Sejumlah Pengusaha Kerap Datangi Rumah Setya Novanto
Oleh
DD05
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan korupsi KTP elektronik mengungkapkan, Setya Novanto kerap dikunjungi pengusaha di rumahnya. Menurut dia, hal ini wajar dan tidak melanggar kode etik anggota DPR. Selain itu, anggota fraksi bisa saja tunduk terhadap keputusan ketua fraksi.
Wakil Ketua MPR dari Partai Golkar Mahyudin menjelaskan, kediaman Novanto kerap dikunjungi oleh tamu setiap hari. Menurut dia, dari sejumlah tamu tersebut terdapat pengusaha.
”Kebetulan saya juga sering berkunjung ke rumah Novanto sekitar tahun 2008. Kunjungan saya bisanya membahas masalah politik,” ungkapnya sebagai saksi meringankan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (15/3).
Pada tahun 2009-2014, Novanto merupakan Ketua Fraksi Golkar di DPR. Mahyudi juga menjadi anggota DPR dari Fraksi Golkar ketika periode tersebut.
Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putri menanyakan, apakah ada makelar anggaran atau keterlibatan anggota DPR terkait proyek-proyek dengan pengusaha. Namun, Mahyudin mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
Irene juga menanyakan, terkait pelanggaran kode etik anggota Dewan yang menerima tamu pengusaha di rumahnya. Menurut Mahyudin, hal tersebut tidak melanggar kode etik.
”Pengusaha juga merupakan masyarakat yang aspirasinya harus didengar oleh anggota Dewan. Selama kita tidak menerima sesuatu dari mereka, hal tersebut tidak melanggar kode etik. Jika memang melanggar, tentunya akan diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan,” ujar Mahyudin.
Mahyudin juga pernah memperingatkan Novanto agar selektif dalam menerima tamu. Menurut Mahyudin, hal itu untuk mencegah orang-orang yang tidak dikenal merekam percakapan Novanto ketika berkunjung.
Pembahasan anggaran
Mahyudin menjelaskan, anggaran KTP-el dibahas oleh badan anggaran, pemerintah, dan Komisi II DPR. Namun, menurut Mahyudin, ketua fraksi bisa mengarahkan anggota di komisi terkait anggaran proyek KTP-el.
”Hal tersebut hanya berupa saran kepada anggota komisi di fraksi. Selain itu, pengajuan anggaran biasanya dibahas untuk kepentingan rakyat,” katanya.
Ketua Majelis Hakim Yanto menanyakan, apakah anggota fraksi harus tunduk terhadap ketuanya. Yanto juga meminta kejelasan terkait wewenang apa saja yang bisa dilakukan ketua fraksi.
Mahyudin mengatakan, anggota fraksi bisa saja tunduk terhadap permintaan ketua fraksi. Namun, jika ada anggaran yang dirasa bermasalah, anggota fraksi bisa menolak permintaan tersebut.
”Seperti kasus Bank Century, kami merasa ada permasalah hukum di anggaran tersebut. Oleh sebab itu, kami memilih opsi B,” ujarnya.
Pada sidang kali ini, Jaksa KPK Ahmad Burhanudin menanyakan terkait bisnis apa saja yang dimiliki oleh Novanto dan terkai kepemilikan kantor di Equity Tower, kawasan SCBD Jakarta.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Mahyudin menuturkan, bisnis Novanto berupa warung makan ”Tee Box”, property di Batam, dan bisnis batubara. Terkait kepemilikan kantor di SCBD, Mahyudin mengatakan baru mengetahui hal tersebut sekitar tahun 2013-2014.
Selain itu, Ahmad menanyakan, apakah Mahyudin mengenal dan mengtahui bisnis istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor, Mahyudin menjawab, ia tidak mengenal Deisti terlalu dekat dan tidak mengetahui bisnisnya.