Dari Penasaran Jadi Bisnis
Berawal dari rasa penasaran, untuk mengekspresikan kreativitas ataupun mencari solusi permasalahan kesehatan, orang-orang ini mempelajari cara membuat sesuatu, baik otodidak maupun mengambil kelas khusus hingga belajar ke luar negeri. Dari mulanya memenuhi kebutuhan sendiri, lama-lama berkembang menjadi bisnis karena produk yang dihasilkan juga dicari orang, tetapi tidak mudah ditemukan di pasaran.
Rabu (28/3/2018) siang, di ruang mixing and filing Beauty Barn, di Ruko Permata Boulevard, Jakarta Barat, dua orang berpakaian ala petugas laboratorium—berjas putih panjang, mengenakan masker mulut, dan penutup kepala—berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukannya.
Satu orang menata botol-botol kecil. Satu orang lagi menimbang satu demi satu minyak esensial (essential oil), gram demi gram, dan menuangkannya ke cawan stainless kecil. Dituangkan secara perlahan dengan bantuan sendok stainless berukuran kecil. Isi cawan lalu diaduk pelan.
Campuran minyak esensial atau sering disebut minyak atsiri itu kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol kecil berukuran 6 ml. Aktivitas di salah satu ruangan di ruko Beauty Barn itu lalu berlanjut ke penempelan label pada botol dan melapisi botol dengan plastik.
”Ini serum mata, untuk meremajakan kulit di area sekitar mata, mencerahkan kulit dan membantu menghilangkan kerutan halus. Mungkin ada 15 essential oil untuk bikin serum mata ini,” ujar Welly Ng (40), pendiri Beauty Barn.
Berbekal ilmu otodidak, kegigihan, dan tekad kuat, Welly sukses mengibarkan Beauty Barn. Ini adalah produk perawatan kulit dan homecare untuk bayi, anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui. Bahan yang digunakan seluruhnya natural.
Beauty Barn kini memiliki 50-an produk, mulai dari krim wajah, losion badan, lip balm, balsam untuk mengatasi gatalgatal pada kulit, losion antinyamuk, losion rambut, hingga serum mata. Semua produk Beauty Barn sudah mengantongi nomor edar sehingga legal dan aman. ”Saya hanya pakai bahan baku (kosmetik) yang sudah disertifikasi oleh Cosmos (Cosmetic Organic Standard) dan atau Ecocert,” ujar Welly. Cosmos dan Ecocert Greenlife adalah badan sertifikasi dunia untuk bahan baku kosmetik yang natural.
Pengalaman pribadi
Perjalanan panjang ditempuh Welly sebelum sampai ke tahap sekarang. Berawal dari kecemasan ketika anak pertamanya yang masih berumur dua bulan mengalami eksim atau kelainan kulit. Sebagai ibu baru, Welly tidak mengerti.
”Kulit anak saya kering, bruntusan. Napasnya juga seperti mampet. Eh, dikasih krim dan obat, kok, selalu ada tulisan warning, peringatan, di kemasannya. Salah satu warning-nya, tidak boleh dipakai lebih dari sekian hari,” kata Welly.
Rasa penasaran mendorongnya mencari tahu krim dan obat tersebut terbuat dari bahan apa dan bagaimana dampaknya. Welly banyak mencari informasi dengan berselancar ke internet. Sehari bisa berjam-jam.
Agar lebih percaya diri dan yakin dengan ”ilmu” otodidaknya, pada 2013, Welly mengikuti kursus daring dari Institute of Personal Care Science (IPCS), institusi pelatihan kosmetik terkemuka di Australia.
Beauty Barn kini diproduksi 20.000-30.000 botol per bulan. Dari awalnya sendirian, Welly kini punya 24 karyawan. Dia menjalankan usaha tak berorientasi keuntungan, tetapi pada manfaatnya karena, menurut dia, satu dari lima bayi lahir dengan kondisi kulit sensitif.
”Nomor edar pertama, saya dapat Agustus 2017 untuk lip balm. Sebelum itu, selama bertahun-tahun saya menyiapkan dulu sarana dan prasarana produksi, mulai gedung sampai alat-alat. Disurvei berkali-kali oleh dinas kesehatan dan BPOM, dan melengkapi berbagai persyaratan,” ujarnya.
Bisnis makanan sehat
Di bidang makanan, Aulia Widy (41) membangun bisnis Aulia Wid’s Home Made Food. Perempuan yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur, ini mulai tergerak dan serius ke dunia plant-based food karena tumor di bagian payudara yang dialaminya. Dia menduga kemunculan penyakit itu karena kebiasaan mengonsumsi makanan yang mengandung zat karsinogenik dan hewani. Setelah mengurangi daging dan mengutamakan makan sayuran, dia merasakan perubahan yang signifikan dan kualitas hidupnya jauh lebih baik, termasuk sembuh dari penyakitnya.
