KUPANG, KOMPAS - Panitia pengawas Pilkada diingatkan agar tidak melanggar ketentuan dalam menjalankan tugas sebagai pengawas dan pengontrol pemilihan bupati dan wakil bupati, di 10 kabupaten, dan pemilihan gubernur di Nusa Tenggara Timur.
Semua kegiatan sebagai pengawas harus dijalankan secara transparan, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilu. Ketika, menerima suap dari pasangan calon tertentu, yang rugi semua anggota keluarga.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan Misbah ketika memimpin Rapat Koordinasi Pengawasan Pemilu bersama Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) se- Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kupang, Sabtu (10/3) mengatakan, semua anggota Panwaslu diberi amanat oleh Undang-Undang untuk menjalankan tugas sebagai pengawas. Amanah ini jangan diciderai dengan tindakan tercela.
“Kalau sudah kena suap atau terlibat kasus korupsi dan terungkap oleh aparat penegak hukum, yang rugi, tidak hanya kita anggota Panwaslu tetapi juga istri, anak, cucu, mertua, dan semua anggota keluarga. Semua anggota keluarga menjadi tercela. Oleh karena itu, jangan sampai kepercayaan negara ini disalahgunakan,” kata Abhan.
Ia menegaskan, jika ada anggota Panwaslu yang punya rencana atau niat menerima suap dari pasangan calon atau pihak lain, segera dihilangkan. Anggota Panwaslu jangan berpikir menjadi kaya mendadak. Uang berapa miliar pun, jika tertangkap, dan dibawa ke proses hukum, harga diri langsung ambruk.
Ia menyebutkan, kasus hukum yang menimpa anggota Panwaslu di Garut, Jawa Barat, sangat disayangkan. Kasus itu tidak menimpa anggota Panwaslu sendirian. Anggota Panwaslu itu terlibat bersama anggota KPUD Garut.
Tetapi anggota KPUD mendapatkan mobil mewah, sementara anggota Panwaslu hanya mendapatkan uang receh. Meski receh, tetapi harga diri langsung jatuh.
Jika ada anggota Panwaslu yang tidak paham aturan dan mengambil keputusan keliru, itu masih dapat dipahami, tetapi jika menyangkut korupsi atau suap, tidak ada toleransi dari Banwaslu RI.
Terkadang, ada anggota Panwaslu berpikir, keanggotaan Panwaslu bersifat ad hoc (sementara) maka ia memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari untung dengan menerima suap.
Saat ini pemerintah sedang merevisi peraturan untuk menetapkan keanggotaan Panwaslu pun sifatnya permanen. Jika tidak ada halangan, pertengahan Agustus 2018, keanggotaan permanen itu sudah terealisasi. Semua anggota Banwaslu dan anggota KPUD sudah ditetapkan sebagai anggota permanen, kecuali Panwaslu di kabupaten/kota.
Jika ada anggota Panwaslu yang bekerja tidak jujur, malas masuk kantor, berulang kali melanggar aturan dan dilaporkan ke Bawaslu RI, orang itu tidak akan diakomodir menjadi anggota permanen.
Alangkah lebih baik, jika direkrut anggota baru, dengan mental dan perilaku serta kecerdasan yang memadai. Masih banyak sarjana hukum atau lulusan sarjana yang sedang mencari pekerjaan.
“Memang, saya pahami kalau menggunakan tenaga Anda, jauh lebih baik. Anda sudah berpengalaman, sudah bisa bekerja dan tahu tata cara bekerja, dibanding merekrut anggota Panwaslu baru,” kata Abhan.
Ia mengatakan, suatu hal yang sangat dilematis bagi Panwaslu saat ini, yakni ketika mengawasi calon bupati atau gubernur, yang istri atau suaminya PNS. Bagaimana pun istri atau suami itu harus mendampingi calon itu selama masa kampanye.
Tetapi sebagai anggota PNS, ia tidak boleh mengenakan atribut PNS termasuk kendaraan dinas, mengenakan baju PNS, atribut PNS lain, dan tidak boleh mengangkat tangan, atau jari kepada hadirin.
Anggota Bawaslu NTT Jemris Fontuna mengatakan, tidak diberi pemahaman oleh Banwaslu RI pun, semestinya semua anggota Panwaslu sudah paham tentang tata kerja sebagai anggota Panwaslu.