Bali Utara Beranjak dari Ketertinggalan
SINGARAJA, KOMPAS - Meningkatnya jumlah wisatawan dengan kapal pesiar yang berlibur ke Bali Utara, khususnya di wilayah Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng, dijadikan momentum beranjak dari ketertinggalan industri pariwisata di wilayah itu. Setidaknya, dalam tiga tahun mendatang.
"Sejak kapal kapal pesiar dari Amerika dan Asia berdatangan tiga tahun lalu ke Pelabuhan Celukan Bawang dan Benoa, industri pariwisata di Bali Utara, terutama ke ketiga danau, yaitu Danau Beratan di kawasan Bedugul, Tabanan, serta Danau Tamblingan dan Danau Buyan di Banjar, Buleleng, naik 30 persen," kata Nengah Swadhana (54), pemandu wisata yang sudah menekuni pekerjaan ini sejak pertengahan tahun 1980-an, Rabu (24/1/2018).
Hari itu Kompas bersama sejumlah wartawan lain, agen perjalanan, dan rombongan wisatawan Kapal Pesiar Dream Cruiser, mengunjungi ketiga danau. Kapal pesiar berangkat dari Singapura.
Kawasan Bedugul dan Banjar adalah kawasan dataran tinggi nan tenang, sejuk, dan asri. Meski demikian, kata Nengah, sebagai kawasan wisata, daerah ini belum sepopuler Seminyak, Kuta, Denpasar, Sanur, atau Ubud. "Mayoritas yang datang ke kawasan ini adalah wisatawan tua asal Eropa. Baru tiga tahun terakhir ini jumlah wisatawan meningkat. Itupun baru sebatas mengunjungi Danau Beratan. Naik lagi ke atas menuju dua danau lainnya, jumlah pengunjungnya berkurang," ungkap pria yang juga Dosen Bahasa Inggris dan Ekonomi Universitas Pendidikan Nasional, Denpasar, itu.
Di Danau Beratan berdiri Pura Ulun Danu, tempat pemujaan Umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Dewa Kemakmuran, serta tempat pemujaan bagi Dewi Laksmi (dewi kesuburan dan keindahan). Danau ini menjadi sumber air irigasi persawahan berundak di sekitarnya.
Pura Ulun Danu yang menjorok ke tengah danau dengan meru (atap) tiga susun ini, menjadi pura umum tempat ibadah Umat Hindu dari lintas daerah, golongan, dan profesi atau disebut juga sebagai pura kahyangan jagat.
Selain Pura Ulun Danu, juga berdiri Palebahan Pura Telengin Segara yang bermeru 11. Kedua tempat suci ini berada di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, di kawasan Bedugul, Kabupaten Tabanan.
Danau Beratan terletak di jalan provinsi Denpasar-Singaraja, dekat Kebun Raya Eka Karya, dengan ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Tempat wisata dan ibadah ini dibangun tahun 1633.
Cerita tentang Desa Tamblingan
Meninggalkan Danau Beratan, 10 bus yang membawa 200 penumpang, bergerak ke jalan raya yang mendaki. Di salah satu tikungan tajam, para supir bus sedikit kesulitan berbelok ke kiri. Beberapa menit setelah melalui tikungan tajam itu, rombongan sampai lokasi tempat memandang luas Danau Tamblingan dan Danau Buyan.
Danau Tamblingan terletak di lereng sebelah utara Gunung Lesung, di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, sedang Danau Buyan terletak di timur Gunung Lesung.
Nengah bercerita, awalnya, sekitar abad 10-14, hanya ada satu desa, Desa Tamblingan di selatan Gunung Lesung, tak jauh dari Danau Tamblingan. Sebagian warga desa kemudian menyebar membangun empat desa yang masih berada di sekitar danau sampai saat ini. Keempat desa itu adalah Desa Munduk, Gobleg, Gesing, dan Desa Umejero. Berkembangnya empat desa ini diikuti bertambahnya pura di sekitar Danau Tamblingan.
Pura tersebut, antara lain Pura Dalem Tamblingan, Pura Endek, Pura Ulun Danu dan Sang Hyang Kangin,
Pura Sang Hyang Kawuh, Pura Gubug, Pura Tirta Mengening, Pura Naga Loka, Pura Pengukiran Pengukusan,
Pura Embang, Pura Tukang Timbang, dan Pura Batulepang.
Nama Tamblingan berasal dari kata "tamba" (obat) dan elingang (ingat atau eling seperti dalam konsep filsafat Jawa). "Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul diceritakan, warga di pemukiman pertama di tepian danau tersebut dilanda wabah penyakit. Seseorang yang disucikan kemudian mengambil air dari danau. Dengan doa dan kekuatan spiritualnya, air diubah menjadi obat untuk warga. Setelah seluruh warga sembuh, kata Tamblingan itu muncul," ujar Nengah. Ia tidak tahu apakah perginya sebagian warga Desa Tamblingan dan mendirikan empat desa lain, berkaitan dengan munculnya wabah di Tamblingan.
