JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Bank Indonesia ingin terus menjaga momentum inflasi rendah yang sejauh ini telah berlangsung dalam tiga tahun terakhir. Pada awal 2018, pemerintah dan BI langsung menggelar rapat intensif membahas proyeksi inflasi nasional ke depan dan penguatan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Dalam tiga tahun terakhir, inflasi tahunan Indonesia hanya berkisar 3 persen. Terakhir, pada 2017, inflasi tahunan (year on year/YOY) Indonesia hanya 3,61 persen. Ini merupakan periode inflasi rendah terpanjang dalam sejarah Indonesia.
Sebelum periode tiga tahun ini, inflasi tahunan Indonesia tergolong tinggi dan sangat fluktuatif dengan kisaran 6 persen hingga 17 persen. Pada 2009, inflasi tahunan memang pernah menyentuh angka 2,78 persen dan pada 2011 sebesar 3,79 persen. Namun, pencapaian itu tidak berkelanjutan.
Pengendalian inflasi sangat penting bagi perekonomian. Inflasi rendah dan stabil akan mendorong penurunan suku bunga sehingga ongkos kredit semakin murah. Sebaliknya, inflasi tinggi akan menggerus daya beli masyarakat dan menurunkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, seusai rapat inflasi, Senin (22/1) di Jakarta, mengatakan, pemerintah pada tahun ini menargetkan inflasi 3,5 persen plus minus 1 persen. Adapun pada 2020, inflasi ditargetkan 3 persen plus minus 1 persen.
Darmin membahas rapat mengenai inflasi bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Mendagri Tjahjo Kumolo, Perum Bulog, dan Tim Satgas Pangan.
Pemerintah pada tahun ini menargetkan inflasi 3,5 persen plus minus 1 persen. Adapun pada 2020, inflasi ditargetkan 3 persen plus minus 1 persen.
”Kami ingin inflasi terus turun dari tahun ke tahun dan kami juga ingin inflasi kita tidak jauh dari negara-negara lain, negara-negara mitra dagang kita,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Darmin pada Juli 2018 akan mengumpulkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk berunding secara nasional. Menurut dia, pengendalian inflasi di daerah sangat penting untuk mengendalikan inflasi secara nasional.
Terkait TPID, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, dari 541 daerah, yakni kabupaten, kota, dan provinsi, yang belum memiliki TPID tinggal 21 daerah.
”Kami dorong terus jumlah TPID. kami ingin setiap tahun jumlahnya selalu meningkat. Sekarang tinggal 21 daerah yang belum punya TPID. Ini sudah kami minta ke Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) untuk mendorong. Ini penting karena inflasi itu harus diredam di tingkat daerah, ” kata Tjahjo usai rapat.
Dari 541 kabupaten/kota dan provinsi, tinggal 21 daerah yang belum memiliki TPID.
Tjahjo melanjutkan, 21 daerah tersebut rata-rata berada di Indonesia bagian timur, ”Ada masalah sinergi, inovasi, konektivitas yang harus dikembangkan. Kebanyakan di wilayah timur. Misalnya, Papua. Karena faktor geografis,” katanya.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sesungguhnya sangat bergantung pada pertumbuhan di daerah. Oleh karena itu, untuk pengendalian inflasi ini, peran daerah sangat diperlukan.
”Daerah harus care. Bahwa pertumbuhan nasional akan semakin baik kalau daerah baik,” ucapnya.
Saat ini, menurut Tjahjo, daerah belum paham betul pentingnya menjaga inflasi. Namun, berdasarkan pengalaman, daerah yang terlibat dalam TPID biasanya akan memahami pentingnya peranan daerah.
Sementara itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, keberadaan TPID belum efektif mengendalikan inflasi di daerah, terutama Indonesia timur.
”Lebih penting agar pemerintah daerah membuat reraca komoditas di daerah masing-masing,” ujarnya.
Menurut Enny, neraca komoditas dapat menunjukkan potensi komoditas tiap daerah, termasuk surplus dan defisitnya. Karena itu, arus barang antardaerah juga dapat diatur apabila suatu daerah tersinyalir kekurangan komoditas tertentu.
Dalam hal ini, menurut Enny, peran serta pemerintah daerah (pemda) perlu ditingkatkan. Keterlibatan pemda dapat mempermudah pencapaian target-target kesejahteraan, termasuk pengendalian inflasi. ”Pemda dapat lebih mudah memantau secara riil perekonomian di daerahnya sendiri,” katanya.
Enny berpendapat, kinerja TPID saat ini belum efektif. Buktinya, harga beras akhir-akhir ini terus meroket. Padahal, menurut dia, gejala kenaikan harga beras sebenarnya dipantau sejak September 2017 melalui indikator jumlah pasokan dan pergerakan harga di pasar induk.
Akan tetapi, peringatan akan terjadinya kenaikan harga beras dan rekomendasi aksinya tidak terlalu muncul. Enny mengatakan, kewenangan tiap elemen dalam TPID perlu diperjelas sehingga jika terdapat fungsi yang tidak berjalan, khususnya dalam melakukan program pencegahan inflasi, ada konsekuensinya. (KTN/DD09)