Ketahanan Warga Masih Perlu Pendampingan Berkelanjutan
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketahanan warga pulau di Kepulauan Seribu terhadap krisis, seperti krisis air, pangan, dan energi, cenderung masih rendah. Mereka belum lepas ketergantungan pada Jakarta daratan, yang diperparah minimnya kepedulian kelestarian lingkungan pulau kecil.
Penerima Kalpataru 2017 asal Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu, Mahariah (49), mengatakan, kebergantungan itu setidaknya untuk pangan, air minum, dan energi. ”Pangan antara lain sembako dan beras,” katanya, Senin (9/4/2018), di Pulau Pramuka.
Mahariah yang lahir dan besar di Pulau Panggang, kurang dari 1,5 kilometer dari Pulau Pramuka, mencontohkan, warga pulau pernah krisis pangan tahun 1998. Itu lantaran pengangkutan laut pembawa pasokan pangan dari Jakarta daratan lumpuh.
Krisis air pernah terjadi. Di Pulau Panggang pernah sembilan bulan kemarau pada 1980-an. Warga berebut air bersih, bahkan saling injak. Air bersih masih minim di Pulau Panggang hingga kini, tetapi tak separah dulu. Itu karena minuman kemasan mudah dibeli.
Kerentanan terhadap krisis air meningkat dengan berkurangnya ruang hijau di pulau karena bisa meningkatkan intrusi air laut ke darat. ”Itu sudah terjadi di Pulau Panggang. Air di tengah-tengah asin sehingga harus mencari air tawar ke Pulau Karya atau ke sini (Pramuka). Tentu menambah ongkos,” ujar Mahariah.
Minimnya kepedulian warga pada pengelolaan sampah di pulau kecil juga berkontribusi meningkatkan kerentanan. Masih dijumpai warga yang membuang sampah di sisi pantai.
Pendampingan
Peningkatan pemahaman dan pemberdayaan warga juga tak mudah. Saat ini sudah terbentuk budaya mengambil, terutama sumber daya pangan di laut, untuk mencukupi kebutuhan di pulau. Tidak ada kultur menanam, meningkatkan kemandirian.
Oleh karena itu, upaya pemerintah dan perusahaan lewat program tanggung jawab sosial (CSR) mesti berkelanjutan. Di Pulau Pramuka sejak 2016 ada program CSR Astra bernama Kampung Berseri Astra (KBA).
Aktivitas paling banyak di bidang lingkungan, antara lain pengumpulan sampah organik diolah jadi pupuk padat dan cair lewat alat biodigester, rintisan pemanfaatan sampah botol dan plastik untuk membuat bata ramah lingkungan, pemanfaatan limbah styrofoam untuk karya seni, penampungan air hujan, pertanian sayur organik.
Terkait penanganan sampah, Tenaga Teknis Ahli pada Suku Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kepulauan Seribu Riza Lestari Ningsih berharap kegiatan KBA Pulau Pramuka bisa direplikasi di tempat-tempat lain di Kepulauan Seribu. Nantinya, sampah yang tersisa dan diurus Sudin tinggal limbah bahan berbahaya dan beracun.
M Riza Deliansyah, Head of Environment and Social Responsibility Division Astra, mengatakan, setiap tahun Astra mengucurkan Rp 200 juta-Rp 300 juta untuk program CSR di Pulau Pramuka. Anggaran berdasar perencanaan tahun sebelumnya dan Astra meminta jaminan komitmen warga penerima manfaat memanfaatkannya dengan tepat.
Ketepatan memilih tokoh penggerak dari kalangan warga lokal juga memengaruhi keberhasilan program. KBA Pulau Pramuka memiliki kemajuan setiap tahun karena Mahariah dipilih sebagai penggeraknya. ”Ada banyak kasus kita gagal. Contohnya, budidaya lele di Jakarta Utara, berapa banyak kami bagikan, pelatihan, kasih modal. Gugur semua. Ternyata, itu bukan keinginan mereka dan local champion tidak bisa menampilkan apa yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat di sana,” kata Riza Deliansyah.