Bus Pintu Rendah Akan Gantikan Bus Kota
Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Wijanarko, Jumat (16/2), menjelaskan, bus-bus dengan pintu rendah itu akan berperan sebagai bus kota. Nantinya akan dioperasikan di rute-rute yang trayeknya masih ada, tetapi jumlah armada busnya kurang. Atau di trayek yang disusun Dinas Perhubungan DKI.
”Untuk trayek, kami masih perlu berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI,” ujarnya.
Dalam kunjungan ke karoseri atau perusahaan pembuat badan bus Laksana di Ungaran, Jawa Tengah, Rabu (14/2), Wijanarko menjelaskan, sejak 2015 Laksana menjadi perusahaan karoseri yang membangun bus transjakarta, khususnya bus gandeng dengan sasis Scania. Bus-bus tersebut sudah dioperasikan sebagai bagian jaringan bus rapid transit (BRT). Bus berpintu rendah akan memasok rute bus kota atau non-BRT.
Untuk bus-bus pintu rendah, Laksana memproduksi 49 bus dengan sasis Mercedes Benz dan 150 bus pintu rendah dengan sasis Scania.
Bus-bus berpintu rendah itu nantinya akan mengisi rute-rute bus kota. ”Jadi, tidak beroperasi di koridor transjakarta, tetapi menjadi pengganti bus kota,” ujar Wijanarko.
Karena beroperasi di rute nonkoridor, bus-bus pintu rendah berpintu di kiri sehingga penumpang akan naik dan turun dari sisi trotoar. Sebagai bus non-BRT, bus-bus low entry juga akan menjadi feeder atau pengumpan di stasiun MRT, kereta komuter, juga halte-halte transjakarta.
Wijanarko mencontohkan, bus pintu rendah yang sudah dioperasikan adalah di Stasiun Tebet, Jakarta. Di sana bus transjakarta bersaing langsung dengan angkutan kota, ojek daring, dan ojek pangkalan. ”Namun, kami tetap penggemarnya banyak,” ujar Wijanarko.
Selain itu, bus pintu rendah juga sudah dioperasikan sebagai bus transjakarta Tanah Abang Explorer dan bus gratis yang beroperasi dengan rute Harmoni- Bundaran Senayan. Untuk pengoperasian sebagai bus non-BRT itu, Transjakarta sudah mengantongi izin dari Dishub DKI untuk mengisi rute-rute kosong atau kekurangan armada.
Direktur Utama Karoseri Laksana Iwan Arman menjelaskan, untuk memenuhi permintaan Transjakarta, pihaknya sudah menggunakan teknologi tinggi dan komputerisasi dalam produksi. Sistem ini membantu Laksana dalam memproduksi bagian-bagian badan bus yang terbuat dari besi baja supaya presisi, efisien, dan tepat waktu.
Sistem komputerisasi juga memudahkan Laksana memproduksi bagian-bagian dalam (interior) bus secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
Stefan Arman, Direktur Teknik Karoseri Laksana, menambahkan, produksi yang terkomputerisasi membuat Laksana mampu memproduksi satu bus dalam waktu 40-45 hari. Untuk bus tipe baru, proses produksi bisa dikerjakan dalam waktu tiga sampai empat bulan.
Sebagai karoseri yang membangun badan bus pesanan Transjakarta, Laksana tidak bisa asal memproduksi atau asal ditunjuk oleh Transjakarta. Laksana harus sudah mendapat rekomendasi dari pihak produsen sasis untuk bisa membangun badan bus yang akan dirangkaikan dengan sasis mereka.
”Kami ini sudah lama mendapatkan rekomendasi dan sertifikat dari produsen sasis, di antaranya dari Mercedes Benz, Scania, dan Volvo, sehingga untuk setiap pemesan unit bus, setelah membeli sasis, pihak produsen sasis akan merekomendasikan karoseri yang sudah mereka akui untuk membangun bodi bus kepada pembeli sasis,” ujar Iwan Arman.
Wijanarko menambahkan, dengan sistem produksi demikian, dari 199 bus pintu rendah pesanan Transjakarta, 150 bus bersasis Scania sudah selesai dan dikirim ke Jakarta. Dari 49 unit bersasis Mercedes Benz, 41 unit sudah selesai dan sudah dikirimkan ke Jakarta.
”Delapan unit sisanya segera diselesaikan akhir bulan ini. Sementara 101 unit tengah dikerjakan karoseri lainnya (Nusantara Gemilang di Kudus, Jawa Tengah) dan akan selesai Juni tahun ini,” ujar Wijanarko.
Sistem pindai kartu
Dengan pengoperasian bus berpintu rendah sebagai bus kota, sistem pembayaran yang tengah dikembangkan Transjakarta adalah sistem tapping atau pemindaian kartu penumpang di dalam bus pintu rendah.
”Terus terang kami perlu waktu untuk konsolidasi memproduksi kartu,” ujar Wijanarko.
Harapannya, ke depan, pengguna transjakarta seperti penumpang bus di kota-kota besar di dunia. ”Jadi, menggunakan satu kartu, pindai di dalam bus, keluar tap out, lalu melanjutkan perjalanannya. Sekarang ini fasenya memang perlu kerja sama semua pihak. Perbankan, operator MRT, LRT, dan kereta api sehingga satu kartu,” ujar Wijanarko. (HLN)