OJK Menjaga Peran di Tengah Perkembangan Teknologi
Sektor jasa keuangan, seperti halnya sektor lain, berperan besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi RI. Tak ada pilihan selain mengupayakan peran ini tetap terjaga dengan baik, tanpa mengabaikan perlindungan konsumen jasa keuangan. Apalagi, saat ini -sama seperti banyak sektor lain di dunia- jasa keuangan berhadapan dengan perkembangan digital yang sangat cepat dan tak terbendung.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Wimboh Santoso, yang pada Juli 2017 dilantik menjadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wawancara dilakukan di ruang kerjanya di kompleks Bank Indonesia, lembaga tempatnya merintis karir sejak 1983.
Dalam seleksi Ketua Dewan Komisioner OJK, Anda menyampaikan, OJK mesti berperan dalam stimulus pertumbuhan ekonomi. Penjelasannya?
Peran OJK melalui sektor jasa keuangan. Bagaimana membuat sektor jasa keuangan bisa memberikan manfaat terhadap proses pembiayaan ekonomi skala kecil, menengah, dan korporasi. Harus punya peran, yaitu intermediasi dengan kualitas layanan yang baik dan dengan biaya murah. Itu tantangan sektor keuangan. Intermediasi bukan saja melalui perbankan, tapi juga pasar modal. Bisa juga melalui lembaga pembiayaan. Dengan cara itu, prioritas pembiayaan menjadi sangat penting. Mana yang perlu peran OJK untuk memfasilitasi pembiayaan secara komersial.
Contohnya pembiayaan infrastruktur yang jangka menengah panjang, jumlahnya sampai beberapa tahun lebih dari Rp 4.000 triliun. Kalau dibiarkan melalui proses pembiayaan komersial, tidak bisa. Perbankan sumber dananya jangka pendek, bagaimana harus ditanamkan dalam jangka menengah panjang yang jumlahnya besar. Ada kendala yang mesti dicarikan jalan keluar. Sindikasi juga tidak cukup. Banyak instrumen melalui pasar modal untuk membiayai infrastruktur. Instrumen kita ciptakan agar pembiayaan infrastruktur tidak terkendala dan beban perbankan tidak terlalu berat. Proyek juga perlu modal kerja, di situ perbankan punya peran .
Pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga dikembangkan lewat inovasi program. Tidak bisa dengan cara normal, pemasaran ketok pintu satu demi satu. Apalagi perbankan yang bisnis modelnya tidak didesain untuk masuk ke sektor itu. Model kluster adalah model yang bagus. Pasti ada kepemimpinan dari pemerintah daerah, fasilitas apa yang diberikan. Jadi pemerintah tahu prioritas apa yang mesti dibangun untuk pembiayaan melalui kluster. Ada kluster, ini aktivitas ekonomi baru, bukan aktivitas yang sudah ada lalu diberi kredit. Kita target kepada ekonomi baru sehingga "kue"nya nambah. Kredit usaha rakyat (KUR) dimaksudkan untuk itu. Ini sudah dipraktikkan sektor swasta dan berhasil, kita tinggal mengkloning saja. Kluster nelayan, ekspor ada, ikan yang diambil ada. Kelapa sawit juga ada, termasuk industri hilir. Pertumbuhan ekonomi kita bisa terdorong.
Ada juga masyarakat yang tidak bisa mengakses kredit, mungkin tidak punya jaminan, mungkin izin usaha tidak ada, tapi hidup. Sudah puluhan tahun usahanya, misalnya tukang bakso dan tukang kelontong, ini tidak bisa berkembang karena tidak bisa mengakses pembiayaan formal. Padahal, bisa diarahkan lebih profesional dan besar. Usaha mikro-kecil biasanya modal terbatas. Kita serentak masuk ke daerah-daerah dengan marjin yang sangat murah, caranya dengan subsidi silang. Ada dana yang disimpan untuk subsidi bunga. Jadi kalau ada dana Rp 6 miliar, maka yang Rp 4 miliar ditahan, ditempatkan di deposito, untuk menambah subsidi Rp 2 miliar.
Ciptakan suku bunga murah, itu harus. Kita upayakan bank lebih efisien dengan skala yang lebih besar dan teknologi lebih baik dan layanan lebih murah.
Bank di RI tidak efisien?
Kalau lihat angka-angka tidak usah dipaparin, semua orang tahu, lah. Perbankan kita dibandingkan dengan negara-negara tetangga, jauh. Dulu kita lahir sudah besar. Pelan-pelan bank menggunakan teknologi yang lebih modern. Kantor fisik tak perlu banyak karena semua bisa diakses dengan teknologi. Orang tak perlu datang ke bank. Komunikasi lewat internet sangat membantu, datang ke bank tinggal tanda tangan. Teknologi membantu lebih efisien.
Masih banyak masyarakat belum mengakses jasa keuangan formal. Pada 2019, target literasi keuangan 75 persen. Bisa?
