Dengan alasan di Ghouta timur terdapat sisa-sisa kelompok teroris, pasukan Presiden Bashar al-Assad terus menggempurnya. Kalaupun ada Resolusi Dewan Keamanan PBB, pasukan Assad dibantu Rusia dan Iran tak juga menghentikan apa yang disebut perburuan terhadap kelompok teroris itu.
Padahal, organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) melaporkan, warga sipil yang paling banyak menjadi korban serangan pasukan Assad. Tercatat lebih dari 500 orang tewas akibat serbuan pasukan Assad ini.
Jaish al-Islam dan Faylaq al-Rahman adalah dua dari beberapa kelompok teroris di Ghouta timur. Namun, Pemerintah Suriah sempat putus asa untuk dapat mengambil alih daerah itu. Apalagi, Ghouta timur dekat dengan Damaskus yang memungkinkan mereka menyerang ibu kota Suriah tersebut.
Serangan Minggu (25/2) menewaskan sedikitnya 14 warga, termasuk tiga anak-anak. Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, pemimpin dari kelompok teroris menyiapkan senjata kimia untuk kemudian menuduh rezim yang menggunakannya.
Gempuran pasukan Assad kembali terjadi pada Senin kemarin ke basis kelompok pemberontak di Douma, pusat kota Ghouta timur. Sedikitnya 10 orang tewas, termasuk sembilan orang dari sebuah keluarga.
Tidak salah jika Sekjen PBB Guterres menyebut Ghouta timur bak neraka di bumi. Ghouta timur yang dihuni sedikitnya 400.000 orang dikepung pasukan Assad. Mereka tidak mungkin keluar dari Suriah dan sebagian tak lagi punya persediaan makanan.
Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel mendesak Rusia menggunakan pengaruhnya agar Suriah menghentikan pengeboman di Ghouta. Mereka meminta agar Resolusi DK PBB dapat segera diterapkan di Ghouta.
Macron juga meminta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menghentikan serangan ke basis warga Kurdi di kota Afrin dan Manbij. Resolusi PBB berlaku untuk seluruh wilayah Suriah, termasuk Afrin. ”Rusia, Turki, dan Iran harus ikut bertanggung jawab untuk menjalankan resolusi itu,” kata Macron.
Namun, Senin kemarin, Turki mengirim pasukan khusus ke Afrin sebagai antisipasi ancaman perang kota dari warga Kurdi. Di Moskwa, Presiden Vladimir Putin melakukan pembicaraan soal situasi di Suriah dengan Dewan Keamanan Nasional Rusia.
Assad tak mungkin menghentikan serangan ke Ghouta timur yang merupakan daerah vital bagi konsolidasi kekuasaannya karena ancaman terbesar bagi Assad bisa datang dari sini. Rusia, Iran, dan Turki sudah berkali-kali berupaya mencari solusi damai, tetapi selalu gagal.
Gencatan senjata 30 hari semestinya dipatuhi Suriah karena tujuannya jelas guna memberikan bantuan kemanusiaan dan sedikit meringankan penderitaan warga Suriah. Sangat janggal di tengah penderitaan warganya, rezim Assad berbicara soal rekonstruksi Suriah dengan dana lebih dari 200 miliar dollar AS.