Hal itu mengemuka dalam diskusi panel ”Meningkatkan Iklim Perdagangan dan Bisnis 2019- 2027: Peluang dan Tantangan” di Jakarta, Selasa (13/2). Diskusi itu merupakan rangkaian peluncuran The Report: Indonesia 2018 yang dipublikasikan Oxford Business Group, yakni sebuah perusahaan konsultasi, publikasi, dan riset global.
”Di balik tantangan yang dihadapi pelaku usaha lokal dan investor asing di Indonesia selalu ada peluang,” kata Editorial Manager for Indonesia Oxford Business Group Nathan Thadani.
Merujuk data Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia pada 2017-2018 melompat 19 posisi, yakni dari peringkat ke-91 menjadi ke-72.
Laporan itu, antara lain, memaparkan peningkatan sektor swasta, langkah pemerintah memprioritaskan proyek infrastruktur, serta penyempurnaan kerangka kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, stabilitas ekonomi merupakan salah satu indikator positif di Indonesia. ”Terkait strategi, banyak hal yang bisa direformasi dan ditingkatkan,” katanya.
Menurut Thomas, BKPM berupaya selalu progresif dan probisnis. Peningkatan efisiensi dan produktivitas menjadi salah satu perhatian dalam memberikan layanan bagi dunia usaha.
Berdasarkan data BKPM, total realisasi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di Indonesia pada 2017 sebesar Rp 692,8 triliun.
Chief Executive Officer Sintesa Group Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pelaku usaha membutuhkan bantuan panduan dan dukungan dalam berusaha. ”Dukungan itu tidak semata-mata di level pusat, tetapi harus sampai di daerah,” kata Shinta.
Menurut Shinta, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah aspek daya saing. Upaya menjadikan Indonesia bagian dari rantai pasok global seharusnya memberikan berbagai manfaat, termasuk peningkatan produktivitas dan daya saing.
Selain itu, diperlukan juga pemetaan dan penentuan prioritas dalam upaya meningkatkan ekspor, baik dari sisi jenis komoditas ekspor maupun negara tujuan ekspor. Penyiapan pelaku usaha dalam negeri, terutama usaha kecil-menengah, juga harus diperhatikan sejalan dengan perjanjian dagang yang dirundingkan.
Tahun ini, RI menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen. Adapun Kementerian Perdagangan, yang semula menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas 5-7 persen tahun ini, merevisi target menjadi 11 persen dari realisasi tahun lalu.
Implementasi
Mitra senior PwC Indonesia, Irhoan Tanudiredja, menuturkan, implementasi dari regulasi yang mendukung adalah hal penting di sektor bisnis.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menuturkan, ekonomi digital merupakan salah satu kunci untuk menjadikan Indonesia pemain di regional dan global. ”Berita bagusnya, Indonesia mampu mengadopsi cepat perkembangan ekonomi digital,” katanya.
Sejauh ini, kemudahan berbisnis masih menjadi salah satu tantangan di Indonesia. Dukungan terhadap akses pendanaan juga dibutuhkan karena menjadi basis ekspansi bisnis.
Presiden Direktur AIA Financial Ben Ng menekankan arti penting regulasi yang bagus dan memberikan kepastian dalam berusaha. (CAS)