Demi menjadi volunter, sejumlah mahasiswa mesti rela kehilangan waktu istirahat dan tidur siang. Meski capek, jadi volunter memberi banyak pengalaman.
Mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH), Alysia Siswanto, mengaku dua kali terlibat menjadi volunter di acara bazar buku Big Bad Wolf (BBW) di Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten. Ia mengaku tertarik menjadi volunter BBW karena itu adalah ajang bazar buku terbesar di Indonesia.
Dua kali menjadi volunter BBW, dua kali pula ia kebagian pekerjaan sebagai kasir penjualan buku. Menurut dia, itu adalah pekerjaan menarik. ”Saya bisa merasakan euforia dan antusias masyarakat yang begitu besar (dalam membeli buku),” kata Alysia, Kamis (5/4/2018).
Ketika bekerja sebagai kasir, kata Alysia, waktu terasa berjalan sangat cepat. Ia jarang berhenti bekerja karena selalu saja ada pembeli yang ingin bertransaksi. Saking sibuknya, ia hanya diberi satu kali istirahat selama 30 menit. Meski begitu, Alysia mengaku tidak merasa letih meski kerjanya bisa mencapai 8-12 jam setiap harinya. ”Saya memang suka bekerja. Prinsip saya jalani saja (pekerjaan) dengan santai,” ujarnya.
Repotnya, karena pekerjaan kasir terkait dengan uang, ia harus bekerja secara fokus dan hati-hati. Jangan sampai ada kesalahan dalam perhitungan transaksi. ”Kalau kurang hati-hati dan terjadi ketidakseimbangan antara jumlah uang dan struk pembelanjaannya, gaji kita kemungkinan dipotong untuk menggantikan kekurangan itu. Risiko kayak begitu sudah dijelaskan melalui surat pernyataan yang ada setiap hari,” kata mahasiswi Jurusan Hospitality Management UPH itu.
Zafira Azzahra, mahasiswi Universitas Al-Azhar Jakarta, juga terjun sebagai volunter di ajang BBW 2018. Ia mendapat tugas memimpin distribusi buku kategori anak. Zafira sudah tiga kali ikut pameran tersebut sejak pertama hadir di Tanah Air dan selalu mendapat tugas yang sama, yakni merapikan buku dan mengoordinasikan 19 anak buahnya.
Ia juga harus mendistribusikan buku dari gudang ke rak buku kategori anak. Setiap saat dia harus memastikan buku-buku kategori anak tidak ada keliru ditempatkan di kategori lain.
Mahasiswi yang kini menginjak semester dua jurusan Sastra Arab ini mengungkapkan, menjadi volunter membuatnya mandiri, memiliki teman baru, dan memiliki relasi ke acara-acara besar. ”Otomatis saya punya banyak kenalan dan bertemu banyak orang. Makanya, saya masuk grup yang berisi mahasiswa pencari sukarelawan yang suka memberikan informasi acara-acara,” kata Zafira.
Selama menjadi volunter BBW, ia harus merelakan waktu 8-9 jam setiap hari. Ia juga terpaksa menginap di rumah kontrakan temannya di daerah Serpong. Pagi harinya, barulah dia pulang ke rumahnnya di Pulo Mas, Jakarta Timur. Ia mengaku letih, tetapi juga ketagihan menjadi volunter.
Selain merelakan waktu istirahatnya, ia juga mesti absen beberapa mata kuliah. Untungnya, Zafira tidak ketinggalan materi kuliah karena ia rajin menyalin catatan teman.
Kadang ia juga telat datang ke lokasi pameran lantaran jarak dari kampusnya lokasi bazar cukup jauh dan mesti ditempuh dalam waktu dua jam dengan kendaraan umum. ”Saya juga kadang-kadang telat setelah mengambil kelas pagi. Dimarahi sih sama kepala divisi, tetapi mereka tahu kok saya masih kuliah,” tutur Zafira.
Ryan Sucipto, mahasiswa semester 7 Universitas Multimedia Nusantara, punya pengalaman lain lagi. Ia beberapa kali pernah menjadi sukarelawan untuk kegiatan sosial. Salah satunya adalah kunjungan ke panti jompo yang digelar oleh Yayasan Tzu Chi.
”Saya juga pernah ikutan menjadi sukarelawan pengetikan ulang buku braille untuk tunanetra,” ujar Ryan. (OSA/*)