Perkembangan ke depan, saya optimistis bisa menggunakan teknologi sehingga masyarakat bisa terfasilitasi sektor jasa keuangan. Justru potensi Indonesia besar karena penduduknya banyak, lokasi di negara kepulauan. Teknologi memfasilitasi akses ke daerah-daerah terpencil. Indonesia jadi contoh yang bagus untuk inklusi keuangan, karena secara geografis sangat menguntungkan. Kalau di internasional saya cerita, jangan tiru Indonesia, di Indonesia banyak daerah terpencil sehingga teknologi membantu lonjakan jumlah rekening. Beda dengan negara yang aksesnya sudah banyak, sehingga tidak banyak dibantu teknologi. Kita yakim 75 persen di 2019 tercapai. Fokus tak hanya tabungan, tetapi juga pembiayaan atau kredit. Kita optimalkan dengan program-program pemerintah yang membawa masarakat mengakses sektor keuangan. Kalau dari segi pembiayaan sudah masuk, pasti punya tabungan. Tapi kalau masuk dari tabungan, belum tentu punya kredit.
Masih banyak masyarakat yang terjebak investasi ilegal.
Orang-orang itu kan kadang-kadang tidak sabar. Skema Ponzi itu kan dikasih contoh keberhasilan. Setelah orang percaya, banyak yang ikut, habis itu manajemennya semakin besar, lalu tidak sesuai. Kalau kecil bisa kelihatan. Begitu besar, tidak kelihatan. Edukasi masyarakat penting supaya hati-hati mengenali risiko, bisa berpikir mana yang bisa dibeli, mana yang tidak.
Tahun ini Pilkada dan tahapan Pemilu. Pengusaha diminta tidak melihat dan menunggu. Apakah kondisi ekonomi tahun ini tercermin dari sikap pengusaha itu?
Mungkin istilah wait and see ini perlu dikupas lebih detail. Melihat dan menunggu itu refleksi tidak terlalu agresif dalam melakukan investasi bisnis baru. Akan tetapi ada beberapa faktor. Faktor fundamen bagus, nilai tukar terkendali, cadangan devisa kuat, dan suku bunga cenderung murah. Apa lagi? Tidak ada lagi alasan untuk tidak investasi. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Kalaupun kita investasi, mau dijual ke mana? Seluruh dunia mengalami hal yang sama, yaitu dampak penurunan harga komoditas beberapa waktu lalu. Sekarang masih proses pemulihan. Baru tahun ini perkembangan dunia mulai bagus. Tahun ini proyeksinya positif semua. Ibaratnya kalau kita produksi apa pun, kapasitas harus ditingkatkan karena permintaan akan banyak. Harga komoditas sudah mulai naik. Artinya permintaan sudah ada, permintaan bahan baku naik, harga minyak naik. Biasanya ekonomi mulai tumbuh dengan gampang.
Ada satu hal yang perlu dicermati. Beberapa bank masih melakukan proses restrukturisasi nasabah-nasabahnya yang kemarin kena dampak penurunan harga komoditas, sehingga ada yang sebagian dihapus buku. Rasio kredit bermasalah (NPL) sudah mulai turun. Mudah-mudahan 2018 sudah selesai sehingga penghapusan itu tidak akan mempunyai dampak penurunan. Kami yakin 2018 akan lebih positif dari 2017. Permintaan domestik akan naik kalau ekspor naik. Ekonomi dunia naik, permintaan bertambah, produksi barang bertambah, mempekerjakan orang banyak. Harga komoditas mulai naik, negara-negara maju sudah mulai pulih sehingga pembelian barang-barang dari Indonesia akan naik. Pilkada positif karena memperbanyak konsumsi, misalnya membuat kaus. Ada panggung, dan lain-lain. Ini akan menggerakkan ekonomi. Saya memandang positif, karena banyak konsumsi, aktivitas dan biaya juga banyak.
Bagaimana meyakinkan pengusaha agar memandang tahun ini lebih positif?
Semua aktivitas ekonomi akan positif, tidak boleh duduk dan menunggu statistik. Harus ada aksi bersama-sama, baik pemda, pengusaha, maupun OJK. Semua komponen harus bersama-sama. Memang begitu diskenariokan.
Bagaimana OJK memandang teknologi finansial?
Tekfin adalah perkembangan yang tidak bisa dibendung. Kita dihadapkan dengan itu. Tinggal kita yakinkan masyarakat bisa mendapat manfaat yang paling besar dengan kehadiran tekfin. Manfaat bukan hanya layanan cepat dan harga murah, tetapi juga kepentingan yang terproteksi. Nah, bagaimana perbankan, otomatis harus mengembangkan, baik melalui bank langsung atau anak perusahaan. Kita sangat senang perbankan melakukan itu. Bank , meskipun lewat anak usaha, sudah teregulasi. Tata kelola baik, modal ada. Tidak sembarangan, orangnya jelas, rumahnya di mana, rekam jejak bagus. Kami sangat senang kalau perbankan terlibat dalam tekfin.
