Masa pensiun adalah salah satu bagian besar dalam siklus keuangan seseorang. Perubahan yang terjadi meliputi aspek kesehatan, psikologis, serta keuangan. Apabila tidak direncanakan dengan baik, bukan tidak mungkin kesejahteraan dalam kehidupan menjadi terdampak secara negatif. Oleh sebab itu, investasi untuk masa pensiun yang kaya dan bahagia menjadi hal mutlak bagi setiap orang. Semakin dini mempersiapkannya, semakin kecil risiko untuk tidak siap pensiun.
Banyak strategi yang dapat dilakukan untuk investasi mempersiapkan masa pensiun. Bagi karyawan, hal yang termasuk umum adalah mengandalkan saldo Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu dikenal dengan JHT Jamsostek. Namun, mengingat inflasi biaya hidup yang rata-rata selama 10 tahun terakhir tidak pernah di bawah 3 persen, saldo JHT mungkin tidak cukup bagi sebagian besar masyarakat untuk pensiun nyaman. Salah satu alternatif investasi yang juga mulai dikenal adalah program Dana Pensiun Lembaga Keuangan atau disingkat DPLK.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, pengertian DPLK adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri, yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Berbeda dengan program investasi lain, DPLK diatur oleh UU ini.
Sebagai peserta, Anda membayarkan iuran yang caranya disetorkan dari pendapatan yang dipotong oleh perusahaan. Iuran dapat berasal dari pemberi kerja dan peserta. Jumlah setoran dapat diatur melalui peraturan perusahaan jika didaftarkan melalui pemberi kerja ataupun kebebasan peserta jika ikut secara mandiri. Berbeda dengan program JHT BPJS Ketenagakerjaan yang bersifat wajib, kepesertaan program DPLK bersifat sukarela. Artinya, perusahaan tidak wajib menyediakan manfaat ini untuk karyawannya dan Anda pun dapat mengikuti program secara perorangan langsung ke bank dan asuransi yang menyelenggarakan. Ada tiga pertimbangan saat melakukan investasi melalui DPLK.
Pertama, investor harus mempertimbangkan jumlah iuran yang memadai. Secara umum, investasi untuk masa pensiun ditargetkan minimal 5 persen dari penghasilan bulanan. Misalkan seseorang bergaji Rp 10 juta, sebaiknya membayar iuran Rp 500.000 per bulan. Seiring meningkatnya penghasilan, jumlah iuran juga sebaiknya terus bertambah. Hal ini agar dapat sinkron dengan kebutuhan biaya hidup di masa pensiun kelak.
Jika investor menjadi peserta dari perusahaan, cari informasi mengenai jumlah iuran yang disetorkan oleh pemberi kerja. Pahami bahwa iuran pemberi kerja adalah ”hadiah” dari perusahaan bagi karyawannya. Pada umumnya kontribusi pemberi kerja sekitar 50 persen dari kontribusi peserta. Namun, ada juga perusahaan yang bahkan melakukan double top-up atas kontribusi peserta. Contohnya, iuran peserta 4 persen dari gaji, sedangkan kontribusi pemberi kerja 8 persen dari gaji. Jadi, total iuran yang disetorkan mencapai 12 persen dari gaji. Oleh sebab itu, saya sarankan setiap orang ikut menjadi peserta jika perusahaan menyediakan manfaat ini.
Kedua, pemilihan jenis investasi. Berbeda dengan JHT yang pengelolaannya diserahkan 100 persen kepada BPJS Ketenagakerjaan, dalam hal DPLK, investor memiliki opsi untuk memilih jenis dana kelolaannya seperti halnya membeli produk reksa dana. Persamaan antara DPLK dan produk reksa dana adalah pada dana investasi yang dialokasikan ke sejumlah instrumen yang bisa dipilih oleh investor, di antaranya pasar uang, saham, dan obligasi.
Imbal hasil DPLK umumnya diasumsikan 8-15 persen per tahun, sudah termasuk biaya administrasi dan biaya pengelolaan, tergantung jenis dana kelolaan. Jika saat ini investor berusia 35 tahun dan akan pensiun di usia 55 tahun, dengan simulasi iuran pribadi sebesar Rp 500.000 per bulan ditambah iuran pemberi kerja Rp 500.000 per bulan, saat pensiun secara matematis investor akan memiliki saldo DPLK sebesar Rp 765 juta. Hitungan tersebut dengan asumsi imbal hasil rata-rata 10 persen per tahun.
Dalam memilih jenis dana kelolaan, perhatikan profil risiko investor dan jangka waktu menuju pensiun. Semakin konservatif profilnya, dana kelolaan pun tidak disarankan yang berbasis saham. Selain itu, lima tahun menjelang waktu pensiun, sebaiknya alokasi dana investasi mulai dipindahkan ke instrumen yang berbasis pasar uang. Jika ragu, investor disarankan mencari informasi kepada pihak penyelenggara DPLK.
Ketiga, pahami manfaat pensiun yang akan diterima. Program DPLK hanya mengenal manfaat pensiun iuran pasti. Artinya, yang dipastikan adalah jumlah iuran setiap bulan yang harus dilakukan, tetapi jumlah kepastian hasil investasi tidak dapat dijamin. Saat memasuki usia pensiun, peserta berhak atas seluruh iuran yang disetorkan, termasuk hasil pengembangannya. Berdasarkan kutipan dari Peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2017 Pasal 49, untuk dapat mengakses manfaat secara sekaligus, saldo saat ditarik haruslah maksimal Rp 500 juta atau selisih lebih dari Rp 1,5 miliar. Di luar itu, saldo DPLK harus dibelikan program anuitas dari perusahaan asuransi.
Sebagai peserta DPLK, setiap investor sebaiknya harus mengetahui seluruh informasi dan aturan yang berlaku. Salah satu hal penting yang perlu diketahui adalah prosedur keberlanjutan program jika tiba-tiba perusahaan pemberi kerja tutup saat investor belum memasuki usia pensiun. Yuk, rencanakan masa pensiun yang sejahtera. Live a beautiful life!