Wajah penyanyi dangdut senior, Elvy Sukaesih tidak terlihat lelah meskipun baru selesai dicecar 18 pertanyaan oleh penyidik di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Senin (26/2). Pemeriksaan yang dimulai pukul 14.00 itu baru berakhir pukul 17.00.
Elvy sabar menjawab pertanyaan puluhan wartawan yang berdesakan di depan pagar gedung Direktorat Reserse Narkoba, menanti ratu dangdut ini merampungkan penyelidikan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Elvy diperiksa sebagai saksi kasus narkoba yang menjerat lima anggota keluarganya. “Intinya menanyakan apakah ES tahu anak-anaknya menggunakan narkoba dan apakah dia tahu tentang narkoba itu,” kata Argo.
Seperti diberitakan, polisi menangkap lima orang di rumah Elvy di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur, 16 Februari lalu. Mereka dibekuk berikut barang bukti tiga paket sabu seberat 0,35 gram, 0,45 gram, dan 0,49 gram. Tiga orang yang ditangkap adalah kakak beradik anak Elvy yakni DZ, S, dan AZA. Dua orang lainnya yang ditangkap yakni CG dan M. CG adalah istri S, sedangkan M berstatus tunangan DZ.
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni DZ, S, CG yang sedang hamil, dan M. AZA tidak ditetapkan sebagai tersangka meskipun hasil tes urin positif karena polisi tidak menemukan barang bukti sabu padanya.
Menurut Argo, para tersangka mengaku sudah lama menggunakan narkoba. DZ memakai sabu sejak 2010, S sejak 2005, dan M mulai tahun 2008.
Kasus ini membuat rencana pernikahan DZ dan M berantakan. “Sebagai orangtua saya sangat prihatin, tidak tahu mau ngomong apa. Saya minta maaf kepada semua penggemar di seluruh Indonesia yang mungkin sangat kecewa,” kata Elvy, artis kelahiran Jakarta, 66 tahun lalu.
Pelantun lagu “Bisik-bisik Tetangga” itu menuturkan, ia sibuk menjadi juri dalam sebuah acara di televisi. Setiap hari, ia selalu pulang ke rumah dalam kondisi sangat lelah. Elvy berharap, kasus yang menimpa keluarganya cepat diproses.
“Kamar saya dengan kamar anak-anak cukup jauh. Saya jarang bertemu anak-anak. Mereka bukan anak kecil yang selalu saya kontrol. Ke depan, saya minta anak-anak datang ke kamar saya untuk berbicara,” ujarnya.
Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Edo Agustian mengatakan, faktor penyebab keluarga Elvy menggunakan narkoba tidak bisa disimpulkan tanpa menggunakan perangkat assessment (pengujian).
Saat ini ada beberapa perangkat yang digunakan BNN untuk menilai penyebab atau tingkat permasalahan pengguna narkoba. Perangkat itu antara lain Addiction Severity Index (ASI) yang digunakan Tim Assesment Terpadu (TAT). ASI adalah wawancara mendalam mengenai berbagai aspek dalam kehidupan pecandu. Tujuannya untuk membantu proses rehabilitasi.
Jangan hanya artis
Edo mengatakan, seharusnya yang menjadi target penangkapan polisi tidak hanya pengguna seperti artis. Polisi juga harus menyasar bandar kelas kakap atau produsen narkoba di dalam negeri.
“Apakah ada maksud lain di balik penangkapan artis itu? Misalnya untuk mendapat nama besar, mendapat kenaikan pangkat, menimbulkan rasa takut kepada masyarakat, atau ada hal lainnya?” tanyanya.
Menurut Edo, penangkapan tidak terjadi dalam semalam. Ada proses pemantauan dan memastikan sasaran benar-benar tepat. Selain itu memastikan ada barang bukti saat penangkapan. Rasanya tidak mungkin polisi tidak tahu sasarannya adalah artis.
Edo berpendapat, penangkapan artis belum tentu menimbulkan efek jera. Hukuman mati pun tidak membuat kasus narkoba menurun. Tahun 2008, Indonesia menghukum mati dua penyelundup narkoba dari Nigeria. Namun, kasus narkoba tahun 2009 meningkat menjadi 30.878 kasus dari tahun 2008 (29.364 kasus).
Sebelum meninggalkan Polda Metro Jaya, Elvy pasrah. “Ini jadi pelajaran. Tidak boleh main-main dengan barang terlarang (narkoba). Semoga ke depan mereka menjadi anak-anak baik”, ujarnya.