Posko Pengaduan Kejahatan di Transportasi Daring Dibuka
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Forum Warga Kota Jakarta membuka pusat koordinasi pengaduan kejahatan di transportasi dalam jaringan (daring/online). Pusat pengaduan ini untuk mendorong perusahaan penyedia aplikasi turut bertanggung jawab secara hukum atas kejahatan yang terjadi.
Ketua Fakta Azas Tigor Nainggolan mengatakan, pembentukan pusat koordinasi pengaduan ini didasari kian maraknya kejahatan dalam transportasi daring. ”Apabila perlu bantuan hukum, korban dan keluarga korban kejahatan transportasi online bisa menghubungi kantor kami,” kata Tigor, Minggu (29/4/2018). Kantor Fakta ada di Jalan Pancawarga 4 Nomor 44 RT 003 RW 007, Kalimalang, Jakarta Timur.
Enam bulan terakhir, setidaknya terjadi lima kejahatan pada penumpang taksi daring. Seluruh korban adalah penumpang yang memesan lewat aplikasi.
Kejadian terakhir menimpa SS (24) yang disekap selama 7 jam, dirampok, dan hampir diperkosa dalam taksi daring yang ia pesan pada 23 April 2018. Peristiwa terjadi pada siang hari dalam perjalanan korban dari kawasan Tambora ke tempat kerjanya di Tanah Abang.
Sebelumnya, 11 Oktober 2017, terjadi percobaan pemerkosaan di Makassar, Sulawesi Selatan; lalu perampokan di Bandung, Jawa Barat, pada 17 Januari 2018; pencabulan diikuti pembuangan korban di sekitar Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada 12 Februari 2018; serta perampokan dan pembunuhan pada 18 Maret 2018 yang menimpa Yun Siska Rohani (29) di Bogor, Jawa Barat. Pelaku adalah pengemudi yang dipesan korban yang seluruhnya perempuan.
Menurut Tigor, hingga saat belum terlihat upaya perusahaan aplikasi untuk melakukan pencegahan nyata agar tidak terjadi lagi kejahatan di layanan transportasi daring. Selain itu, juga belum terlihat upaya pemerintah menegakkan hukum dengan memberi sanksi atau menjerat secara hukum perusahaan-perusahaan yang mitra pengemudinya melakukan tindak kejahatan.
Sementara, perusahaan-perusahaan tersebut bisa dikategorikan telah melakukan kelalaian atau pengawasan lemah. ”Perusahaan ini yang memegang wewenang untuk melanjutkan pemesanan atau memberi akses aplikasi kepada pelaku. Tanpa ada akses dari perusahaan, tidak akan terjadi kejahatan itu,” katanya.
Keresahan
Warga Jakarta yang sudah banyak bergantung pada jasa transportasi daring pun semakin resah. Kusuma Dewiana (36), warga Setiabudi, Jakarta Selatan, mengatakan tak berani lagi menggunakan taksi daring sendirian. ”Yang kejadian terakhir itu siang dan di pusat kota,” katanya.
Ia berharap pemerintah dan perusahaan penyedia aplikasi juga meningkatkan jaminan keamanan bagi penumpang transportasi daring. Sebab, saat ini, ia tak bisa hanya mengandalkan transportasi umum massal saja.
Dorongan yang sama juga dikatakan Ketua Umum Asosiasi Driver Online Christiansen FW Wagey yang mengatakan, pihaknya pernah mengeluhkan longgarnya perekrutan pengemudi kepada pihak perusahaan pengelola aplikasi taksi daring. ”Tapi, ya, begitu-begitu saja. Malah perekrutan pengemudi sepertinya semakin dibuka. Setiap pengemudi dipotong 10-25 persen pendapatannya, tetapi perusahaan minim tanggung jawab terhadap keselamatan,” katanya.
Lemahnya keamanan juga mengancam keselamatan pengemudi taksi daring. Tahun ini, ada tiga kasus pengemudi yang dibunuh penumpangnya untuk dirampas mobilnya. Di Palembang, pengemudi hilang selama sebulan lebih setelah mengantar penumpang.