AS mendapat 827 heli dan pabriknya masih membuat 200 lagi untuk pesanan ekspor. Versi awal Apache ini kemudian dimutakhirkan dengan keluarnya AH-64D Apache Longbow pada 1992. Perbaikan yang didasarkan pada masukan dari Perang Teluk tahun 1991 ditandai dengan pemasangan radar pengontrol tembakan AN-APG-78 Longbow yang dipasang pada tiang di atas pusat rotor. Radar ini dengan cepat mendeteksi, mengklasifikasi, dan menetapkan prioritas (128 per menit) serta mengunci sasaran diam, bergerak, dan udara di cuaca buruk, kabut, debu, dan asap (The World Encyclopaedia of Military Helicopters).
Kemampuan itu memungkinkan Apache Longbow melakukan serangan di luar jangkauan musuh dan ini meningkatkan keselamatan helikopter.
Tingginya minat dan potensi pasar bagi Apache membuat pada 1995 lisensi juga diberikan kepada AgustaWestland di Inggris untuk membuat Apache Longbow dengan simbol WAH-64 yang juga dikenal sebagai Apache AH-64 Mk1. AD Inggris menganggap Apache Longbow sebagai alutsista (alat utama sistem persenjataan) medan tempur paling penting sejak pengenalan tank pada 1916 dalam pertempuran Somme.
Prospek semacam ini pernah dibahas Bob Horton dari Sekolah Pilot Penguji Inggris. Menurut Horton, tank (battle tank) sudah berakhir eranya sebagai kendaraan lapis baja utama di medan tempur. Dengan cepat tank sedang digantikan oleh helikopter medan tempur karena kemampuan manuver dan keleluasaan jelajahnya. Helikopter bisa pergi ke mana pun yang ia suka dan tiba di tujuan jauh lebih cepat ketimbang tank.
”Saya percaya dalam tempo 20 tahun atau sekitar itu kita tak akan lagi bicara tank tempur besar (main battle tank), tetapi heli tempur utama (main battle helicopter). Helikopter, selain sebagai pengangkut pasukan dan pengirim amunisi, yang memang cocok untuk itu, juga akan lebih banyak menjadi kendaraan tempur” (Aerospace, 8/91).
Apache RI
Berita tentang rencana pembelian Apache oleh Pemerintah RI sudah dimuat menyusul pemberitahuan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA) kepada Kongres pada 19 September 2012. Waktu itu yang disebut adalah kontrak Foreign Military Sale (FMS) berupa 8 AH-64D Apache Blok III Longbow beserta perlengkapan, suku cadang, pelatihan, dan dukungan logistik. Harga yang disebut saat itu adalah 1,42 miliar dollar AS.
Spesifikasi yang disebut antara lain 19 mesin (16 dipasang dan 3 cadangan), radar pengendali tembakan (AN/APG-78) dengan unit elektronik radar (merupakan komponen Longbow). Sistem senjata yang ikut dibeli adalah peluncur rudal antitank Hellfire M299A1 dan 140 rudalnya (AGM-114R3) serta meriam 30 mm dan amunisinya.
Dengan itu, Pemerintah Indonesia diharapkan mampu melindungi dan menggentarkan ancaman yang ada. Di laporan juga disebutkan, Indonesia akan menggunakan heli Apache untuk melindungi kawasan perbatasan, mendukung operasi antiterorisme dan kontra-pembajakan, serta mengontrol perkapalan di Selat Malaka.
Satu hal yang juga ditekankan, penjualan alutsista ini tidak akan mengubah keseimbangan kekuatan dasar di kawasan.
Kontraktor utama pembelian ini adalah Boeing Company di Mesa, Arizona, didukung oleh sejumlah perusahaan lain, seperti Lockheed Martin dan General Electric (laman DSCA).
Kesepakatan kontrak diumumkan Agustus 2013 dalam satu konferensi pers di Jakarta oleh Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel dan Menhan Purnomo Yusgiantoro.
Kontrak resminya sendiri muncul 26 Januari 2015. Selain mengumumkan besaran kontrak yang hanya sekitar seperlima dari angka yang disebut di atas, disebutkan pula bahwa pekerjaan pembuatan Apache—yang kemudian disebut AH-64E
Guardian—akan diselesaikan akhir Februari 2018.
Riwayat pembelian
Akuisisi heli serang mutakhir ini sudah dilirik Indonesia saat mencanangkan program Kekuatan Pokok Minimum (MEF) yang direncanakan dicapai dalam tiga tahapan hingga tahun 2024. Pada 2007, TNI AD mengungkapkan rencana membeli 135 helikopter untuk membentuk delapan skuadron. Rencana direalisasikan dengan pembelian delapan heli bermeriam Mi-35 pada 2003-2008 (laman airrecognition, 27/1/2015).
Sebagaimana saat RI membeli tank Leopard, di kalangan analis juga sempat muncul pertanyaan, mengapa membeli Apache Guardian? Sebagai argumen dikemukakan, heli seperti Apache dirancang pertama untuk menyerang heli bersenjata lain, juga sasaran udara yang terbang rendah dan pelan. Kedua, ia juga ampuh untuk memberikan dukungan serangan darat, melumpuhkan tank.
Jadi, pernyataan Menhan AS Hagel yang menyebut Apache akan membantu Indonesia untuk melawan perompak dan pengawasan maritim dirasa kurang nyambung (Ristian Atriandi Suprianto, ASPI, 3/9/2013).
Muncul dugaan, sebagaimana untuk tank Leopard, keputusan sebagian juga didasari oleh keinginan agar RI tidak ketinggalan dengan kemajuan kawasan. Untuk Apache, negara ASEAN lain yang memilikinya adalah Singapura, yang kini sudah mengoperasikan satu skuadron heli ini (The Military Balance, IISS, 2016).
Namun, di luar pandangan di atas juga ada pandangan lain yang lebih nyata. Ristian menambahkan, Apache dilihat bisa mewadahi doktrin baru TNI untuk memiliki keluwesan penyerangan. TNI AD yang lincah dan luwes menjadi penting jika Indonesia mengembangkan strategi pertahanan berorientasi maritim yang menuntut koordinasi lebih efektif dengan TNI AL dan TNI AU. Apache bisa memberikan dukungan udara taktis dalam satu operasi amfibi di kepulauan Indonesia.
Namun, untuk efektivitas pengoperasiannya, pemangkalan heli canggih ini patut dipertimbangkan saksama.