Persaingan Parpol Makin Ketat
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan antarpartai politik, terutama partai ”menengah”, dalam merebut suara pemilih akan semakin ketat sebagai konsekuensi dari bertambahnya jumlah partai politik peserta Pemilu 2019. Pemilu mendatang juga dinilai belum bisa menghasilkan sistem multipartai sederhana karena penambahan partai membuat suara masyarakat akan terpecah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional hasil verifikasi dan penetapan parpol peserta Pemilu 2019, di Jakarta, Sabtu (17/2), menyatakan, dari 16 parpol yang menjalani verifikasi faktual, ada 14 parpol yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Partai itu terdiri dari 10 parpol lama yang ada di parlemen serta 4 parpol baru, yakni Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda).
Jumlah peserta pemilu kali ini bertambah dibandingkan Pemilu 2014 yang diikuti 12 parpol.
Sementara itu, dua partai peserta Pemilu 2014 yang ada di luar parlemen, yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) serta Partai Bulan Bintang (PBB), dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga tidak bisa menjadi peserta Pemilu 2019. Atas keputusan KPU itu, perwakilan pengurus kedua parpol itu dalam rapat pleno itu menyatakan niat mengajukan sengketa kepada Badan Pengawas Pemilu.
Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, penetapan parpol akan diikuti dengan pengundian nomor urut parpol pada Minggu malam. Namun, hal ini tidak langsung diikuti kampanye. Kampanye baru bisa dilakukan mulai 23 September 2018 setelah penetapan daftar calon tetap anggota legislatif.
Dengan bertambahnya jumlah parpol peserta pemilu, peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, Arya Fernandes, dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana, secara terpisah, berpendapat, sulit mengharapkan munculnya sistem multipartai sederhana pada Pemilu 2019. Mereka memperkirakan jumlah partai di parlemen hasil Pemilu 2019 akan lebih dari 8 parpol.
Data KPU menunjukkan, pada Pemilu 2014, dari 12 parpol, hanya 10 parpol yang bisa menembus ambang batas parlemen 3,5 persen. Bahkan, dari 10 parpol parlemen, hanya 4 parpol yang mendapat suara pemilih di atas 10 persen, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (18,95 persen), Partai Golkar (14,75 persen), Partai Gerindra (11,81 persen), dan Partai Demokrat (10,19 persen). Sebagai salah satu upaya menyederhanakan sistem multipartai, DPR dan pemerintah menaikkan ambang batas parlemen 0,5 persen menjadi 4 persen melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Arya, dengan variasi partai yang masih banyak, suara pemilih juga akan terpecah-pecah sehingga memberi ruang bagi banyak partai tetap eksis di Pemilu 2019. ”Kontestasi akan lebih ketat, terutama partai menengah dan bawah, sedangkan partai atas relatif stabil selama tidak ada guncangan peristiwa politik penting,” kata Arya Fernandes.
Aditya Perdana menilai harapan untuk menguatkan kualitas DPR dengan sistem multipartai sederhana yang hanya terdiri atas 5-6 parpol masih belum akan tercapai dalam waktu dekat. ”Logikanya, ketika ambang batas naik, walaupun sedikit dan verifikasi parpol mestinya makin ketat, keinginan multipartai sederhana tercapai. Tetapi, ini tidak begitu,” kata Aditya.
Verifikasi faktual parpol di pusat, provinsi, kabupaten, serta kota terhadap kepengurusan, keterwakilan perempuan, domisili kantor, serta khusus di kabupaten/kota juga keterpenuhan keanggotaan minimal parpol ”disederhanakan” setelah muncul putusan Mahkamah Konstitusi 11 Januari 2018. Putusan itu menyatakan, parpol baru ataupun lama harus diverifikasi. Namun, karena keterbatasan waktu dan anggaran, pemenuhan syarat keanggotaan minimal 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk di kabupaten/kota yang seharusnya dilakukan dengan kombinasi sensus dan uji petik diputuskan dilakukan dengan uji petik dengan persentase sampel 5-10 persen. Sampel itu juga dipilih parpol dan dikumpulkan di kantor parpol.
