KUPANG, KOMPAS — Bendungan Raknamo di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang diresmikan Presiden Joko Widodo, 9 Januari 2018, satu pekan pascaperesmian, ditutup untuk masyarakat umum. Aksi vandalisme pengunjung terhadap sejumlah fasilitas di dalam kawasan bendungan membuat PT Waskita Karya enggan memberi akses bagi masyarakat umum ke dalam kawasan bendungan sebelum diserahkan ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pekerjaan bendungan tersebut juga belum rampung.
Anggota Satuan Pengamanan (Satpam) Bendungan Raknamo, Agustino Soares, di pintu masuk Bendungan Raknamo, 70 km arah timur Kota Kupang, Sabtu (17/3), mengatakan, satu pekan setelah Bendungan Raknamo diresmikan Presiden Joko Widodo, atau 16 Januari 2018, bendungan itu masih dibuka untuk umum. Namun, aksi vandalisme pengunjung, yang merusak sejumlah fasilitas di dalam bendungan, membuat pimpinan proyek menutup sementara bendungan itu bagi masyarakat umum.
”Pengunjung menulis nama, membuat gambar, dan istilah-istilah sembarangan di sejumlah tembok bangunan, tiang listrik, tanggul bendungan dengan Pylox beraneka warna. Mereka membuang sampah bekas bungkusan nasi, bekas air menieral, dan sampah lainnya di sembarang tempat, padahal sudah disiapkan tempat sampah, dan melempar batu ke dalam kolam bendungan,” kata Soares.
Kelompok anak muda yang datang ke lokasi bendungan membuat keributan seusai menenggak minuman keras. Keributan dipicu mabuk dan dendam lama antara geng pemuda di Kota Kupang atau Oelamasi dan sekitarnya. Beberapa kelompok anak muda datang ke lokasi bendungan sampai larut malam sambil membawa pasangan (pacar) masing-masing, kemudian sering terjadi adu mulut yang berujung pada perkelahian.
Situasi ini membuat pimpinan proyek Bendungan Raknamo menghentikan (menutup) sementara kehadiran pengunjung ke lokasi bendungan. Bendungan ini masih dalam pengerjaan oleh PT Waskita Karya, seperti pembuatan tanggul penahan longsor di sepanjang bibir kolam bendungan, dan terowongan pembagian air.
Soares mengatakan, jika bendungan dengan kapasitas air sekitar 14 juta meter kubik itu sudah rampung akan diserahkan oleh PT Waskita Karya kepada Pemprov Nusa Tenggara Timur. Sesuai rencana, April 2018, Bendungan Raknamo akan diserahkan kepada Pemprov NTT untuk dikelola dan dipelihara atau dirawat.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTT Andre Koreh meminta masyarakat Kota Kupang dan Kabupaten Kupang yang sering berkunjung ke bendungan itu untuk merawat dan menjaga bendungan itu sebagai aset milik bersama.
Kompas tidak bisa mengakses ke dalam kolam bendungan. Satpam yang berjaga diminta untuk mengambil gambar dengan menggunakan kamera Kompas pun tidak berani dengan alasan khawatir dimarahi pimpinannya. ”Nanti saya bisa dipecat bapak,” kata Soares.
Namun, beberapa anggota TNI dan polisi yang menggunakan mobil dinas, membawa keluarga berekreasi di dalam bendungan diberi akses masuk. Sementara ratusan warga sipil yang datang, tidak diizinkan. Mereka berdiri di depan tanda larangan masuk selama puluhan menit, sekitar 700 meter dari kolam Bendungan kemudian balik ke tempat asal.
Ada beberapa di antara warga masyarakat tersebut berfoto dan berswsafoto sejenak di depan pintu masuk, dengan tulisan “Selamat Datang di Bendungan Raknamo”, kemudian kembali ke tempat asal. Sebagian memutuskan duduk beristirahat, minum air dan makan makanan ringan kemudian meninggalkan lokasi itu.
Bendungan itu dibangun dengan dana Rp 760 miliar sementara dana untuk membangun saluran irigasi senilai Rp 98 miliar. Bendungan ini mampu mengairi sawah masyarakat seluas 1.250 hektar dan menghasilkan listrik sekitar 0,22 MW.
Bendungan ini dibangun pemerintah, tidak hanya untuk 5 tahun atau 10 tahun, tetapi diproyeksikan hingga ratusan tahun. Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang sudah 16 tahun beroperasi dan mampu mengairi 1.200 hektar sawah di Tarus dan Lasiana, Kecamatan Kupang Tengah.
”Jika sudah diserahkan ke Pemprov, Bendungan Raknamo akan dijaga secara ketat. Bila perlu, diberlakukan retribusi bagi pengunjung yang datang sehingga ada rasa tanggung jawab. Di beberapa titik yang dinilai rawan gangguan keamanan, perusakan fasilitas, dan seterusnya akan ditempatkan satpam di sana,” kata Koreh.
Penempatan satpam ini tidak bertujuan menakuti dan memata-matai pengunjung, tetapi menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Jika masyarakat sendiri sudah sadar merawat bendungan dan menjaga keamanan dan ketertiban selama berkunjung, satpam dikurangi.