JAKARTA, KOMPAS — Margin perdagangan dan pengangkutan beras nasional, berdasarkan Survei Pola Distribusi Perdagangan 2017, mencapai 26,12 persen. Rantai distribusi terpotong satu, yakni agen, tetapi margin perdagangan lebih besar dibandingkan setahun sebelumnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, di Jakarta, Kamis (15/2), menyebutkan, rantai distribusi beras dari produsen ke konsumen akhir berkurang, dari empat rantai pada 2015 menjadi tiga rantai pada 2016. Sebelumnya, beras mengalir dari produsen ke distributor, agen, dan pengecer sebelum sampai di tangan konsumen. Namun, fungsi agen terpotong seiring perubahan pola distribusi.
Namun, margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) 2017 lebih tinggi dibandingkan 2016, yakni 21,19 persen. Pada survei 2016, rasio MPP pedagang besar (pengepul, distributor, agen, dan grosir) 9,84 persen, sementara pedagang eceran (supermarket dan pengecer) 11,35 persen.
Pola distribusi beras berbeda antara satu provinsi dan provinsi lain. Berdasarkan survei 2017, MPP beras paling kecil tercatat di Jambi dengan 6,95 persen dan terbesar di Sulawesi Barat dengan 38,38 persen. Nilai MPP berpengaruh pada pembentukan harga di tingkat konsumen.
Survei 2017 menggunakan data yang dikumpulkan pada 2016 yang mencakup 254 kabupaten/kota di 34 provinsi. Selain beras, BPS menyurvei cabai merah, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras. Komoditas itu disurvei berdasarkan kriteria paling banyak dikonsumsi dan berdampak besar terhadap kebutuhan masyarakat serta berperan dalam pembentukan inflasi dan produk domestik bruto.
Berdasarkan survei itu, rata-rata MPP nasional untuk komoditas cabai merah mencapai 62,39 persen, bawang merah 43,56 persen, daging sapi 30,05 persen, dan daging ayam ras 25,54 persen. Semakin tinggi angka MPP, ketimpangan antara harga di tingkat produsen dan konsumen akhir lebih besar. (MKN)