Legong Lembah Merbabu
Patung seakan hidup dan bergerak karena posisi kontraposto (garis S). Karena legong merupakan tari dinamis, pengabadian gerak atau fragmen berwujud patung juga harus memperhatikan aspek yang membuatnya ”hidup” dan ”bergerak” dilihat dari segala sudut.
Nengok Goak merupakan salah satu dari belasan produk premium PT Nuansa Porselen Indonesia di kaki Gunung Merbabu di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, yang dipamerkan di bursa cendera mata Inacraft 2018 Jakarta.
Kolaborasi
Patung-patung tadi lahir dari rahim kolaborasi antara maestro legong AA Ayu Bulantrisna Djelantik dan maestro porselen Noriaki Kobayashi. Setelah beberapa tahun berproses berkesenian, Bulantrisna dan Kobayashi ”dipertemukan” sampai melahirkan karya bersama bertema ”Enchanting Legong”.
Proses kolaborasi dimulai sejak 2014. Bulantrisna mengarahkan sejumlah penari dan turut memperagakan legong lasem dan legong mintaraga. Tarian diabadikan dalam foto dan video dengan sudut pandang segala sisi atau 360 derajat. Bulantrisna dan kurator Setianingsih Purnomo memilih beberapa gerak legong yang bisa diaplikasikan dalam benda tiga dimensi. Selanjutnya, Kobayashi membuat sketsa untuk diwujudkan dalam model dasar dari tanah liat (modeling clay).
”Saat pembuatan modeling clay, saya mengoreksi gerak atau posisi legong sehingga otentik,” ujar Bulantrisna. Dengan pengoreksian, patung diharapkan hidup atau bergerak. Postur atau posisi tari tidak boleh keliru. Jika salah, dalam kenyataan, bisa membuat penari keseleo atau cedera.
Bahu, torso, letak kaki, dagu, kepala, tangan, dan telapak harus berada dalam posisi yang tepat. Namun, legong pada prinsipnya dinamis atau terus bergerak. Satu posisi bisa ada namanya. Jika ada sedikit perubahan atau gerak antara, belum tentu ada namanya. ”Posisi gerak patung bisa juga menggambarkan gerak antara,” ujar Bulantrisna.
Ini mungkin yang dimaksud kesetimbangan sosok patung yang turut mempertimbangkan terjadinya deformasi gestur ketika dibakar dalam tungku bersuhu 1.300-1.350 derajat celsius. Setelah model dianggap jadi, Bulantrisna terkadang masih perlu memperagakan lagi gerakan-gerakan tari untuk cita rasa akhir pada karya dasar tadi.
Kecermatan
Setelah didapat model dasar, patung ditransformasikan ke dalam casting dari bahan tanah liat khusus dari China. Untuk porselen, tanah liat yang dipakai hanya yang mengandung velspar, kaolin, dan silika. Tanah liat di Indonesia kebanyakan mengandung lapukan atau terakota sehingga cuma bisa untuk batu bata, genting, gerabah, dan keramik dasar.
Untuk keramik dasar, metode pembakaran disebut terbuka dengan suhu tak sampai 800 derajat celsius. Dalam pembakaran terakota terjadi oksidasi sehingga produk menjadi merah atau kemerahan.
Tanah liat yang murni velspar, kaolin, dan silika hanya didapat di China. Bisa juga didapat dari Eropa yang menguasai teknologi rekayasa tanah bumi. ”Tidak
bisa atau amat mahal jika dihasilkan melalui rekayasa tanah liat dari bumi Nusantara,” ujar Setianingsih.
Dalam casting, patung ditambahi detail-detail hiasan mini bahkan mikro sehingga menjadi amat mirip dengan aslinya. Misalnya, untaian bunga kamboja, kipas, atau mahkota yang dibuat secara manual dengan tingkat ketelitian dan ketekunan luar biasa. Hasilnya disebut dengan green ware yang akan dibakar menjadi figur porselen dalam tungku dengan suhu 1.300-1.350 derajat celsius.
”Untuk meningkatkan suhu pembakaran dari dingin ke panas 1.200 derajat celsius saja itu sulit dan perlu teknologi tinggi. Selanjutnya, suhu ditingkatkan lagi dan dipertahankan saat optimal di 1.350 derajat celsius dan itu benar-benar sulit,” ujar Direktur NPI Bagus Pursena.
Hasil pembakaran dalam suhu tinggi bersifat translucent (bening) sehingga menghasilkan warna putih bersih atau disebut porselen. Pada abad ke-14, penjelajah dunia Marcopolo saat berada di China terkesan dengan patung babi kecil yang putih bersih. Marcopolo menyebutnya porcellana yang mirip kerang putih bersih. Dari sana, berbagai benda dari China yang putih bersih berwujud patung, mangkuk, piring, dan guci tersebar ke dunia dan disebut porselen.
Setelah dibakar, proses tak berhenti. Pembakaran dalam suhu tinggi bisa membuat perubahan postur patung atau deformasi. Jika perubahan tak bisa ditoleransi, patung disingkirkan. Ada sedikit perubahan yang bisa diterima dengan mengacu pada prinsip-prinsip tari legong. Dalam pengalaman NPI, dari pembuatan 10 patung porselen, boleh jadi yang berhasil dan memuaskan cuma 3 buah.
Patung porselen harus diberi sentuhan ”ajaib” agar sesuai kapasitas sebagai warisan dunia tak benda yang hidup. Pengakuan untuk itu diterjemahkan melalui sapuan emas 24 karat. Pada tahap ini juga masih bisa terjadi kegagalan. Untuk detail harus presisi mana yang perlu diberi sapuan emas doff dan mana yang emas glossy atau berkilat. Jika dianggap tak akurat sehingga tidak memuaskan, patung yang sudah dilapisi emas murni tersebut tidak dilepas sebagai produk komersial, tetapi disimpan sebagai pembelajaran.
Emas menjadi warna untuk kostum, kipas, mahkota, gelang, atau giwang patung itu. Emas dilekatkan secara permanen lewat pembakaran dalam tungku listrik bersuhu 800 derajat celsius. Kemudian, kostum emas kian berkilau dengan taburan permata.
Permata abadi, porselen tetap putih bersih, emas selamanya sulit teroksidasi. Patung tak akan pudar atau kusam dalam perjalanan waktu alami. Untuk itu, Enchanting Legong akan diorbitkan sebagai cendera mata eksklusif dan premium. Harganya berkisar Rp 7,5 juta-Rp 20 juta bergantung pada dimensi.
Produk juga diberi sertifikat keotentikan. Satu postur dibuat 200 buah. Tepat untuk buah tangan dengan cita rasa Nusantara untuk kepala negara sahabat atau pemimpin tertinggi lembaga atau perusahaan internasional.