TAIPEI, MINGGU Taiwan berupaya meningkatkan kemampuan keamanan domestiknya sebagai respons terhadap kemungkinan ancaman militer China. Hal itu dinyatakan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Minggu (20/5/2018), secara daring menjawab pertanyaan salah satu warganya.
”Kita akan meningkatkan kerja kita demi keamanan seluruh warga,” kata Tsai seraya menegaskan, faktor China sebagai dasar dari pilihan dan langkah itu.
Sang presiden tidak menjabarkan secara detail langkah-langkah yang telah dilakukan. Namun, di tengah tekanan Beijing, khususnya sejumlah klaim atas Taiwan sebagai bagian dari China—dan menanggapi kehadiran pesawat tempur China di wilayah pesisir Taiwan—Taipei diketahui berupaya meningkatkan keterampilan dan kemampuan industri militer domestik mereka, seperti pesawat, kapal selam, dan rudal.
Seperti diketahui, Taiwan dan China berpisah sejak perang sipil tahun 1949. Keduanya memiliki hubungan dagang dan investasi yang erat, tetapi kedua pemerintah tidak memiliki hubungan secara resmi. Sejak terpilih sebagai Presiden Taiwan pada 2016, Tsai menolak ajakan Beijing bersatu menjadi satu China. Presiden China Xi Jinping merespons penolakan Tsai dengan berbagai cara lewat unjuk kekuatan dan diplomatik.
Beijing pun melobi sejumlah negara yang melihat Taiwan sebagai negara independen untuk mengubah pandangan sekaligus lebih merapat ke China.
Sayap militer Partai Komunis China, Tentara Pembebasan Rakyat, mengirimkan pesawat-pesawat militer dalam beberapa kesempatan ke dekat pantai-pantai Taiwan sejak terpilihnya Presiden Tsai. Kapal induk China, Lioning, juga diketahui pernah berlayar di Selat Taiwan yang memiliki luas 170 kilometer persegi, yang memisahkan China-Taiwan.
Beijing juga telah mengancam bakal menyerang Taiwan jika Taiwan nekat mendeklarasikan kemerdekaannya atau menunda perundingan penyatuan China-Taiwan. Dalam sebuah survei yang digelar Pemerintah Taiwan, mayoritas warga dari total 23 juta penduduk Taiwan ingin tetap mempertahankan status otonomi mereka.
Meredam ketakutan
Asisten profesor komunikasi massa di Universitas I-Shou Taiwan, George Hou, menilai, Presiden Tsai tampaknya mencoba menggunakan forum daring untuk menghilangkan ketakutan publik dan menjangkau warga Taiwan yang lebih muda daripada memperluas kebijakan terkait China. ”Dia mungkin berpikir untuk berhubungan lebih erat dengan kaum muda. Kebijakan China-Taiwan tidak berubah sejak tahun lalu. China yang justru perlu mengubah (kebijakannya),” kata Hou.
Menurut kantor kepresidenan Taiwan, terdapat 56 pertanyaan warga yang diajukan melalui media sosial Facebook pada hari Minggu. Salah satunya adalah pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan Tsi untuk ”menyingkirkan” saluran China yang menyusup ke Taiwan. Tsai tidak merespons secara langsung pertanyaan itu. Menurut dia, secara diplomatis, sebagai ”presiden yang sopan”, dia akan berjabat tangan dengan Xi. (AP/BEN)