Menanggapi tudingan verifikasi yang longgar menghambat penyederhanaan parpol, anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, mengatakan, dengan metode verifikasi parpol baru setelah putusan MK, KPU tetap bekerja obyektif, bahkan ada dua parpol yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Selain itu, dia juga menyampaikan, penyederhanaan parpol tidak hanya bergantung pada verifikasi faktual parpol calon peserta pemilu, tetapi juga ada banyak variabel lain, termasuk ambang batas parlemen.
Sengketa parpol
Dalam pleno tersebut, KPU juga menyerahkan surat keputusan penetapan parpol peserta pemilu kepada partai politik yang lolos ataupun tidak lolos. SK KPU itu juga memuat tujuh partai yang dinyatakan tidak lolos penelitian administrasi. Sesuai dengan UU No 7/2017 tentang Pemilu, parpol yang merasa dirugikan atas penetapan KPU bisa mengajukan sengketa maksimal tiga hari kerja setelah penetapan ke Bawaslu.
Ketua Bawaslu Abhan menuturkan, selain PBB dan PKPI, tujuh partai lain yang juga dicantumkan dalam SK KPU juga bisa mengajukan sengketa. Tujuh partai itu sebelumnya juga sudah sempat mengajukan sengketa kepada Bawaslu, tetapi ditolak. Menurut Abhan, jika kemudian mereka kembali mengajukan sengketa, Bawaslu akan melihat kembali isi gugatan mereka.
PBB dinyatakan tidak bisa memenuhi syarat keanggotaan parpol di satu kabupaten, yakni di Manokwari Selatan (Papua Barat). Hal ini berdampak besar karena di Papua Barat yang punya 13 kabupaten/kota, PBB harus punya kepengurusan dan anggota di minimal 10 daerah untuk bisa memenuhi syarat minimal di 75 persen kabupaten/kota di tiap provinsi, di 100 persen provinsi di Indonesia. PBB menyerahkan kepengurusan di 10 kabupaten/kota berikut keanggotaan. Hanya di Manokwari Selatan syarat keanggotaan itu tidak terpenuhi.
Sementara itu, PKPI dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam beberapa hal. Pertama, pemenuhan 75 persen kepengurusan kabupaten/kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kedua, keanggotaan parpol minimal kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga, persebaran kepengurusan minimal 50 persen di kabupaten/kota di empat kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pengajuan sengketa oleh PBB dan PKPI mengulang sejarah pendaftaran parpol peserta Pemilu 2014. Saat itu, PBB dan PKPI menjadi peserta pemilu setelah melalui jalur sengketa. Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor mengungkapkan, optimisme PBB juga tetap bisa menjadi peserta Pemilu 2019 setelah mengajukan sengketa. ”Kami dinyatakan tidak memenuhi syarat hanya karena Manokwari Selatan yang ada di daerah gunung. Saat pemanggilan verifikasi faktual, pengurus cabang tidak menghadirkan kader dari gunung, delapan orang. Kami tidak berkesempatan memperbaiki,” katanya.
Optimisme partai
Seusai penetapan parpol peserta pemilu, sejumlah pengurus partai politik lama ataupun baru sama-sama mengaku optimistis menghadapi Pemilu 2019 kendati juga mengakui persaingan akan berlangsung ketat. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, di tengah persaingan yang akan semakin ketat itu, Partai Gerindra akan memperkuat basis di perdesaan ataupun pengurus tingkat ranting, serta memperkuat kader.
Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, PPP sudah mulai mempersiapkan strategi mempertahankan suara pemilih tradisional, sekaligus mencoba menyentuh segmen pemilih kalangan generasi muda.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura Sutrisno Iwantono mengaku tidak khawatir suara partainya tergerus dengan masuknya empat parpol baru. Dia optimistis perolehan suara partainya akan melebihi ambang batas parlemen minimal 4 persen. Namun, parpol baru juga sudah mulai mengincar suara partai lama. Sekjen PSI Raja Juli Antoni menyatakan, dia menilai masyarakat mulai jenuh dengan partai lama sehingga hal ini bisa memberi momentum bagi partai baru.