logo Kompas.id
Lain-lainNilai Transaksi Rp 13 Triliun ...
Iklan

Nilai Transaksi Rp 13 Triliun Per Tahun

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Perdagangan ilegal satwa dilindungi terus terjadi dan nilai transaksinya tergolong tinggi. Wildlife Conservation Society mencatat, nilai transaksi perdagangan ilegal satwa naik empat kali lipat sejak 2010. Sejak 2013, rata-rata nilai transaksinya mencapai Rp 13 triliun per tahun.Akibat perburuan dan perdagangan ilegal, sejumlah satwa liar yang dilindungi kini dalam status sangat terancam punah (critically endangered). Ini dialami sejumlah binatang di Indonesia yang masuk daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN), yaitu harimau sumatera (Panthera tigris) yang tinggal 400-500 ekor, badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang tinggal 40-60 ekor, dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang tinggal 170-230 ekor. Perdagangan satwa secara ilegal di Indonesia berkembang pesat seiring meningkatnya permintaan pasar di tingkat regional, nasional, dan internasional. "Karena itu, perlu usaha-usaha yang serius juga untuk menjawab tantangan tersebut," ujar Direktur Lingkungan Hidup USAID Matthew Burton dalam peringatan Hari Hidupan Liar Sedunia 2018 bertema "Perdagangan Ilegal Satwa Dilindungi Ada di Sekitar Kita" di Jakarta, Sabtu (3/3).Transaksi daring Modus perdagangan pun telah bergeser dari konvensional menjadi transaksi daring (online). Wildlife Policy Program Manager Wildlife Conservation Society (WCS) Sofi Mardiah mengatakan, pihaknya memantau, kasus perdagangan daring tumbuhan dan satwa liar pada 2011-2017 sebanyak 49 kasus."Lebih kurang lima tahun terakhir jual-beli satwa melalui online bisa mencapai 40 persen. Kejahatan ini melihat pasar yang mulai memasuki era digital," ujarnya.Ironisnya, kata Sofi, ancaman hukuman masih rendah dengan denda yang rendah pula. Data WCS, pada 2003-2016 terdapat 40 kasus kejahatan satwa liar yang diproses hukum. Dari data ini, vonis yang diterima pelaku berkisar 9 bulan hingga 2 tahun penjara dengan denda Rp 5 juta-Rp 10 juta.Pakar perdagangan satwa liar USAID, Dwi Adhiasto, menuturkan, perdagangan satwa tidak hanya dilakukan per individu, tetapi juga sekelompok orang yang berjejaring. Menurut Dwi, semakin satwa yang diburu memiliki nilai jual tinggi, permainan itu akan semakin terorganisasi. Ia mencontohkan perdagangan sirip hiu dan ikan pari manta."Jadi, kejahatan satwa ini jangan dilihat hanya satu orang, tetapi lebih luas lagi. Pasti ada pemain kuncinya. Dan pemerintah harus memangkas itu satu demi satu, mulai dari pemburu dan eksportirnya," ujar Dwi. Dia mengatakan, pengawasan juga perlu diperketat, terutama di pelabuhan-pelabuhan tidak resmi. Apalagi, pelabuhan itu berbatasan dengan negara tetangga terdekat, seperti Filipina dan Singapura.Kepala Seksi Pengawetan In Situ Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desy Satya Chandradewi mengatakan, penegakan hukum dalam pengawasan perdagangan satwa perlu koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. (DD18)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000