Danau Buyan, danau yang berdampingan dengan Danau Tamblingan adalah danau terluas dibanding Danau Tamblingan dan Danau Beratan. Luas Danau Buyan sekitar 490 hektar dengan kedalaman sekitar 80 meter.
Penghambat
Nengah juga menjelaskan, dalam tiga tahun belakangan, jumlah kapal pesiar yang masuk Pelabuhan Celukan Bawang dan Pelabuhan Benoa setiap bulan rata rata empat kapal pesiar. Masing-masing kapal pesiar membawa paling sedikit 1.000 wisatawan mancanegara. Setiap wisatawan menghabiskan sekitar 200 dollar AS per hari.
Menurut Nengah, wisatawan asing saat ini didominasi oleh wisatawan Asia diikuti Australia dan sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat. "Perbandingannya, 60:40. Wisatawan Asia terbanyak berasal dari China, Singapura, Malaysia, Jepang, Taiwan," ujar Nengah.
Ia menambahkan, ada pengecualian mengenai wisatawan AS yang datang dengan Kapal Pesiar Azamara Cruise, eksklusif AS. "Datangnya tidak tentu. Jumlah wisatawan yang dibawa pun cuma sekitar 700 orang, tapi daya beli mereka paling tinggi dibanding wisatawan asing lain. Setiap hari setiap orang bisa menghabiskan uang 500 sampai 1000 dollar di Bali," ujar Nengah. Kelompok wisatawan asal Paman Sam ini biasanya mampir berlibur dulu di Semarang, Surabaya, baru merapat ke Pelabuhan Celukan Bawang," jelas Nengah.
Ia mengatakan, beberapa penyebab yang menghambat Bali Utara khususnya kawasan ketiga danau tumbuh pesat menjadi kawasan wisata adalah, "Sentra kerajinan dan oleh oleh serta restoran andalan, dan atraksi budaya, masih minim. Belum banyak toko yang menjual kebutuhan sehari hari para turis".
Menurut Nengah, seandainya dibangun sejumlah fasilitas outbound dan olahraga lebih banyak serta lengkap di sekitar ketiga danau, wisatawan muda akan lebih banyak datang.
Untuk mengatasi jauhnya lokasi kawasan ini dari Pelabuhan Celukan Bawang dan Pelabuhan Benoa, perlu didorong dan dipasarkan tur wisata paket wisata delapan jam. "Wisatawan yang ikut paket tur di bawah waktu tersebut, sulit meluangkan waktu ke ketiga danau atau ke Singaraja," lanjut dia.
Menanggapi paparan Nengah, Michael Goh, Senior Vice President International Sales of Genting Cruise Lines, membenarkan. "Tapi saya tetap optimis destinasi ketiga danau ini berpotensi besar menjadi kawasan wisata yang ramai. Kritik dan usulan apa yang disampaikan Pak Nengah, tepat," tuturnya di sela kunjungan wisata ke Danau Beratan, Rabu sore.
Melalui kelompok maskapai Genting Cruise Lines, Michael pernah merintis jalur wisata kapal pesiar ke Penang dan Phuket lebih dari 20 tahun lalu. "Kala itu nama Phuket dan Penang masih asing bagi wisatawan luar negeri. Setelah lebih dari 20 tahun, kami baru memetik hasilnya," tutur Michael.
Natanael (36), pemilik perusahaan perjalanan wisata, Miracle Tour, berpendapat sama. "Kendalanya memang jauh dari pelabuhan dibanding beberapa destinasi wisata lainnya di Bali selatan," ucapnya.
Ia sependapat dengan Nengah agar didorong penjualan paket wisata delapan jam di Bali. Di sisi lain, pengelola perjalanan memperhitungkan matang-matang, berapa waktu yang ideal yang dibutuhkan wisatawan setiap mereka berhenti menikmati satu destinasi.
"Jangan sampai setelah lama menunggu di bus dalam perjalanan ke tujuan, begitu rombongan sampai, hanya diberi waktu misalnya 20 menit di setiap perhentian tempat wisata. Itu membuat mereka tidak sempat mengeksplor destinasi untuk makan, foto-foto, menikmati kegiatan atau atraksi tertentu, atau berbelanja membeli cenderamata," papar Natanael yang mulai menekuni dunia perjalanan wisata sejak 2004 itu.
Untuk menghemat waktu, lanjut Natanael, sebaiknya para penjual cenderemata, oleh-oleh, dan barang kebutuhan wisatawan lainnya, menerakan harga pada setiap barang dagangannya. Hal itu untuk menghindari proses tawar menawar yang banyak membuang waktu.