Ketika Rezeki Sudah di Depan Rumah
Secara ekonomi, kehidupan keluarganya jauh lebih baik. Kini dalam sehari, Maria rata-rata bisa membawa pulang Rp 300.000. Itu didapat dari berjualan gorengan sosis, nugget, dan sempol di dekat jembatan kaca Kampung Warna-Warni.
Penghasilan itu jauh lebih banyak daripada pendapatan suaminya yang mendapat giliran jaga malam di tempat parkir. Waktu kerja Maria pun sangat fleksibel. Ia bebas berjualan mulai kapan saja selama ada pengunjung kampung. Biasanya ia akan berjualan selepas anaknya tidur.
”Saya dahulu hanya pedagang kecil di pasar. Kini, saya cukup menjaga ticketing di jembatan kaca kampung saya sendiri. Hasilnya sudah sangat lumayan,” ujar Naning (70), warga.
Dalam sehari, minimal satu bundel tiket (berbentuk stiker) terdistribusikan, berisi sekitar 100 tiket. Stiker tersebut bernominal Rp 3.000 per lembar. Saat ramai pengunjung, dalam sehari Naning bisa menghabiskan delapan bundel tiket dengan komisi setengah dari harga tiket yang dia distribusikan.
Kampung Warna-Warni berada di wilayah RT 006, 007, dan RT 009 RW 002 Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Di seberangnya terdapat Kampung 3 Dimensi (Kampung Tridi) Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tepatnya di RT 001, 002, 003, dan 004 RW 012.
Sony Parin (70), Ketua RW 009, menjelaskan, sebagian uang hasil penjualan tiket digunakan untuk biaya perawatan kampung, termasuk pengecatan. Dia menyadari dana itu tidak akan mencukupi, tetapi yang penting warga tidak kendur menjaga kebersihan dan keasrian kampung.
Mengalir sampai jauh
Hal yang sama terjadi di Kelurahan Guntung Paikat, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Setelah kampung itu ditata dan dijuluki Kampung Pelangi pada April tahun lalu, jumlah pengunjung terus meningkat. Ini menjadi ladang rezeki bagi warganya. ”Kampung kami sekarang jadi bagus, bersih, dan ramai dikunjungi. Dibandingkan dengan sebelumnya, sekarang ini jauh lebih nyaman,” kata Sarniah (39), warga setempat.
Melihat kampungnya ramai dikunjungi, Sarniah pun menggelar meja di depan rumahnya untuk menjual aneka minuman. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan keluarga. ”Kalau hari biasa, rata-rata pendapatan Rp 100.000. Kalau Sabtu-Minggu dan hari libur, bisa mencapai Rp 300.000,” ungkapnya.
Keberuntungan yang dialami Sarniah juga memayungi hari-hari warga Dusun Pabyongan di Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, Jawa Timur. Berkat perubahannya menjadi Kampung Pelangi, dusun yang terletak di kaki Gunung Wilis ini ramai dikunjungi wisatawan. Warga pun tak perlu mencari nafkah jauh dari rumah mereka.
Simak, misalnya, cerita Yeni Nur Hayati (41), salah seorang warga. Dia mulai membuka warung makan di teras rumahnya yang berukuran sekitar 20 meter persegi. Warung sederhana itu memiliki dua meja yang bisa menampung sekitar 10 pembeli. Makanan yang dijual sederhana, seperti mi instan dan makanan ringan.
Sebelumnya, dia membuka warung di pusat kota Tulungagung. Setelah membuka warung di rumah, dia tidak perlu membayar biaya untuk menyewa tempat karena tempat yang dipakai untuk berjualan adalah rumahnya sendiri. Dia juga bisa mengawasi dua anaknya serta kedua orangtua yang tinggal di rumah tersebut. ”Dulu saat berjualan di kota, hanya pulang dua kali seminggu. Sekarang setiap hari di rumah bisa bertemu keluarga. Hidup menjadi lebih tenang,” katanya.
Yeni membuka warungnya setiap hari, berbeda dengan warga lain yang hanya buka setiap Minggu saat ramai pengunjung. Jika sedang ramai seperti akhir pekan atau hari libur, dia bisa mendapat keuntungan sekitar
Rp 200.000 setiap hari.
Yeni adalah salah satu dari sekitar 10 warga yang membuka warung di Kampung Pelangi. Mereka berjualan di teras rumah masing-masing. Makanan yang dijajakan adalah makanan tradisional, seperti pecel, soto, dan lodho. Mereka yang berjualan pada umumnya adalah ibu rumah tangga yang sebelum ada Kampung Pelangi tidak memiliki pekerjaan.
Kepala Desa Mulyosari Agil Wuisan mengatakan, roda ekonomi warga mulai berputar setelah ada Kampung Pelangi. Warga yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan kini bisa berdagang atau menjadi tukang parkir. ”Yang boleh berjualan hanya warga desa. Kami melarang warga desa lain untuk berdagang di Kampung Pelangi karena warga sendiri harus diutamakan.”
Seperti air sungai yang terus mengalir, rezeki merambah tempat-tempat indah. Cerita indah itu juga mampir ke Kali Code di Kampung Gemblakan Bawah, Kota Yogyakarta. Warga menata daerah bantaran sungai agar lebih manusiawi dan ergonomis. Akibat penataan itu, lebar rumah Waldiyono (58)—yang juga dipakai sebagai warung soto—berkurang sekitar 1,5 meter. Sebagai gantinya, rumah Waldiyono kemudian direnovasi menjadi dua lantai. Kini, lantai pertama rumahnya khusus digunakan sebagai warung soto, sementara lantai dua dijadikan sebagai tempat tinggal.
Menurut Waldiyono, sesudah penataan dilakukan, suasana wilayah sekitar warung sotonya menjadi lebih bersih, rapi, dan tertata. Oleh karena itu, pelanggan warungnya pun menjadi lebih nyaman makan di warung tersebut. ”Dulu, suasana di sini itu kumuh, ada kandang ayam dan kandang bebek di sekitar warung. Kalau sekarang, pembeli merasa nyaman karena pemandangannya juga enak,” katanya.
Waldiyono menambahkan, sesudah penataan, warung sotonya menjadi lebih ramai. Mereka yang makan di warung itu bukan lagi hanya dari Kampung Gemblakan Bawah, tetapi juga dari wilayah sekitarnya. ”Sesudah penataan, omzet warung soto saya naik sekitar dua kali lipat. Makanya saya sangat berterima kasih atas adanya penataan ini,” tutur Waldiono.
Rezeki yang berlipat mendorong warga untuk lebih kreatif. Mereka tidak saja menjaga yang sudah ada, tetapi juga menambah daya tarik baru untuk meningkatkan jumlah pengunjung. Apa yang dilakukan warga Dusun Pabyongan, Desa Mulyosari, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, Jawa Timur, bisa menjadi contoh.
Warga juga bergotong royong menambah destinasi baru, seperti gardu pandang, perahu, dan saung untuk pengunjung. Ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak bekerja, kini membuka warung di teras rumahnya masing-masing. Ada pula warga yang berinvestasi membuat kolam renang karena melihat potensi wisata di sini tumbuh. Mereka rela melakukan semua itu demi rezeki tetap mengalir ke depan rumah.
(MHF/ETA/SYA/DIA/HRS/JUM)