Masalahnya, “the beauty" dari tekfin adalah unregulated. Kalau diregulasi jadi tidak menarik. Belum tentu orang tertarik kalau diregulasi. Tekfin ini kan antara masyarakat dengan masyarakat, yang disediakan platformnya. Contohnya, kalau kita mau beli makanan, yang penting makanannya sampai. Harga ditentukan di depan. Tetapi tetap harus ada transparansi. Tekfin ini bagus dan tidak bisa dibendung dan yang penting masyarakat dapat manfaat yang paling besar. Tentunya harga murah, lebih cepat, dan kepentingannya diproteksi.
Bagaimana caranya? OJK punya perhatian karena tugas OJK di antaranya melindungi kepentingan konsumen. Tidak harus konsumen jasa keuangan. OJK wajib melindungi kepentingan masyarakat. Caranya, semua produk yang ada harus transparan. Kalau ada apa-apa, siapa yang tanggung jawab, sehingga kita bisa mengatur dalam rangka payung perlindungan konsumen, di antaranya transparansi dan akuntabilitas. Transparansi itu produknya apa, konsekuensinya apa. Kami akan masuk ke area situ. Bukan mengawasi perusahaan tekfin seperti mengawasi bank, karena tekfin hanya menyediakan platform, bukan menggaransi. Contohnya peer to peer lending atau pinjam-meminjam antarpihak. Ada pemberi pinjaman melalui platform elektronik. Mestinya, dan kita akan, mengharuskan yang pinjam itu siapa, supaya pemilik dana tahu. Kalau tidak tahu yang pinjam siapa, seperti beli kucing dalam karung. Misalkan itu harus orang Indonesia, ya harus kita yang atur. Yang kedua, orang itu harus punya kartu identitas. Terserah kita mau sampai sejauh mana, itu pilihan. Orang itu harus punya izin usaha, tergantung kelas tekfinnya. Dana berapa lama harus mengendap, harus diatur. Suku bunga berapa, harus diungkap. Pengungkaoan ini yang menjadi ranah aturan OJK dalam rangka melindungi konsumen. Kalau ada risiko kegagalan nasabah, siapa yang tanggung-jawab. Dalam tekfin, penyedia layanan tidak bertanggung-jawab. Dalam konteks kegagalan teknis., siapa yang tanggung-jawab, akan diatur.
Kapan?
Rancangan sudah ada, masih didiskusikan. Melindungi konsumen bukan seperti mengawasi bank. Kita mungkin bisa meminjamkan uang menggunakan tekfin, tapi layanan di luar negeri. Kalau perlindungan konsumen, kami memberi edukasi ke masyarakat. Apakah harus ada standar tekfin global, diskusi masih berlangsung. Jadi tekfin di negara mana pun harus punya standar untuk keterbukaan. Mungkin.
Sudah ada pembicaraan tentang standar global?
Ini sedang terus dilakukan. Katakanlah, kalau penyedia tekfin negara lain lebih longgar, kita ketat-ketat juga tidak ada gunanya. Apa kita bisa melarang orang Indonesia masuk ke tekfin yang disediakan orang di negara lain? Tidak bisa. Apakah ada larangan kita masuk ke tekfin negara lain? Tidak ada.
Di triwulan I-2018 sudah bisa terbit aturannya?
Sudah. Kita lihat prosesnya sesuai mekanisme pasar. Sudah ada contoh, uangnya hilang karena risiko materi, orang baru berhenti. Tadinya tidak percaya. Bukti kalau memang ada risiko yang bisa terjadi. Lama-lama masyarakat dewasa dan bisa mengukur diri sendiri. Itu seperti dulu pernah eforia, investasi di instrumen-instrumen dan komoditas yang berhubungan dengan instrumen.
Soal uang virtual, ada sebagai komoditas, ada sebagai alat tukar. Muncul kecenderungan menjadikannya sebagai investasi.
Ini lah fungsi edukasi. Kalau legalnya, yang namanya uang, sudah dimandatkan di Undang-undang Mata Uang, Bank Indonesia yang mejaga tentang uang. Kalau otoritasnya harus dihargai, dong. BI undang-undangnya jelas, dikasih mandat untuk mengatur sistem keuangan. Otoritas dengan alasan apa pun, mengatakan tidak boleh, maka harus dipatuhi. Lantas orang masuk ke daerah, ini bukan uang, tapi perdagangan, oke silakan. Akan tetapi, tetap dikasih peringatan. OJK sebagai otoritas yang melindungi kepentingan nasabah, harus melakukan edukasi dan siapa saja yang melaukan perdagangan harus transparan dan akuntabel. Sektor jasa keuangan, bank, industri keuangan non bank, pasar modal, selama itu produk yang dilarang otoritas sistem pembayaran dan uang, ya kita harus menghormati. Sektor jasa keuangan tidak boleh memperdagangkan produk yang dilarang otoritas, karena semua produk yang dijual lembaga jasa keuangan harus dilaporkan ke OJK. Sejauh ini belum ada jasa keuangan yang masuk ke sana. Kalau ada, kami beri peringatan. Lembaga jasa keuangan tidak boleh melakukan perdagangan komoditas. Aturannya jelas. Perdagangan saham saja tidak boleh, apalagi komoditas.