Untuk pertama kalinya, Presiden Joko Widodo, Kamis (31/5/2018) sore, menerima para aktivis hak asasi manusia yang selama ini melakukan Aksi Kamisan dengan berdiri berjejer di seberang jalan Istana Merdeka, Jakarta. Ada sekitar 20 ibu dan aktivis HAM yang akhirnya tak hanya bisa memandang Istana Merdeka dari kejauhan, tetapi juga menginjakkan kaki dan dapat diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka.
Selain Sumarsih, ibunda Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, bersama Damaris Hutabarat, ibunda Ucok Munandar Siahaan, aktivis yang hilang dalam perjuangan melawan Orde Baru, ada juga Maria Sanu, ibunda Stevanus Sanu, korban pembakaran di Pasar Klender, serta keluarga korban pelanggaran HAM lainnya, seperti dalam kasus Talangsari Lampung, Trisakti, Semanggi, Wamena, dan Tanjung Priok.
Presiden Jokowi didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki, Staf Khusus Presiden Adita Irawati dan Siti Ruhaini Dzuhayatin, serta Juru Bicara Presiden Johan Budi.
”Akhirnya Presiden Jokowi mau juga menemui kami,” ucap Sumarsih seusai diterima Presiden. Sejak dimulai 18 Januari 2007, Aksi Kamisan belum juga ditanggapi tuntas oleh pemerintah. Saat mencalonkan sebagai presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla pernah berkomitmen, yang kemudian dituangkan dalam visi-misi kampanyenya di Nawacita, untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Di antaranya, menugaskan Jaksa Agung menindaklanjuti berkas-berkas yang pernah diberikan Komisi Nasional HAM.
Sandyawan Sumardi yang mendampingi mengatakan, harapan keluarga korban adalah Presiden mau mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang rendah hati dan bermartabat dengan mengakui adanya pelanggaran-pelanggaran HAM berat pada masa lalu. ”Pengakuan ini menjadi pintu masuk penanganan dan penuntasan pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
Sebelum pertemuan, tambah Sandyawan, Presiden Jokowi sebenarnya pernah akan ikut hadir dalam Aksi Kamisan dan bertemu para aktivis, tetapi urung terjadi. Acara itu kemudian diundur. Bahkan, para aktivis pernah diminta ke Istana Bogor, tetapi hal itu juga tak terlaksana karena saat itu ribuan aktivis berkumpul di depan Istana Merdeka. Akhirnya, para aktivis tetap memilih Aksi Kamisan di Jakarta dan menjenguk salah seorang ibu korban Tragedi Trisakti.
Setelah pertemuan itu, Johan Budi menjelaskan, Presiden Jokowi akan memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto untuk membicarakan masalah tersebut. Presiden juga memerintahkan Jaksa Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM.
Johan membenarkan, Presiden Jokowi sebenarnya pernah dua kali ingin bertemu dan mendengar langsung persoalan dari para aktivis Aksi Kamisan, tetapi batal.
Ditemui secara terpisah, Prasetyo siap melaksanakan permintaan Presiden berkoordinasi dengan Komnas HAM. Langkah itu kelanjutan dari komunikasi yang terjalin untuk mencari solusi penyelesaian kasus pelanggaran HAM. ”Kami akan bahas. Kemungkinannya kami bawa ke DPR, khususnya untuk peristiwa sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM. Untuk pelanggaran HAM setelah itu, ada sejumlah kasus yang akan kami selesaikan,” ujar Prasetyo.
Soal pendekatan baru yang dimaksud, Prasetyo berencana mematangkan rumusannya dengan Wiranto. Pendekatan ini menurut rencana dilakukan dengan melibatkan kalangan akademis, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintah.
Kini, setelah diterima Presiden, harapan para ibu dan aktivis HAM lainnya tentu melambung tinggi. Jangan sampai harapan itu terempas kembali ke bumi sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Seperti saat Aksi Kamisan yang pernah diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 26 Maret 2008 di Istana, juga tidak menuntaskan persoalan.