Ali Sadli Mengaku Hanya Menjadi Pesuruh Rochmadi Saptogiri
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ali Sadli, auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan, Rabu (21/2), mengaku hanya menjadi pesuruh dalam penerimaan imbalan Rp 420 juta kepada atasannya, Rochmadi Saptogiri, agar BPK menerbitkan opini wajar tanpa pengecualian untuk anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2016.
Pengakuan itu disampaikan Ali dalam nota pembelaan pribadinya dalam sidang lanjutan terkait perkara pemberian imbalan agar BPK menerbitkan WTP untuk anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta (Kemendes PDTT).
”Saya adalah pesuruh karena semua tindakan saya hanya diminta oleh Rochmadi sebagai atasan saya untuk menerima uang tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya, Ali yang menjabat sebagai Kepala Sub-Auditorat III B2 Auditorat Keuangan Negara BPK didakwa menerima uang Rp 240 juta dari Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito melalui Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo. Uang itu diterima Ali untuk disampaikan kepada Rochmadi selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dengan tujuan agar BPK menerbitkan opini WTP untuk laporan keuangan Kemendes PDTT.
Ali menyampaikan, pada 4 Mei 2017, Sugito dan Rochmadi mengadakan pertemuan tanpa sepengetahuan dirinya. Dalam pertemuan itu, Sugito ingin memberikan hadiah uang kepada Rochmadi melalui seseorang. Namun, atas perintah Rochmadi, dia diminta menerima hadiah tersebut.
”Saya hanya diberitahukan setelah Rochmadi memberi tahu saya bahwa Sugito akan memberikan sesuatu melalui saya. Sebagai anak buah, saya hanya menyatakan siap karena itu perintah atasan. Jadi, saya lakukan saja. Tapi saya akui itu adalah kesalahan saya,” jelasnya.
Ali kemudian menyampaikan bahwa uang yang dia terima itu telah melalui kesepakatan antara Rochmadi dan Sugito, tanpa sepengetahuan dirinya. Untuk memenuhi perintah Rochmadi, Ali mengaku menerima pemberian pertama sebesar Rp 200 juta. Uang itu kemudian dia taruh di ruangan Rochmadi dan penerimaan uang itu pun dikonfirmasi Rochmadi.
”Penerimaan uang tersebut (oleh Rochmadi) pasti benar,” ucapnya.
Namun, setelah KPK menangkap tangan dirinya bersama Jarot di BPK, Ali mengaku, dia diminta Rochmadi mengaku bahwa uang itu tak pernah diterima Rochmadi. Ali ditangkap bersama Jarot beberapa jam setelah Ali menerima hadiah Rp 40 juta dari Jarot dan hadiah itu juga untuk Rochmadi.
Permintaan itu, menurut Ali, disampaikan Rochmadi saat mereka bertemu di mushala KPK. Dalam pertemuan itu, Rochmadi meminta dirinya mengaku menerima uang tersebut dan membuat seolah-olah Rochmadi tak pernah menerima uang itu atau tak terlibat sama sekali.
”Namun hal itu tidak saya tanggapi karena tidak sesuai dengan yang saya alami. Kemudian, saat saya bertemu lagi di mushala KPK, dan (Rochmadi) bilang bahwa dia sudah mengakui kepada penyidik terkait penerimaan tersebut. Saya bilang, bagus Pak, dan itu artinya penerimaan uang tersebut telah diakui oleh Rochmadi,” jelasnya.
Sebaliknya, dalam persidangan terpisah, Muhammad Ali Fernandez selaku penasihat hukum Rochmadi menyampaikan bahwa kliennya tak pernah menerima uang dari Kemendes PDTT. Menurut Fernandez, barang bukti terkait penerimaan uang Rp 240 juta yang ditunjukkan oleh jaksa pada KPK itu tak didukung oleh keterangan para saksi.
”Kami menilai jaksa tak dapat menunjukkan unsur penerimaan uang atau janji karena bukti yang diajukan jaksa bertentangan dengan keterangan para saksi. Oleh karena itu, unsur menerima tak terbukti,” jelasnya.