Pembauran Lewat Pertunjukan Ketoprak
Turut tampil, mantan pebulu tangkis dunia asal China, Huang Hua, yang menjadi warga negara Indonesia dan tinggal di Klaten setelah menikah dengan pengusaha Tjandra Budi Darmawan. Mantan atlet tunggal putri ini pernah merebut juara Jepang Terbuka, China Terbuka, serta runner-up All England 1990.
”Rebut Kuwasa” mengisahkan perebutan kekuasaan zaman kerajaan Singasari saat dipimpin Prabu Kertanegara. Raja itu terobsesi meluaskan kekuasaan Singasari hingga ke Melayu. Sebaliknya, Kaisar Khubilai Khan dari Mongol atau Tartar juga ingin meluaskan kekuasaan hingga Jawa. Khubilai Khan mengirim utusannya, yakni Panglima Ike Mishe, menemui Kertanegara agar tunduk kepada Tartar. Kertanegara marah dan melukai Mishe.
Di tengah upaya meluaskan kekuasaan hingga ke Melayu, Singasari diserang pasukan Kediri pimpinan Prabu Jayakatwang. Jayakatwang ingin membalas kematian ayahnya, Prabu Dandang Gending, yang dibunuh Kertanegara. Dibantu putranya yang juga menantu Kertanegara, Raden Ardharaja, Jayakatwang menundukkan Kertanegara.
Khubilai Khan marah mengetahui Singasari menolak tunduk. Ia mengirimkan pasukan dalam jumlah besar menyerbu Singasari. Kedatangan pasukan Tartar dimanfaatkan Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang telah diangkat sebagai putra mahkota Singasari, membalas Jayakatwang. Setelah mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menghabisi pasukan Tartar.
Sukses
Perhelatan ketoprak ini sukses menghibur penonton yang memenuhi Aula SD Kristen 3 Klaten. Ketoprak disajikan dengan tambahan efek khusus, kembang api dan pancuran air.
Guyonan dengan materi seputar kehidupan keseharian pemain memancing gelak tawa penonton. Huang Hua dengan kemampuan bahasa Jawa terbatas saat berdialog dengan Jagal Warak (suami dalam peran di ketoprak) melahirkan kelucuan.
”Kulo ora sudi (saya tidak mau),” ucap Huang Hua, menolak uang pemberian suami yang berasal dari suap. Ucapan yang kaku memancing tawa penonton. ”Njenengan ngeyel, kulo mulih ning cino mawon (Kamu ngeyel, saya balik ke China saja),” katanya dalam dialog selanjutnya, lagi-lagi disambut tawa.
”Saya senang bermain ketoprak. Mudah-mudahan penonton juga enjoy,” ujar Huang Hua. Ia kerap berlatih dialog di rumah dengan suami, Tjandra, yang berperan sebagai Jagal Warak.
Bondan sukses memoles para pemain hingga luwes membawakan peran. Padahal, ini merupakan pengalaman pertama warga Tionghoa bermain ketoprak. Bondan harus mengubah naskah hingga lima kali agar karakter pemain dan peran pas.
Latihan setiap Senin dan Kamis setiap pukul 18.00-20.00 sejak tiga bulan lalu. ”Latihan dibuat santai, banyak ngobrol dan guyon. Lama-lama mereka bisa enjoy berlatih,” kata Bondan.
Edy Sulistyo, pengurus seksi kesenian PDB yang sebelumnya menggagas Festival Ketoprak Pelajar Klaten, menuturkan, ide mementaskan ketoprak muncul dari anggota PDB. Ide itu disambut antusias. Bahasa Jawa dalam seni ketoprak tidak jadi kendala karena warga Tionghoa di Klaten sehari-hari fasih berbahasa Jawa. Pentas ketoprak digelar untuk menunjukkan warga Tionghoa Klaten sudah membaur dengan budaya Jawa.
Tjandra mengatakan, warga Tionghoa ingin lebih menyatu dengan budaya dan masyarakat Jawa. Karena itu, di sela-sela usaha sehari-hari, mereka antusias menyiapkan diri dan membagi waktu untuk berlatih.
Menurut Tjandra, warga Tionghoa di Klaten sebenarnya sudah berbaur dengan masyarakat. Ucapan Jagal Warak yang diperankan Tjandra dalam sebuah adegan menggambarkan itu. ”Matanya sipit bener, tetapi mereka lahir, besar, sekolah, dan makan di sini. Jiwanya sudah jiwa Indonesia,” ujar Jagal Warak saat ditanya istrinya, ”Katanya banyak orang China yang nonton?”
Ketua PDB Agus Handoyo mengatakan, ketoprak adalah pembuktian warga Tionghoa di Klaten bangkit membangun Klaten bersama dengan berbagai elemen masyarakat lain. Langkah ini dimulai dengan terlibat dalam seni budaya Jawa. Bupati Klaten Sri Mulyani yang menyaksikan pentas malam itu mengatakan, Klaten demam pementasan ketoprak. Biasanya, ketoprak dimainkan pelajar SD-SMA/SMK dan wartawan.
”Saya penasaran, kalau warga Tionghoa main ketoprak, bisa tidak? Ternyata tidak kalah hebat, tidak kalah menarik, tidak kalah asyik dibandingkan saat wartawan main ketoprak,” katanya.
Sri mengapresiasi PDB turut nguri-uri (merawat) seni tradisi ketoprak. Sri juga mengajak PDB bersama-sama membangun dan memajukan Klaten karena semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. (RWN)