Berantas Korupsi Tak Semudah Cetak Gol
Karier gemilangnya membentang selama hampir dua dekade, di enam negara, di klub-klub terbaik di tiga benua. Pengalaman jatuh bangun untuk menjadi yang terbaik itu juga yang mengajarkan Weah untuk tidak pernah putus asa mengejar impiannya mengabdi negaranya, Liberia, sebagai presiden.
Hari Senin (22/1), George Manneh Oppong Weah (51) resmi dilantik sebagai Presiden Liberia menggantikan Ellen Johnson Sirleaf, perempuan pertama yang menjabat presiden di benua Afrika.
Seolah kembali ke akarnya, pelantikan Weah dilakukan di stadion sepak bola Samuel Doe di ibu kota Monrovia yang disesaki pendukungnya. Beberapa jam sebelumnya, rakyat Liberia antre hampir 2 kilometer untuk memasuki stadion guna merayakan transisi demokrasi damai untuk pertama kalinya dalam 47 tahun. Antrean didominasi kaum muda yang menaruh harapan setinggi langit pada Weah, yang mereka percaya akan membawa era baru kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
”Saya bersumpah, demi rakyat Liberia, demi Tuhan Maha Kuasa. Yakinlah saya tidak akan mengecewakan rakyat Liberia,” ujar Weah yang berpakaian serba putih dalam pelantikan dan pengambilan sumpah itu.
Momen inilah yang selama satu dekade lebih telah ditunggu Weah, satunya-satunya pemain bola Afrika yang berhasil meraih predikat pemain terbaik dunia Ballon dÓr. Pertama kali terjun sebagai kandidat presiden pada 2005, Weah kalah oleh Sirleaf, yang juga mantan eksekutif Bank Dunia. Tahun 2011, Weah kembali mencalonkan diri, kala itu menjadi calon wakil presiden bagi Winston Tubman, tetapi kembali dikalahkan oleh Sirleaf.
”Kemenangan ini mustahil tanpa dukungan kaum muda dan kaum perempuan yang membiayai hidupnya dengan berjualan di pasar,” papar Weah seperti dikutip The Guardian.
Anak muda dan kelompok masyarakat miskin memang menjadi target utama kampanye Weah untuk memenangi pilpres. Lebih dari separuh rakyat Liberia yang berjumlah sekitar 4,5 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Kelompok ini menjadi tulang punggung pemilih Weah saat mengalahkan Sirleaf.
Beban berat
Meski demikian, tidak hanya pengentasan rakyat miskin yang menjadi PR besar bagi Weah, tetapi juga pemberantasan korupsi, kultur suap, dan politik transaksional yang sudah mengakar kuat dalam struktur masyarakat dan pemerintahan di negara yang sampai 2003 masih membara akibat perang saudara tersebut.
Saat Sirleaf menjadi presiden pada 2005, perempuan peraih Nobel itu sebenarnya telah membawa Liberia ke jalur yang benar, terutama di bidang ekonomi dan stabilisasi politik. Sirleaf berhasil memutihkan utang Liberia senilai 5 miliar dollar AS dan menstabilkan ekonomi yang mengalami kontraksi lebih dari 90 persen selama dekade 80-an dan 90-an. Pemerintahan Sirleaf juga berhasil menciptakan sistem perlindungan hak-hak asasi dan menyokong kebebasan berpendapat.
Meski demikian, Sirleaf tentu saja tidak mampu membenahi semua hal meski berkuasa dua termin. Sejumlah persoalan bangsa tersisa dan kini menjadi beban di bahu Weah. Selain kemiskinan, Liberia juga berada di peringkat nyaris dasar dalam indeks kemudahan berbisnis, menurut versi Bank Dunia 2018. Maklum, setelah puluhan tahun negara terbakar oleh perang sipil, hampir semua institusi negara dan pranata sosial lumpuh.
Pendek kata, Sirleaf harus membangun negara dari puing-puing dan abu perang. Belum lagi resesi yang menghantam pada 2008, kolapsnya dua andalan utama ekspor, besi dan karet pada 2011, serta wabah ebola yang menghantam Liberia lebih dahsyat dibandingkan dengan negara-negara Afrika Barat lainnya.
Meski pada masa pemerintahannya membentuk komisi antikorupsi, Sirleaf mengakui dia telah gagal memerangi ”penyakit kanker” yang menggerogoti tubuh lemah Liberia selama puluhan tahun. Pengakuan Sirleaf tak lepas dari kenyataan bahwa berbagai modus korupsi, terutama di pemerintahan dan kultur transaksional dalam politik tingkat tinggi, masih sangat marak.
Dalam Indeks Persepsi Korupsi 2016, Liberia berada di posisi ke-90 dari 176 negara atau meningkat cukup signifikan karena pada 2005 negara itu berada di peringkat ke-137.
Itu menjadi beban teramat berat bagi Weah. Namun, bukan hal mustahil tingkat korupsi bisa dikurangi jika mampu meyakinkan rakyatnya dengan contoh nyata, dimulai dari pejabat pemerintahannya. Benjamin Spatz, mantan anggota panel ahli PBB untuk Liberia, seperti dikutip harian The New York Times, mengatakan, Presiden Weah bisa memulai dengan memerintahkan para pejabat negara di semua level untuk memublikasikan pengeluaran bulanan.
Menurut Spatz, dosen di United States Institute of Peace, ini memang langkah sederhana, tetapi bisa memberikan impak besar untuk memerangi korupsi di pemerintahan.
Presiden Weah juga harus memerintahkan menteri keuangannya untuk mengalokasikan anggaran hanya kepada badan pemerintahan yang rencana anggarannya telah disetujui. Sudah menjadi rahasia umum di Liberia bahwa kontrak-kontrak pemerintah untuk barang dan jasa lebih dari 50 persennya merupakan lahan basah korupsi. Fakta ini ditunjang data yang mengatakan bahwa hanya 41 persen badan negara yang mempunyai rencana anggaran, sementara selebihnya belanja barang dan jasa di pemerintahan merupakan ladang subur korupsi karena tanpa perencanaan anggaran.
Sirleaf, meski sempat dituding melakukan praktik nepotisme dan menjadi awal kejatuhan popularitasnya, bagaimanapun telah membawa Liberia bangkit dari ”kematian” dan kini giliran Weah untuk membawa rakyatnya ke tingkat kemakmuran yang lebih tinggi dengan menyingkirkan kanker korupsi yang telah mengakar dalam di tubuh pemerintahan dan institusi negara.
Pidato pertama
Saat masih menjadi pemain bola, Weah adalah pemain terbaik di dunia pada 1995 dan empat kali dinobatkan sebagai pemain terbaik Afrika. Sepanjang karier profesionalnya, Weah terkenal sebagai pelari cepat, penggiring bola brilian, dan tentu saja pencetak gol andal dengan torehan 193 gol dalam 411 laga.
Saat mencetak gol, Weah tak mungkin melakukannya tanpa dukungan rekan lainnya yang memberi umpan atau mencetak ruang dan peluang. Demikian pula di pemerintahan, dia tak mungkin berhasil memberantas korupsi tanpa dukungan para menteri serta pejabat badan negara dan lembaga legislatif. Mencetak gol barangkali mudah bagi Weah, tetapi memberantas korupsi pasti jauh lebih sulit.
”Salah satu jalan memberantas kemiskinan adalah memastikan sumber daya negara tidak dikorupsi oleh pejabat pemerintah. Saya berjanji untuk melaksanakan mandat itu,” ujar Weah dalam pidato pertamanya sebagai presiden.