JAKARTA, KOMPAS - Katarak pada anak perlu diantisipasi karena selama ini orang tua dinilai kurang mengetahui penyakit mata tersebut. Padahal, apabila penangananya telat, katarak dapat menyebabkan kebutaan yang juga bisa berpengaruh pada perkembangan otak anak.
Prevalensi kebutaan pada anak di Indonesia 0,4 persen per 1.000 anak. Dari angka tersebut, sekitar 25 persennya disebabkan oleh katarak.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komite Mata Nasional Aldiana Halim, di Jakarta, Minggu (25/2). Meskipun prevalensinya tidak terlalu besar, penyakit katarak pada anak perlu diwaspadai karena menyangkut perkembangan otak anak.
"Perkembangan otak sangat tergantung pada pengalaman pengelihatan. Kalau pengalamaan pengelihatan terganggu karena katarak, pasti perkembangan otaknya jadi terhambat," ujar pria yang juga dokter spesialis mata di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Jawa Barat.
Aldiana menyebut perkembangan pusat pengelihatan di otak akan berhenti pada umur tujuh tahun. Oleh karena itu, perlu pendeteksian dini katarak sejak dini agar upaya pecegahan dapat segera dilakukan.
"Semakin cepat katarak itu ditemukan, lalu dipulihkan, otak bisa berkembang dengan maksimal. Kalau penanganannya terlalu lama, maka bisa jadi permanen atau buta," ucapnya.
Virus
Ketua Layanan Children Eye & Squint Clinic Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC) Ni Retno Setyoningrum, di RS JEC, Sabtu (25/2), menuturkan, penyebab penyakit mata pada anak dan balita karena infeksi dan genetik. Namun, lanjutnya, lebih banyak kasus disebabkan infeksi dari virus Toksoplama, Rubella, Sitomegalo, dan Herpes (TORCH). Ibu yang terkena virus Rubella atau Toksoplasma akan memperbesar kemungkinan bayi lahir katarak. Virus itu biasa ditularkan melalui unggas atau kucing.
"Ketika virus itu hinggap di makanan milik ibu hamil, virus itu tidak terasa akan masuk ke dalam tubuh dan ke janin bayi. Virus itu, kan, sifatnya infeksi. Tetapi secara khusus, dia akan merusak lensa mata bayi," ujar Retno usai acara bakti sosial dalam rangka perayaan ulang tahun ke-34 RS JEC.
Menurut Retno, gejala katarak pada anak dapat dideteksi sejak dini. Misalnya, ada bayangan warna putih di pupil atau letak hitam mata tidak beada di tengah-tengah (juling). Biasanya, gejala itu bisa terlihat pada usia 2-3 bulan.
"Jadi tentang katarak bayi dan anak ini masih belum banyak yang tahu. Ketahuannya tiba-tiba mata si anak sudah ketutup. Orang tua harus melihat mata anaknya dengan detail. Kalau ada keraguan, sebaiknya langsung dibawa ke dokter spesialis anak," ungkap Retno.
Retno menjelaskan, operasi akan dilakukan apabila diameter katarak sudah lebih dari 3 milimeter. Prosedur operasi katarak pada anak juga lebih rumit dibandingkan pasien dewasa. Setelah operasi, pasien bayi yang menderita katarak akan diberikan terapi mata.
"Kalau dewasa kan mudah untuk cek kaca matanya ukuran berapa. Tetapi, kalau masih anak-anak harus ada pemeriksaan pupil dan retina untuk kami bikin resep kaca matanya," kata Retno.
Kepala Subdit Gangguan Indera dan Fungsi (GIF) Direktorat Pencegahan dan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Sri Purwati mengaku masih kesulitan untuk mendapatkan data katarak pada anak. "Angka ini masih sulit karena subdit GIF baru ada dua tahun. Kami masih mengumpulkan data per wilayah-wilayah," ujarnya.
Namun, Purwati menekankan pentingnya program deteksi dini dalam upaya pencegahan katarak pada bayi yang baru lahir. Orang tua diharapkan dapat memantau proses tumbuh kembang anak secara rutin. (DD18)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.