Pembayaran gaji dan tunjangan terhadap aparatur sipil negara yang berstatus terpidana korupsi berpotensi merugikan negara.
JAKARTA, KOMPAS Pemerintah diminta menghitung potensi kerugian negara yang terjadi karena masih membayar gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil yang berstatus terpidana korupsi. Ada keengganan pemerintah daerah untuk memberhentikan mereka.
Data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menunjukkan, saat ini ada 594 ASN yang tengah menjalani hukuman penjara karena korupsi. Angka itu dinilai belum mewakili gambaran sesungguhnya di lapangan. Jumlah ASN yang dipenjara karena kasus korupsi diyakini lebih besar.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Daerah Regional XI di Manado menemukan ada 83 dari 145 ASN berstatus terpidana korupsi yang masih menerima gaji dan tunjangan dari pemerintah. (Kompas, 20/1).
Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, temuan itu hanyalah puncak dari fenomena gunung es. ”Jumlahnya mungkin lebih besar. Keengganan instansi untuk melapor membuat temuan ini tergolong sangat kecil,” ujar Sofian, Selasa (23/1), di Jakarta.
Komisioner KASN, Tasdik Kinanto, mengungkapkan, perbedaan persepsi di antara para pejabat pembina kepegawaian, mulai dari gubernur, bupati dan wali kota, bahkan hingga kepala dinas, menjadi sebabnya. ”Mereka beranggapan, untuk kasus sebelum 2014 atau sebelum UU ASN disahkan, tidak boleh menggunakan aturan hukum itu (pemberhentian), tetapi menggunakan aturan lama,” kata Tasdik.
Peraturan lama yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, khususnya Pasal 23 Ayat (3) Huruf b dan Ayat (5) Huruf c. Disebutkan, pemberhentian dengan tidak hormat sebagai ASN karena tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan.
English Nainggolan, Kepala BKD Regional XI, dihubungi dari Jakarta, mengatakan, pihaknya menemukan ASN berstatus terpidana dan sudah pensiun masih menerima pensiun dari negara. Seharusnya hak pensiun ASN berstatus terpidana dibatalkan.
KASN pun menemukan kasus serupa. Ada ASN dijatuhi vonis pengadilan, tetapi tak diberhentikan hingga pensiun. Bahkan, ia juga mendapat hak pensiun. ”Delapan belas tahun setelah dinyatakan pensiun, yang bersangkutan masih harus mencicil kelebihan bayar dan mengembalikannya ke kas negara,” katanya.
Tanda khusus
Saat ini, English masih menunggu hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Wilayah Sulawesi Utara untuk menentukan potensi kerugian keuangan negara akibat pembayaran gaji pada ASN berstatus terpidana. Audit sedianya baru akan dilakukan pada Februari mendatang.
Namun, guna mencegah kerugian negara lebih besar, ia mengusulkan kepada beberapa lembaga, termasuk PT Taspen, untuk memberikan tanda khusus pada nama-nama ASN yang sudah divonis, tetapi masih berstatus aktif sebagai pegawai pemerintah daerah. Ia juga mengatakan masih akan mengejar dan memperjelas status kepegawaian dalam data yang dipegangnya. ”Yang sudah pensiun akan diusulkan kembali untuk dibatalkan (hak pensiunnya),” ujarnya. (MHD)