YOGYAKARTA, KOMPAS—Pancasila menumbuhkan kecerdasan kolektif. Hal itu penting untuk dimiliki oleh mahasiswa, sebagai penerus bangsa, agar semangat keadilan sosial dan persatuan dalam keberagaman yang diusung oleh dasar negara terus terjaga.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif mengatakan, mahasiswa itu tidak boleh hanya cerdas secara individual. Adapun kecerdasan individual yang dimaksudnya adalah kecerdasan dalam bidang akademik. Ia beranggapan, kecerdasan kolektif diperlukan untuk mengimbangi kecerdasan individual agar bisa hidup dalam kemajemukan yang menjadi ciri bagi bangsa Indonesia.
“Kecerdasan dalam bagaimana bisa menghargai perbedaan, berempati terhadap penderitaan orang, berjejaring dalam kebersamaan dan kolektifitas. Itu penting sekali, terutama dalam masyarakat majemuk,” kata Yudi, saat mengikuti kegiatan Deklarasi Pancasila, di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Senin (21/5/2018).
Yudi menyatakan, kecerdasan kolektif itu merupakan semangat Pancasila. Dalam menumbuhkan kecerdasan tersebut, pengajaran tentang Pancasila harus digiatkan kembali. Namun, saat ini, tidak bisa lagi dilakukan dengan cara indoktrinasi.
Secara terpisah, Sosiolog dari Universitas Negeri Yogyakarta Sugeng Bayu Wahyono menyepakati hal itu. Ia menjelaskan, Pancasila tidak lagi bisa disebarkan dengan cara indoktrinasi karena sempat menjadi alat politik untuk melanggengkan kekuasaan pada zaman orde baru.
“Tidak bisa dengan sistem dari atas ke bawah. Semuanya harus bergerak juga masyarakat dengan membuat gerakan-gerakan yang memiliki semangat Pancasila,” kata Sugeng, saat dihubungi secara terpisah.
Sugeng menambahkan, saat ini, Pancasila selalu dikaitkan untuk menguatkan semangat persatuan saja. Namun, menurut dia, persatuan itu jangan hanya dibicarakan tentang terancamnya perpecahan bangsa karena ada ideologi-ideologi lain yang menentang Pancasila.
“Keadilan sosial harus menjadi semangat yang mendasari dalam menyebarkan Pancasila. Itu yang sepertinya saat ini sering dilupakan. Pancasila dan kesatuannya selalu dikontekskan dengan perpecahan yang mengancam Indonesia,” kata Sugeng. “Apabila keadilan sosial itu terjamin, pasti persatuan dan kesatuan dalam keberagaman ini akan bisa dicapai.”
Sugeng menyatakan, dalam menyebarkan semangat Pancasila ini, institusi pendidikan memiliki posisi yang strategis. Hal itu disebabkan kekuatan institusi pendidikan sebagai tempat penyebaran ideologi. Oleh karena itu, ia beranggapan, Pancasila harus kembali menjadi bahasan penting bagi sekolah, mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi.
Dalam pendidikan tinggi, Sugeng mencontohkan, Pancasila harus menjadi sebuah diskursus yang dibicarakan oleh mahasiswa sehingga mereka ikut berperan aktif membumikan serta memaknai dasar negara tersebut. Hal tersebut dapat berakibat pada dijiwainya Pancasila dalam diri mereka yang nantinya akan menjadi penerus bangsa.
Terkait hal itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Sari Murti Widiyastuti mengatakan, Pancasila tidak hanya bisa dianggap sebagai sebuah nilai. Ia menambahkan, harus ada aksi-aksi nyata yang menjadi wujud dari Pancasila itu. Pentas seni yang melibatkan mahasiswa dari berbagai latar belakang, baik suku maupun budaya, dapat menjadi cara mereka belajar untuk menghargai perbedaan.
“Itu bisa dilakukan dengan pertemuan mahasiswa dari berbagai latar belakang. Dengan bertemu, prasangka akan memudar. Dari situlah nanti semangat keberagaman akan tumbuh secara alami,” kata Sari.