Tren penataan perkampungan padat penduduk dengan mengecat tembok berwarna-warni sedang digandrungi masyarakat. Dengan kreativitas warga, kampung yang semula bertembok suram, kini lebih berwarna. Namun, apakah perubahan fisik itu turut mengubah gaya hidup warga menjadi lebih sehat?
Heriyadi alias Kudil (35) tekun menggoreskan kuas kecil ke tembok di gang selebar 1,5 meter di RT 015 RW 004 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (27/2). Sembari melihat ke layar telepon selulernya, ia kembali mencelupkan kuas ke cat tembok berwarna hitam.
Pelan-pelan, ia melukis ornamen kerajaan Majapahit yang ia unduh dari internet. Lukisan itu menghiasi pagar rumah warga yang ada di gang masuk kampung tersebut.
Di belakang tempat Kudil berdiri, tembok sudah bercat warna-warni dengan beragam lukisan. Ada logo Pemprov DKI, pesan untuk menjauhi narkoba, Museum Sejarah Jakarta, Monas dan gedung-gedung bertingkat, serta matahari. Lukisan itu hasil kreativitas warga kampung selama 1,5 bulan terakhir.
"Ini masih awal, belum selesai. Yang dikerjakan baru sepanjang 400 meter. Rencananya, semua tembok di gang besar dicat dan dilukis," kata Kudil.
Setiap malam, Kudil ditemani dua warga lain menyelesaikan lukisan tembok. Saat malam hari, kondisi kampung lebih tenang karena tak banyak kendaraan berlalu lalang.
Di RW 008, tembok-tembok di gang besar juga telah disulap menjadi kanvas lukis warga. Ada gambar kapal pesiar, anak-anak sekolah, hingga tokoh kartun Jepang Doraemon. Di salah satu rumah warga, tembok bercat warna-warni lebih semarak dengan hiasan tanaman-tanaman gantung. Tanaman digantung di wadah bekas botol air mineral.
Di sudut lain yang lebih padat penduduk, di RW 002, rumah-rumah nonpermanen dari seng dan tripleks ikut dicat berwarna-warni. Rata-rata, rumah itu dikontrakkan. Letaknya di pinggir Kali Sekretaris. Gang akses masuk ke kampung itu pun digambari ornamen abstrak kubus berwarna-warni. Sejenak, citra kampung padat dan kumuh sedikit memudar oleh benderang warna cat hijau dan kuning.
Penataan kampung
Lurah Cipulir Adi Krisno Prayogo mengatakan, program penataan kampung itu merupakan perintah dari Biro Pemerintahan Pemkot Jakarta Selatan. Masing-masing kelurahan yang memiliki perkampungan padat, diminta menata ulang wilayahnya.
Setelah berdiskusi dengan warga, dipilih tema kampung warna-warni. Warga iuran secara swadaya untuk membeli cat maupun mendesain kampung sesuai dengan tema yang lekat dengan masyarakat.
"Sekarang baru dilaksanakan di 3 RW. Rencananya, kami akan menata seluruh wilayah mencakup 11 RW," kata Adi.
Keberlangsungan
Namun, penataan kampung menjadi warna-warni ini, ternyata belum diikuti program lain yang meningkatkan gaya hidup masyarakat perkotaan.
Kusnan, Ketua RT 012 RW 002 Kelurahan Cipulir, mengaku, akses air bersih di wilayahnya masih susah. Warga menggunakan air tanah yang kandungan zat besinya tinggi. Setiap membuka keran air, bau zat besi menyengat. Warga tidak berani menggunakan air itu untuk minum dan memasak. Air hanya dipakai mandi, cuci, dan kakus.
"Kami sudah beberapa kali mengusulkan supaya warga sini dapat akses air perpipaan. Tapi, sampai sekarang belum ada jawaban," kata Kusnan.
Selain akses air bersih, warga juga belum terbiasa memilah sampah. Sampah plastik, botol, dan kaleng masih mengambang di aliran Kali Sekretaris. Meskipun setiap hari diambili tukang sampah, namun sampah warga kerap menumpuk di luar rumah sehingga menimbulkan bau tak sedap. Warga belum memiliki kesadaran memilah sampah. Saat hujan, warga juga masih kebanjiran luapan got.
"Kami sih mau kalau didampingi. Kami juga ingin wilayah ini lebih bersih dan rapi," kata Kusnan.
Lurah Cipulir mengatakan, rencana keberlangsungan program itu sedang dibahas dengan Biro Pemerintahan Pemkot Jakarta Selatan. Ia berniat melanjutkan penataan kampung dengan program lain seperti penghijauan, pengolahan sampah, maupun akses air bersih. Ia juga ingin meningkatkan kualitas jalan di gang, penerangan jalan umum dengan lampu LED, maupun normalisasi drainase kota.
"Makanya program ini kami rintis dulu. Kalau berhasil, mungkin kami bisa mencari dana dari CSR perusahaan atau dari Pemprov DKI," ujar Adi.
Adi menyadari, jalan program penataan kampung secara konsisten dan berkelanjutan memang masih panjang. Warganya pernah swadaya melakukan studi banding konsep penataan kampung Jodipan, Malang. Harapannya, penataan kampung itu bisa diadaptasi di Jakarta.
Menurutnya, saat ini yang penting adalah menumbuhkan kesadaran warga untuk peduli dan membuat perubahan di lingkungannya. "Warga terlihat bangga dan mau turun ke lapangan untuk menata kampungnya. Kami masih membutuhkan kerja keras untuk menata Cipulir lebih baik," ujarnya.