Para sopir mogok operasional dan memarkir kendaraan mereka di badan jalan di Jalan Jatibaru Raya. Dampaknya, lalu lintas di kawasan itu tersendat.
Unjuk rasa yang berlangsung Senin (29/1) dari pagi hingga sore ini merupakan rangkaian dari tuntutan mereka yang sudah disampaikan sejak sepekan lalu di Balaikota DKI Jakarta. Selain membuka lagi Jalan Jatibaru Raya, mereka juga menuntut armada Transjakarta Tanah Abang Explorer dihentikan.
”Kami sudah ke balaikota, lalu sudah ada beberapa pertemuan, tapi tidak ada hasil yang memuaskan untuk kami,” kata Darmono (47), salah satu sopir M10, di tengah-tengah unjuk rasa di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sebelum penutupan, kata Darmono, ia dan rekan-rekan mengandalkan penumpang dari Stasiun Tanah Abang. Namun, sejak penutupan, rute M10 dialihkan melalui Jalan Layang Jati Baru sehingga tidak bisa mengambil penumpang dari stasiun. Pendapatan kotor Darmono dari Rp 450.000 menjadi Rp 300.000. ”Ini masih dikurangi buat setoran dan beli bensin. Hasil yang bisa kami bawa pulang tinggal berapa,” ujarnya.
”Hari-hari pertama itu saya hanya bisa bawa pulang Rp 30.000 sehari. Mau hidup bagaimana dengan uang segitu? Akhirnya pinjem ke rentenir Rp 200.00,” ujar Taufik Gumelar (40), sopir M08.
Lima trayek yang mengikuti aksi terdiri dari M08, M10, M09, M11, dan JP03 yang semuanya terdampak penutupan Jalan Jatibaru Raya sejak 22 Desember 2017. Sekitar 1.000 sopir ikut dalam aksi. Layanan semua trayek terhenti. Penumpang kebingungan mencari transportasi pengganti.
Taufik dan rekan-rekan sepakat bertahan hingga ada keputusan yang berpihak pada mereka. Ia menilai, kebijakan penutupan jalan itu hanya menguntungkan segelintir orang tetapi lebih banyak merugikan orang lain.
Menurut Taufik, selama ini ia dan rekan-rekan sudah berusaha taat aturan, termasuk mengikuti KIR dua kali setahun dan perpanjangan izin trayek yang menghabiskan sekitar Rp 800.000 setahun.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah dan Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede berupaya menenangkan mereka. Andri mengatakan, keluhan para sopir sudah disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hasilnya, para sopir diundang makan pagi bersama di Balaikota DKI untuk menyampaikan keluhan mereka.
Namun, para sopir menolak dan mengancam melakukan aksi lagi dengan menutup jalan Pasar Tanah Abang hingga Blok G.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian terhadap penataan Jalan Jatibaru Raya dan menemukan ada pelanggaran undang-undang dan peraturan daerah terhadap kebijakan itu, selain juga beberapa dampak negatif, seperti kemacetan bertambah. Hasil kajian ini diikuti saran terkait penataan.
Diskusi dengan polisi
”Kami sudah mendengar permintaan itu dan akan berdiskusi dengan Dirlantas dan pihak terkait,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
Berdasarkan data Dinas Komunikasi dan Informasi DKI Jakarta, di sekitar Tanah Abang, dari analisis laporan lalu lintas Waze di minggu kelima penataan, jumlah laporan lalu lintas tentang kemacetan tinggi meningkat 28 persen dibandingkan dengan minggu keempat penataan.
Laporan kemacetan tinggi itu meningkat di Jalan Cideng Timur, Jalan Layang Cideng, dan Jalan KH Mas Mansyur. Laporan kemacetan tidak bergerak meningkat di Jalan Mas Mansyur.