Adelina, Potret Nasib TKI Ilegal, dari Penyiksaan Berujung Kematian
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyiksaan masih menjadi momok bagi tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Minggu (11/2), seorang TKI asal Nusa Tenggara Timur, Adelina Lisao, meninggal dengan dugaan penyiksaan dari majikannya. Pengungkapan kasus penyiksaan ini menjadi rumit karena Adelina diduga masuk ke Malaysia melalui agen penyalur ilegal.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, di Jakarta, Sabtu (17/2), menyatakan telah meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui perwakilan di Malaysia untuk fokus atas kasus kematian Adelina Lisao yang diduga disiksa oleh majikannya hingga tewas.
”Saya sudah memberikan nota kepada perwakilan Kemlu di Malaysia supaya masalah ini menjadi titik fokus. Kasus ini bisa menjadi pengingat dan efek jera bagi para majikan yang memperlakukan TKI di sana,” tuturnya.
Nusron menjelaskan, dari sekitar 200 kasus kekerasan TKI selama tahun 2017, 69 kasus berasal dari Malaysia. Tahun 2016 saja, terdapat 72 kasus kekerasan TKI di negeri jiran ini.
Untuk kasus ini saja, ujarnya, Adelina tidak hanya disiksa oleh majikannya, gadis ini tidak diberikan gaji selama 1,5 tahun. Ia berkomitmen untuk mengusut dan mengembalikan uang yang seharusnya menjadi hak Adelina.
Direktur Migrant Center Wahyu Susilo membeberkan informasi kematian TKI yang tewas pada Minggu (11/2) silam.
Dihubungi terpisah, ia menjelaskan, dari hasil postmortem, atau identifikasi fisik setelah meninggal, terdapat bekas cedera berbentuk parut di belakang tangan kiri dan bekas cedera berbentuk gigitan hewan di belakang tangan kanan. Selain itu, ada bekas cedera luka terkena bahan kimia yang kuat, seperti asam, di kedua kaki.
Hasil pemeriksaan dokter Amir Saad bin Abdul Rahim di Malaysia, yang disampaikan Wahyu, ini juga menunjukkan, puncak kematian korban adalah multiorgan failure secondary to anemia atau kegagalan fungsi organ akibat kekurangan darah. Kemungkinan besar korban diabaikan sehingga berujung pada kematian.
Ilegal
Wahyu juga mempertanyakan, bagaimana Adelina yang berumur 21 tahun ini bisa menjadi TKI dari tahun 2011. Agen ilegal yang membawa Adelina ke negeri jiran untuk dijadikan TKI bisa dimasukkan dalam kategori human trafficking atau perdagangan manusia.
Wahyu mengkritisi penanganan pemerintah dalam menangani agen TKI ilegal ini. Meskipun telah ditetapkan sebagai darurat perdagangan manusia sejak tahun 2015, katanya, angka kematian TKI dari NTT meningkat dua tahun terakhir.
Ia memaparkan, angka kematian TKI asal NTT meningkat dari tahun 2016 sejumlah 46 korban menjadin 62 korrban tahun 2017. Untuk tahun 2018 saja, termasuk Adelina, Migrant Care mencatat ada sembilan kematian TKI yang berasal dari NTT.
Menurut Wahyu, perdagangan manusia di NTT menjadi sebuah mata rantai kejahatan sehingga sulit untuk dihilangkan. Ia menjelaskan beberapa kasus terkait perdagangan manusia, seperti penangkapan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kupang tahun 2014 dan kriminalisasi Brigadir Rudy Soid, anggota Polda NTT, yang mengungkap keterlibatan atasannya di tahun yang sama.
”Human trafficking di NTT sangat sulit untuk diberantas. Kejahatan ini melibatkan pejabat-pejabat korup dan atasan yang memiliki kuasa,” ujarnya.
Peringatan
Nusron Wahid menganggap kasus ini sebagai peringatan bagi masyarakat yang ingin menjadi TKI, terutama di Malaysia. Ia berujar, jika kasus serupa terjadi pada TKI yang masuk secara ilegal, hal itu lebih sulit ditangani. Jika dalam prosesnya tidak terdapat dokumen-dokumen legal, pemerintah akan kesulitan membantu penyelesaian dan membela hak-hak TKI, bahkan kasus yang menghilangkan nyawa.
”Untuk kasus Adelina, kami masih mengusut agennya karena ini agen yang ilegal. Mereka juga bertanggung jawab selain kelalaian yang dilakukan oleh majikan. Kami berharap, masyarakat lebih jeli lagi jika ingin menjadi TKI. Jika pemerintah memiliki dokumen yang resmi, kami akan lebih mudah menuntut jika ada pelanggaran seperti ini,” tuturnya.
Sementara itu, pada hari ini, Wakil Kementerian Luar Negeri Tody Baskoro menyerahterimakan jenazah Adelina Jemira Sau kepada keluarganya di kampung halaman Adelina, Desa Abi, Timor Tengah Selatan, NTT. Perjalanan ke kampung halaman Adelina ini memakan waktu 4 jam perjalanan darat dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT.
Serah terima tersebut disaksikan sejumlah pejabat Pemda Timor Tengah Selatan serta kalangan LSM dan media. Jenazah diterima keluarga dalam sebuah acara adat.
”Penyerahan jenazah Adelina serta kompensasi dari agen pengirim tidak akan menghentikan upaya Kemlu dan KJRI untuk memperjuangkan keadilan bagi Adelina. Kami akan kawal proses hukumnya hingga keadilan diperoleh,” kata Tody.
Dari keterangan Kemlu RI, saat ini kepolisian Pulau Penang sudah menahan tiga warga negara Malaysia yang diduga pelaku kekerasan yang berujung pada meninggalnya Adelina.
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kemlu Lalu M Iqbal mengungkapkan, berdasarkan keterangan Kepala Kepolisian Prai Tengah, Pulau Penang, Malaysia, berkas perkara ketiga orang itu akan diserahkan kepada jaksa penuntut umum minggu depan. Jadi, kemungkinan dalam satu-dua hari ke depan akan ditetapkan terdakwanya.
Indonesia juga sudah menyampaikan draf perjanjian bilateral baru dengan Malaysia sejak berakhirnya nota kesepahaman pada Mei 2016. Namun, pihak Malaysia hingga saat ini belum memberikan respons positif atas draf nota kesepahaman yang baru tersebut. (DD12/*)