Di Indonesia, data pelepasan emisi karbon dioksida pada 2010 akibat faktor deforestasi dan pembukaan atau pembakaran hutan atau lahan gambut (48,5 persen), energi (33,97 persen), pertanian (8,2 persen), limbah (6,59 persen), serta proses industri dan penggunaan produk (2,69 persen). Pada 2030, target penurunan emisi gas rumah kaca 29-41 persen.
Dalam Dokumen Niatan Kontribusi Nasional (NDC), target itu akan didistribusikan dalam sektor deforestasi dan pembukaan gambut (17 persen), energi (11 persen), dan limbah (0,38 persen). Sektor lain ialah pertanian (0,32 persen) serta proses industri dan penggunaan produk (0,1 persen).
Sejauh ini, kegiatan proses industri dan penggunaan produk (industrial processes and production use/IPPU) paling kecil, tetapi harus dikerjakan Indonesia. Salah satunya pemakaian produk ramah iklim.
Pengembangan produk
”Perubahan iklim ialah isu penting yang kami perhatikan dalam pengembangan produk. Tidak hanya pasar perseorangan, tetapi juga korporat atau bisnis, seperti swalayan dan peritel,” kata Tetsuro Homma, President Appliance Company pada Panasonic Corporation, Kamis (1/3), di Tokyo, Jepang, dalam rangkaian kunjungan media 100 tahun Panasonic.
Satu produk yang dihasilkannya ialah penyejuk ruangan pada rumah, perkantoran, dan pabrik. Ia mengklaim produknya memakai refrigeran jenis R32 (hydrofluorocarbon/HFC) yang memiliki potensi pemanasan global rendah dibandingkan R22 (hydrochlorofluorocarbon/HCFC). Refrigeran R32 juga diklaim tak berbahaya bagi lapisan ozon sehingga berperan penting menekan emisi.
Secara terpisah, Takuma Sawada, Direktur Air-conditioner Marketing Center Panasonic Company, menyebut produknya menguasai pasar Indonesia tertinggi, yakni 23 persen. ”Pertumbuhan Indonesia tinggi. Kami ingin berkontribusi meningkatkan mutu udara dan perubahan iklim lewat produk kami,” katanya.