JAKARTA, KOMPAS — Produk seluler kategori telepon masih diminati masyarakat. Meskipun demikian, pemakaiannya cenderung menurun karena ada pergeseran perilaku masyarakat ke arah konsumsi data.
Mengutip info memo PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk/Telkom, pendapatan seluler kategori telepon dan SMS tercatat Rp 36,68 triliun per triwulan III 2017. Nilai ini turun dibandingkan dengan periode sama tahun 2016 senilai Rp 40,365 triliun.
Sementara itu, pendapatan data, internet, dan jasa teknologi informasi mencapai Rp 42,45 triliun pada triwulan III 2017, naik dibandingkan periode sama tahun 2016 yang senilai Rp 32,526 triliun.
Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Adita Irawati, bagian dari grup Telkom, Selasa (6/2) di Jakarta, mengatakan, perilaku pelanggan yang makin bergeser ke layanan data berimbas pada penggunaan layanan dasar yang berbasis 2G.
Oleh karena itu, Telkomsel gencar melakukan pembangunan jaringan pita lebar. Pembangunan ini tanpa mengesampingkan upaya menjaga kualitas layanan 2G. Dia mengakui bahwa sampai sekarang layanan berbasis teknologi 2G Telkomsel masih ada pasarnya.
”Telkomsel masih berprinsip bahwa akses telekomunikasi harus dapat dinikmati di seluruh Indonesia. Makanya, kami tetap berkomitmen untuk membangun hingga ke pelosok. Kami berharap pemerintah masih tetap memberi perhatian pada hal ini, termasuk komitmen pembangunan kepada semua operator,” katanya.
Semakin diadopsinya berbagai layanan di platform digital dan diikuti kenaikan penetrasi ponsel pintar, konsumsi data Telkomsel tumbuh 100 persen per tahun.
Adita mengemukakan, bisnis digital Telkomsel terdiri dari layanan pita lebar dan jasa digital. Sebagai contoh, digital lifestyle (konten musik, video, gim), digital payment (mobile banking, T-CASH). Saat ini, lini bisnis digital berkontribusi lebih kurang 40 persen terhadap total pendapatan.
Kondisi serupa terjadi di dua operator telekomunikasi besar lainnya. Mengacu laporan keuangan Indosat Ooredoo pada triwulan III-2017, pendapatan seluler kategori telepon tercatat Rp 5,48 triliun, turun dibandingkan periode sama tahun 2016 senilai Rp 5,75 triliun.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan XL Axiata triwulan III-2017, pendapatan nondata XL tercatat Rp 5,714 triliun atau turun dibandingkan periode sama tahun 2016, yakni Rp 8,265 triliun.
Pengajar Sekolah Tinggi Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Ridwan Effendi, berpandangan, migrasi dari interkoneksi konvensional (berbasis TDM) ke interkoneksi berbasis internet (IP) menyebabkan biaya interkoneksi akan naik.
Namun, migrasi ini membutuhkan pemerataan infrastruktur jaringan telekomunikasi dan investasi tinggi untuk perangkat interkoneksi.
”Interkoneksi berbasis IP mungkin bisa dicoba dulu di area kota-kota besar yang sudah terlayani 4G LTE. Implementasi keseluruhan tentu membutuhkan biaya mahal,” katanya.