Pengadilan Tipikor Kupang Mulai Diramaikan Kepala Desa
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang mulai diramaikan para kepala desa yang selama ini mengelola dana desa. Setiap hari selalu ada sidang kasus tindak pidana korupsi dana desa dengan terdakwa kepala desa dari sejumlah desa di Nusa Tenggara Timur. Selasa (27/2), dua kepala desa disidang secara beruntun di Pengadilan Tipikor Kupang karena terlibat korupsi. Kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Kepala Desa Runut, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Petrus Kanisius, terdakwa kasus korupsi dana desa tahun anggaran 2016, divonis 2 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kota Kupang, Selasa. Kanisius terbukti merugikan keuangan negara senilai Rp 375 juta dari total anggaan dana desa senilai Rp 740 juta.
Sidang vonis terdakwa kasus korupsi dana desa yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Kupang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fransisca Paulina Nino. Hakim anggota Ibnu Choliq dan Gustaf Marpaung. Jaksa dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Sikka, KB Sinaga, dan penasihat hukum Mery Soru.
Dalam sidang ini majelis hakim membacakan keterangan terdakwa, saksi-saksi, dan memperlihatkan barang bukti berupa laporan kuitansi fiktif dan laporan pertanggungjawaban fiktif. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dana desa tahun anggaran 2016 senilai Rp 375 juta dari total anggaran dana desa senilai Rp 740 juta.
Perbuatan terdakwa tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat pembangunan dan upaya menyejahterahkan masyarakat di desa itu. Program dana desa diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan warga melalui pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana desa, pemberdayaan ekomomi masyarakat, dan peningkatan sumber daya manusia di desa itu.
”Setelah mempelajari semua proses persidangan dan mempertimbangkan keterangan terdakwa, saksi, dan barang bukti, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan merugikan keuangan negara Rp 375 juta. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara bagi terdakwa dan memerintahkan terdakwa membayar denda atas tindakan itu kepada negara senilai Rp 50 juta,” kata Paulina.
Jika selama satu bulan setelah diberlakukan hukuman tetap ini terdakwa tidak membayar denda itu, terdakwa wajib menjalankan hukuman kurungan satu bulan penjara. Selain itu, terdakwa diwajibkan mengganti kerugian negara senilai Rp 375 juta. Jika tidak dilaksanakan, satu bulan setelah diberlakukan vonis ini, terdakwa akan dikenai hukuman 5 bulan penjara.
Terdakwa membuat laporan fiktif, yakni rapat desa dan belanja makan dan minum peserta rapat, belanja pipa untuk instalasi air dalam desa, pembangunan infrastruktur dalam desa, pembangunan rumah darurat untuk pendidikan anak usia dini, dan honor guru PUD dan guru SD. Total anggaran untuk semua laporan fiktif ini senilai Rp 375 juta.
Paulina mengatakan, terdakwa memiliki hak untuk banding atas vonis tersebut. Penasihat hukum Mery Soru mengatakan akan mempertimbangkan vonis itu bersama terdakwa.
Sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi atas kasus korupsi dana desa di Desa Pakalahembi, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur, tahun anggaran 2014. Nilai kerugian negara Rp 234 juta dari total dana Rp 650 juta. Saksi Hezron Manafe menjabat sebagai Staf Inspektorat di Pemkab Sumba Timur.
Kasus ini melibatkan mantan Kepala Desa Pakalahembi Mata Yiwa (2008-2014) dan mantan bendahara dana desa Lukas Lapu Ndakunau. Sidang dipimpin majelis hakim dan penasihat hukum yang sama, kecuali jaksa Fariadin.
Menurut Jefron Manafe, lima kegiatan fiktif yang dilaporkan kedua terdakwa meliputi pembelian kambing untuk warga desa, biaya makan dan minum selama 120 kali pertemuan desa dalam tahun anggaran 2013-2014, pembelian enam sapi jantan, dan perjalanan dinas. Total pengeluaran dari lima kegiatan ini senilai Rp 234 juta.
Seusai sidang, Ketua Majelis Hakim Franisca Paulina Nino mengatakan, dalam waktu dekat berkas korupsi dana desa dari tiga kepala desa masing-masing di Belu, Ende, dan Manggarai dilimpahkan kejaksaan negeri masing-masing ke Pengadilan Tipikor Kupang. ”Sekarang ini kepala desa mengambil alih tipikor, sebelumnya hanya pejabat daerah. Kini, kasus tipikor pejabat daerah mulai menurun, tetapi tipikor kepala desa mulai ramai,” kata Nino.