JAKARTA, KOMPAS — Pengurangan volume ataupun spesifikasi teknis pada sejumlah material proyek infrastruktur tak hanya bisa mengakibatkan kecelakaan kerja, tetapi juga mengindikasikan terjadinya dugaan korupsi. Badan Pemeriksa Keuangan bisa melakukan audit investigasi terhadap proyek-proyek infrastruktur badan usaha milik negara yang mengalami kecelakaan kerja.
Insiden ambruknya cetakan kepala tiang Tol Becakayu di Jalan DI Panjaitan, Cawang, Jakarta Timur, pada 20 Februari, diduga salah satu penyebabnya adalah pengurangan batang baja (stress bar) untuk mengikat bracket atau penyangga cetakan kepala tiang.
Menurut ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, setiap pengurangan spesifikasi teknis ataupun volume material proyek infrastruktur pemerintah daerah dan negara dapat dikualifikasi sebagai korupsi. Apalagi jika pelaksana proyek adalah BUMN yang kedudukannya merupakan bagian dari keuangan negara.
”Karena bagian dari keuangan negara, BPK pun dapat melakukan audit investigasi terhadap proyek-proyek yang dilaksanakan BUMN. Jatuhnya material pada Tol Becakayu itu bisa menjadi indikasi ke arah itu (korupsi),” katanya.
Saat kecelakaan kerja terjadi pada tiang PCB 34 Tol Becakayu, ditemukan hanya empat batang baja yang dipasang pada bracket di tiang tersebut. Sesuai desain eksisting, seperti dimuat dalam dokumen Metode Improvement dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, semestinya ada 12 batang baja yang dipasang pada bracket dengan menembus tiang tol.
Penggunaan 12 batang memperhitungkan jumlah total beban yang ditopang sebesar 320 ton. PT Waskita Karya, selaku pelaksana proyek Tol Becakayu, mengakui hanya empat batang baja yang dipasang pada bracket di tiang PCB 34. Kepala Divisi III PT Waskita Karya Dono Parwoto mengatakan, pemasangan empat batang baja pada bracket tak mengurangi volume material.
Dono meyakinkan bahwa tak ada pengurangan pada batang baja ataupun baut. ”Tak ada untungnya kami mencari laba dengan mengurangi baut. Apalagi mengorbankan Rp 1 miliar (biaya pembangunan satu tiang). Kami ada SOP, tak mungkin mengurangi,” ujarnya.
Menurut pimpinan Proyek Tol Becakayu dari PT Kresna Kusuma Dyandra Marga (KKDM), Herarto Startiono, pengurangan material tak bertujuan mencari keuntungan, tetapi agar pekerjaan berjalan lebih cepat. ”Jiwanya kontraktor, kan, seperti itu. Bukan cari untung, melainkan cari cepat,” katanya.
Direktur Operasi II PT Waskita Karya Nyoman Wirya Adnyana mengatakan, perusahaannya telah memperbaiki sistem supporting (penyangga) atau shoring yang digunakan pada pekerjaan pier head (kepala kolom) di mana metode tersebut sesuai rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi. Nyoman menjamin setiap tahapan pekerjaan dapat diselesaikan dengan aman, tepat mutu dan waktu.
”Kami sudah memperbaiki metode kerja sehingga safety factor sudah meningkat,” katanya.
Direktur Teknik PT KKDM Purma Yose Rizal mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti dengan positif perbaikan guna menjamin pelaksanaan pekerjaan Tol Becakayu.
Secara terpisah, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, dari riset KPK terkait korupsi infrastruktur jalan, pada umumnya korupsi dilakukan sejak perencanaan dengan meninggikan harga penawaran sementara (HPS). Besaran korupsi umumnya 30 persen dari nilai proyek.
Dalam proses perencanaan, BUMN dapat langsung menunjuk subkontraktor ataupun konsultan pengawas yang diinginkan. Desain dan penyusunan HPS juga ditentukan sendiri. ”Tak ada yang men-challenge desainnya itu benar atau tidak,” katanya. (ADY/BKY/ILO/DD05/MDN)