Bekal ilmu makanan sehat diperoleh Aulia antara lain dengan mengikuti kelas makanan sehat di Organik Klub Jakarta, seperti clean eating dan train the maker (TTM). Menurut dia, sebelum ini dirinya telah berbisnis kuliner, tetapi bukan kuliner sehat. ”Saya membuat kue, tetapi tidak ideal karena masih menggunakan telur, susu, baking powder, dan baking soda,” kata Aulia.
Ia mulai tergerak ke kuliner sehat setelah membentuk Komunitas Surabaya Sehat dengan rekannya. Melalui komunitas itu, mereka mendorong Pasar Sehat Surabaya. Pasar yang pada tahun 2018 ini memasuki tahun keempat menjadi ajang mengedukasi masyarakat dengan produk-produk sehat yang tidak mengandung pengawet, pewarna, pemanis buatan, dan perasa (4P).
Dari awalnya hanya sebagai penyelenggara, Aulia diminta ikut menjual produknya sendiri di Pasar Surabaya Sehat. ”Seorang teman meminta saya membuat roti dengan ragi alami, tanpa 4P. Saya benar-benar dipaksa keluar dari zona nyaman,” kata Aulia.
Sempat berpikir untuk tidak ambil bagian, Aulia akhirnya belajar membuat roti dengan ragi alami. Dia butuh waktu lama dan berkali-kali gagal padahal mengikuti petunjuk dari buku. Pertemuannya dengan Chef Made Runatha di Organik Klub menuntutnya untuk bereksperimen sendiri. Akhirnya, dia bisa membuat produk pertama, yakni roti sourdough.
”Kenapa roti sourdough, karena roti ini tidak menggunakan ragi komersial. Itu juga akan membantu konsumen mendapatkan manfaat lebih sehingga efek negatif dari gluten tidak sebesar roti yang menggunakan ragi komersial,” kata Aulia.
Tidak hanya membuat roti sourdough yang disambut positif karena memakai ragi alami yang terbuat dari buah lokal, buah yang sedang musim, dan organik, Aulia juga membuat selai tanpa 4P. Selai ia buat karena pertimbangan roti yang dia buat tidak ada manisnya sama sekali. Apalagi dia melihat orang Indonesia lebih menyukai roti yang manis.
Sejak saat itu, Aulia telah membuat berbagai varian roti sourdough, antara lain roti tawar sourdough bulat original, bulat multigrain, gandum sorgum, garlic herbs, dan kue pukis sourdough. Dia juga membuat berbagai selai, seperti selai mete, kenari, termasuk saus tomat organik, dan mi lethek (mi singkong). Kuliner itu tanpa gluten dan diperuntukkan bagi vegan.
Dia juga bereksperimen dengan membuat kudapan seperti keripik kale organik yang diolah dengan bumbu rempah, kacang mete, garam laut, dan bawang putih kemudian dipanaskan dengan suhu rendah di dalam mesin dehidrator. Kudapan itu diolah tanpa tepung dan gula. Keripik kale organik itu adalah salah satu produk Aulia yang laris selain es krim stroberi (raw).
Aulia, yang banyak belajar lewat berbagai pelatihan, mengaku saat ini semakin konsisten pada bisnis kuliner sehat yang kemudian turut melibatkan suaminya. Selain keluarganya semakin sehat, bisnis ini juga mendukung ekonomi keluarga.
Perizinan mahal
Esterlyta Pandjaitan harus meneruskan bisnis keluarga di bidang lele, ayam, dan kambing etawa perah. Ia kemudian terpikir untuk mengembangkan lagi hasil susu perah kambing berupa keju dan sabun yang enam tahun lalu belum banyak digarap. Sepulang dari kuliah di Kanada, Esterlyta belajar dari buku-buku dan internet dan mulai mencoba membuat keju dan sabun dari susu kambing.
Kini, ia memproduksi dua macam keju dengan lima varian, aneka sabun batang, sabun cair, sampo, dan lip balm yang dipasarkan melalui bazar dan toko daring. Esterlyta juga tengah mengurus izin dari BPOM untuk produknya yang sebelumnya telah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Menurut Esterlyta, masalah perizinan yang relatif sulit dan mahal ini yang menjadi kendala bagi usaha rintisan baru.
Jika dulu Esterlyta masih menyambi dengan bekerja kantoran, mulai tahun 2012 ia fokus mengembangkan Moloka. Selain bisnis, Esterlyta juga ingin mempromosikan makanan sehat, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kambing relatif tidak memakan tempat untuk dipelihara. Satu kambing saja sudah mampu memenuhi kebutuhan susu dan produk susu keluarga. ”Sayangnya citra kambing di kita jelek, yang penyebab darah tinggilah, kolesterol tinggi. Nah, susunya, tuh, tidak begitu karena vitamin A, protein, dan kalsiumnya lebih tinggi daripada susu sapi,” kata Esterlyta.